Quotes

Writing is not like dancing or modeling; it’s not something where – if you missed it by age 19 – you’re finished. It’s never too late. Your writing will only get better as you get older and wiser - Elizabeth Gilbert

If you write something beautiful and important, and the right person somehow discovers it, they will clear room for you on the bookshelves of the world – at any age. At least try - Elizabeth Gilbert

I never promised the universe that I would write brilliantly; I only promised the universe that I would write. So I put my head down and sweated through it, as per my vows - Elizabeth Gilbert

I believe that – if you are serious about a life of writing, or indeed about any creative form of expression – that you should take on this work like a holy calling - Elizabeth Gilbert

The most beautiful things are those that madness prompts and reason writes - Andre Gide

I always start writing with a clean piece of paper and a dirty mind - Patrick Dennis

It is for this, partly, that I write. How can I know what I think unless I see what I write? - Erica Jong

When I say "work" I only mean writing. everything else is just odd jobs - Margaret Laurence

Writing is a way of talking without being interrupted - Jules Renard

When writing a novel a writer should create living people; people not characters. A character is a caricature - Ernest Hemingway

If writing is honest it cannot be separated from the man who wrote it - Tennessee Williams

I can shake off everything if I write; my sorrows disappear, my courage is reborn - Anne Frank

Anybody can write three-volume novel. it merely requires a complete ignorance of both life and literature - Oscar Wilde

Friday, December 2, 2011

New World (7)

7

Kedua mata Yuki terbelalak karena kaget setelah mendengar perkataan Kai. “apa? Menjadi vampir? Kau bercanda, ya?”

“tidak. Siapa bilang aku bercanda? Seperti kata Shou tadi, sekarang saatnya untuk serius.” Jawab Kai.

“Kai-kun benar, Emily-sama. Anda harus berubah menjadi seperti kami cepat atau lambat. Karena gen vampir di dalam tubuh anda mulai melawan gen manusia. Biar kujelaskan dengan kata-kata yang mudah dimengerti, saat virus Stirpes masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan atau udara, seperti yang dilakukan Damian dalam penyebaran virus tersebut, tubuh manusia memiliki beberapa reaksi terhadap virus yang masuk itu. Pertama, kematian. Biasanya terjadi pada manusia yang memiliki tubuh yang lemah. Seperti orang lanjut usia dan orang-orang yang memiliki penyakit tertentu sehingga menyebabkan tubuh mereka tidak sanggup melawan virus tersebut. Kedua, mutasi. Mereka berubah menjadi vampir seperti kami ini. Tapi ada juga yang tidak bertahan lama karena mereka tidak sanggup mengendalikan tubuh mereka sehingga mereka mati. Ketiga, kekebalan. Ada manusia yang kebal terhadap virus ini dan mereka sama sekali tidak bermutasi atau mati yang disebabkan oleh antibodi mereka yang kuat. Tapi mereka bisa menjadi vampir kalau mereka digigit.” Shou menjelaskan.

“sedangkan kasus anda lain. Anda lahir dengan membawa gen vampir itu. Sehingga virus yang ada di dalam tubuh anda keadaannya stabil. Virus yang sudah ada sejak lahir tidak memberikan pengaruh apapun kepada tubuh orang yang memilikinya karena mereka juga manusia. Tapi kalau dibiarkan terlalu lama, virus itu akan tumbuh menjadi sangat kuat dan lama-lama menekan gen manusia mereka, berusaha menguasai tubuh mereka, dan akan menyebabkan kematian.” Tambah Nao.

“semua itu bisa dilihat gejalanya dengan perkembangan tubuh anda. Misalnya, kecepatan lari yang lama-lama semakin cepat setiap harinya. Diiringi dengan perasaan lapar yang berlebihan, rasa haus akan darah tapi tidak dapat terpuaskan karena anda tidak mempunyai taring. Virus itu merubah pola makan manusia dengan darah sebagai kebutuhan dasarnya.” Shou memberikan contoh.

“jadi sisa hidupku sebagai manusia tidak akan lama lagi, ya...” kata Yuki pasrah. Dia tertawa hambar, tidak disangka kehidupannya bisa serumit ini. Dalam sehari dia menemukan ibunya tewas secara mendadak, mendengar berita kalau ayahnya sudah meninggal, dia harus menjadi pemimpin sebuah organisasi yang sama sekali tidak ia tahu isinya, dan sekarang sisa hidupnya tinggal sedikit lagi.

“kami tidak berkata seperti itu, Emily-sama. Anda masih merasakan nafsu makan yang sangat besar itu, bukan?” tanya Nao. Yuki mengangguk pelan. Tapi dalam beberapa jam ini nafsu makannya yang besar itu tidak terasa lagi.

“itu bagus. Tubuh anda mengalihkan kebutuhan dasar anda sebagai vampir dengan makanan. Sebenarnya kasus ini masih bisa diatasi kalau kami memberikan transfusi darah kepada anda secara berkala selama anda masih menjadi manusia. Sewaktu anda tertidur tadi aku memberikan anda transfusi darah, dan tubuh anda menyerap habis seluruh kantung darah itu sampai tidak tersisa.”

“selama anda masih belajar dan mempersiapkan diri untuk menjadi vampir, kami akan terus mengawasi kesehatan anda, Emily-sama...”

“dan itulah tugasmu sebagai pelindung Emily-sama, Kai-kun. Kau harus terus berada di dekatnya, dia masih rapuh.” Shou melihat Kai yang tetap diam.

“tenang saja, kalau aku menemukan dia dalam keadaan pingsan lagi, aku akan membawanya kesini, Shou-kun.” Kata Kai.

“’lagi’? jangan-jangan kau yang waktu itu menolongku saat aku pingsan di kampus?” Yuki menatap Kai curiga. Kai adalah orang yang cocok seperti gambaran orang-orang yang melihat pemuda misterius yang menolongnya waktu itu.

“ya. Itu aku. Memang kenapa?” lagi-lagi Kai bersikap santai. Sikapnya membuat Yuki melipat tangannya di dadanya karena kesal. Kenapa orang ini gaya bicaranya selalu menyebalkan?

Sebenarnya Kai bukanlah orang yang seperti Yuki pikir. Kai adalah orang yang jujur dan terbuka, walaupun caranya terkadang salah. Dia orang yang ramah dan selalu menolong sahabat-sahabatnya di klan yang sudah dia anggap seperti saudaranya sendiri. Tapi di balik sikap ramah dan sedikit menyebalkan itu terdapat sebuah rasa cemburu yang disebabkan oleh kakaknya sendiri, Akito.

“tidak apa-apa. Kau hanya menyebalkan. Itu saja.” jawab Yuki ketus. “kau melakukan apa padaku sampai aku bisa pingsan seperti yang orang-orang bilang?”

“Kai-kun memberikan obat bius yang sama seperti dia berikan ketika dia membawamu kemari tadi.” Jawab Shou. Shou benar-benar membuat Yuki kagum padanya. Dokter yang ada di depannya ini terdengar jenius saat dia berbicara walaupun dia menggunakan bahasa yang tidak rumit.

Karena itulah Shou menjadi dokter di markas ini. Dia lulusan dari Tokyo University jurusan kedokteran sebelum revolusi. Dia mahasiswa yang paling cerdas dan nyaris tanpa cela. Dia bergabung dengan PF karena Damian mendengar prestasinya yang berhasil menemukan obat penyembuh HIV AIDS yang dulunya belum ada obatnya. Setelah dia menerima hadiah nobel, dia tertular virus Stirpes melalui udara dan bermutasi menjadi vampir. Dia takut pada manusia karena dia tidak ingin memangsa mereka. Dia tidak sanggup menusukkan taring tajamnya ke leher mereka yang mengundang aroma wangi memabukkan itu hanya untuk kepuasannya sendiri.

Shou bergabung ke PF karena dia ingin berada di tempat yang aman, bersama para vampir yang mengalami nasib sama seperti dia. Dia pun mengajak Nao, asisten dokternya dan sahabatnya sejak kuliah. Shou adalah anak yatim piatu. Menurut para pengasuh di panti asuhannya, dia adalah keturunan asing, makanya dia mempunyai rambut cokelat terang itu. Shou menghabiskan masa kecilnya di perpustakaan daripada bermain bersama teman-temannya. Masa lalunya itu tidak terlalu mencolok dibandingkan masa lalu saudara-saudaranya di klan ini, yang reputasinya kebanyakan adalah penjahat atau minimal, pernah membunuh orang.

“kalau aku boleh tahu, kalian tadi berkata aku harus berubah menjadi vampir agar bisa selamat dan benar-benar sembuh. Dengan cara apa aku harus melakukannya kalau aku sudah mempunyai virusStirpes di dalam tubuhku?” tanya Yuki lagi. Dia benar-benar penasaran dengan virus ini. Dia baru tahu kalau Stirpes sudah ada di dalam tubuhnya sejak ia baru dilahirkan, virus yang ia dapatkan dari ayahnya.

“harus ada yang memicu virus itu agar mampu membuat anda bermutasi menjadi seorang vampir... yaitu...” Nao mencari kata-kata yang tepat untuk mengatakannya. Dia mengetuk-ngetuk pulpen yang dia pegang ke kepalanya “salah satu dari kami harus menggigit anda agar anda bisa bertransformasi...”

“dan orang yang harus melakukannya hanya salah satu dari kami, anggota PF. Karena kami bisa dipercaya.” Shou menambahi. “tapi aku tidak mau menggigit anda. Aku tidak sanggup melakukannya...”

“dia tipe vampir yang tidak tega menggigit orang lain...” Nao menjelaskan salah satu sifat Shou sebagai vampir. “termasuk aku juga, tapi mungkin karena aku sangat jarang menggigit manusia...”

Yuki semakin bingung. Bagaimana bisa dia mempercayakan tubuhnya pada orang-orang yang belum dia kenal ini? Mereka mengaku-ngaku saudara Yuki, tapi Yuki tidak bisa menganggap mereka seperti itu juga karena Yuki tidak mengenal mereka. Yuki belum siap  menjadi vampir, itu akan sangat merubah hidupnya kalau dia melakukannya. Dia tidak sanggup membayangkan dirinya menjadi makhluk abadi berdarah dingin yang memangsa manusia-manusia lemah. Belum termasuk bagian dia harus memimpin sebuah klan terbesar di dunia, sebuah tanggung jawab terberat yang baru dia ketahui sejam yang lalu.

“Emily-sama, kalau anda belum siap, kami tidak akan memaksa. Kami tahu anda membutuhkan waktu untuk berpikir, belum lagi dengan kejadian meninggalnya Nara-san. Kami berjanji kami akan mendapatkan jasad beliau dalam waktu cepat dan akan melakukan autopsi tanpa menodai jasadnya...” Shou bisa mengetahui di dalam diri Yuki sedang terjadi perang batin karena di wajahnya terlukis sangat jelas.

“maaf, Kai-san, Shou-san, dan Nao-san. Kalau boleh jujur, aku masih harus mencerna seluruh informasi dari kalian. Informasi-informasi dari Akito-san saja belum bisa kumengerti sepenuhnya. Aku...” Yuki memegangi kepalanya. Dia merasa sedikit pusing karena dia terlalu banyak berpikir beberapa jam ini.

“aku bahkan masih belum percaya aku berada disini. Dikelilingi kalian semua, para orang-orang hebat dan jenius. Kalian benar, aku membutuhkan waktu...”

Belum selesai Yuki berbicara, ia dan yang lainnya mendengar pintu ruang medis terbuka sebagai tanda seseorang masuk. Dua orang wanita vampir berpakaian serba hitam berbahan latex dari atas sampai bawah. Wanita pertama berambut hitam berhighlight merah marun dan satunya lagi hitam alami. Tapi cat kuku kuning menyalanya terlihat sangat jelas di jari-jarinya yang lentik itu.

“akhirnya aku bertemu denganmu juga, Emily!” wanita berambut highlight-lah yang pertama bersuara. Dia merentangkan tangannya lebar-lebar, ingin menyambut Yuki ke dalam pelukannya. Dan begitu dia mendapatkan Yuki, dia memeluknya seakan dia sangat merindukan gadis yang kini berwajah bingung dan tidak mengerti apa-apa itu. Wanita bercat kuku kuning juga ikut memeluknya, membuat Yuki merasa sedikit sesak karena pelukan mereka sangat erat.

“kalian siapa?” tanya Yuki di dalam pelukan mereka.

“oh maaf, kami belum memperkenalkan diri. Aku Mine Takahashi dan dia Hisa. Kami kakak beradik.” Wanita berambut highlight menunjuk dirinya dan Hisa.

“dan itu nama asli kalian?” Yuki mengangkat alisnya. Baru mereka saja yang memberikan nama asli mereka kepada Yuki yang masih orang asing.

“ya. Code nameku Caroline dan dia Andrea. Tapi panggil saja aku Caz dan dia Andy.” Caz tersenyum hangat di depan Yuki. “kami sepupumu. Sepupu yang belum pernah bertemu sama sekali.”

“sepupu? Dari pihak mana?” Yuki baru tahu kalau dia mempunyai sepupu lagi selain adik sepupunya yang masih bayi yang tinggal di Kanagawa. 

“Hiroshi, ayahmu, adalah paman kami. Ibu kami Aiko Maeda menikah dengan ayah, Kenji Takahashi. Nara-san sudah lebih dulu membawamu pergi sebelum kita sempat bertemu, Emily...” Caz membelai rambut Yuki. “kau adik sepupu kami...”

“tapi kami kan abadi. Jadi umurku tetap 21 tahun dan Caz 23 tahun... kelebihan kami menjadi vampir, bisa terus awet muda. Hihi...” Andy mengatakannya dengan bangga.

 “jadi... kalian adalah saudaraku? Saudara kandungku?” Yuki tersenyum tidak percaya. Tidak disangka dia masih mempunyai saudara yang selalu peduli dan mengingatnya setelah kepergian ibunya. Yuki melihat kakak beradik itu mengangguk penuh semangat.

“kami dengar berita tentang Nara Obasan... semoga kau kuat, Emily...” Andy kembali memeluknya. Yuki bisa merasakan kesedihan Andy terhadap musibah yang menimpanya. “walaupun aku tidak pernah bertemu dengannya, aku selalu tahu dia orang yang baik dan tidak pantas diperlakukan seperti itu. Dia perancang terkeren. Aku selalu memesan rancangan terbarunya yang keluar setiap musim.”

“kita akan menghabisi pelakunya bersama-sama, Emily. Tenang saja.” Caz mengepalkan tangannya, memberi Yuki semangat. Yuki sedikit terharu ketika Caz mengatakan ‘kita’. Dia memang sangat ingin membalaskan dendamnya terhadap siapapun yang telah membunuh ibunya.

“terima kasih... Caz, Andy...” gantian Yuki kini memeluk mereka berdua. “tidak kusangka aku masih mempunyai kalian yang peduli padaku...”

“tidak hanya kami, tapi kita semua. Kita semua saudara. Ya kan?” Andy melihat ke arah Kai, Shou, dan Nao yang dari tadi diam saja.

“tentu saja!” ujar Nao riang.

“aku sudah menganggapmu seperti itu dari dulu, Emily-sama...” kata Shou.

“ngg... yah, aku juga...” kata Kai canggung sambil menggaruk kepalanya. Ada sedikit keanehan dan ketidaksetujuan pada sikap Kai ini, meskipun yang lain tidak menyadarinya.

“hei, bagaimana kalau malam ini kau ikut kami ke bar di basement?” ajak Caz. “semua orang pasti akan sangat senang bertemu denganmu.”

“hah? Ke bar?” Yuki tidak tahu harus menolak atau tidak. Dia tidak sedang mood untuk berpesta saat ini. Terutama untuk bertemu yang lain. “maaf, Caz... tapi aku... tidak bisa...”

“maksud kami mengajakmu ke bar bukan untuk berpesta pora. Tapi semua orang berkumpul disana. Kau pasti akan lapar lagi, mengingat gejalamu itu. Disana juga menyediakan makanan. Chef terbaik akan memasak khusus untukmu. Ayolah, Emily... tidak baik terus-terusan menyendiri...” bujuk Caz seraya memegangi kedua tangan Emily dan menggoyangkannya perlahan.

Bangsa vampir memang tidak makan makanan manusia, mereka makan hanya untuk kepentingan bersama seperti kalau mereka sedang berkumpul dengan para manusia atau sekedar keinginan saja, bukan sebuah kebutuhan primer seperti bangsa manusia. Di PF, mereka para anggota yang terkadang bosan meminum darah saja bisa menginginkan sesuatu yang manis di lidah mereka, seperti madu untuk saus pancake, atau rasa pedas dari sambal saat mereka makan hamburger.

“kami berjanji disana pasti akan seru!” Andy mendukung ajakan Caz. “tentu saja Shou-kun dan Nao-kun juga harus datang!” Andy melirik ke arah dua dokter itu.

“ya, kami akan datang kalau Emily-sama datang.” Nao sedikit memberi syarat.

“lihat, mereka tidak akan datang tanpamu, Em... kami mohon...” Caz dan Andy memasang ekspresi puppy eyes dan ekspresi itu cukup ampuh untuk meluluhkan hati Yuki.

“baiklah... aku akan datang. Tapi maaf kalau nanti aku hanya akan merusak suasana saja.” Yuki akhirnya menyanggupi.

 ---

Malam tiba terasa sangat cepat bagi Yuki yang tadi menghabiskan waktunya di ruang medis untuk diperiksa oleh Shou dan Nao. Setelah memastikan kondisi Yuki sudah pulih dan bisa keluar, mereka bertiga meninggalkan lab bersama Kai yang masih setia mendampingi Yuki.

Selama dia diperiksa, berbaring di tempat tidur pasien, mengalihkan perhatiannya dari alat-alat medis yang digunakan Shou dan Nao untuk memeriksanya, Yuki memandang Kai secara diam-diam.

Pria itu sedang duduk di kursi ruang tunggu di sudut ruangan. Setelah Caz dan Andy pergi dari lab untuk mempersiapkan pesta di bar, yang dia lakukan hanyalah duduk diam sambil membaca buku yang tersedia di rak kecil di bawah kursi panjang tersebut. Namun buku itu dia baca tergesa-gesa karena buku itu tentang ilmu kedokteran, bahasanya sama sekali tidak Kai mengerti. Akhirnya dia menguap bosan berkali-kali.

Yuki tertawa dalam hati melihatnya. Ternyata seorang vampir bisa terlihat lucu seperti dia. Sekali lagi Yuki memperhatikan Kai. Rambut brunettenya sekarang terlihat rapi, dan kalau diperhatikan, sebenarnya dia berwajah manis. Mata sipitnya memancarkan keramahan yang sempat pudar. Hidungnya kecil, dan bibirnya tipis. Di dalam gedung, dia tidak mengenakan topi dan kacamata hitam lagi. Tapi pakaiannya masih sama, setelan hitam bercelana jeans hitam ketat dan sepatu kulit tebal mengilap. Yuki jadi ingin tahu masa lalu pria ini, sebelum revolusi terjadi.

Kai yang bernama asli Uke Yutaka dulunya seorang polisi berprestasi karena kerjanya di lapangan selalu sukses. Banyak bandar besar dan penjahat kelas kakap tertangkap di bawah komandonya. Saat masa revolusi terjadi, Hiroshi atau Damian meminta Kai untuk melindunginya dari bahaya. Damian dulu menjadi kaya mendadak karena dia menjual virus Stirpes buatannya. Virus itu bernilai sangat tinggi saat dilelang. Yang bisa membelinya hanya orang-orang yang benar-benar berkuasa dan memiliki pengaruh di dunia. Dengan hasil pelelangan itu, dia membuat organisasi PF ini, salah satu alasannya karena dia merasa bertanggung jawab atas dosanya terhadap para manusia tidak bersalah yang sudah berubah menjadi vampir. Dia melindungi hak bangsa vampir, berusaha menghilangkan diskriminasi antara vampir dan manusia, menghakimi para vampir yang melanggar hukum, dan menyediakan suplai darah untuk mereka. Kai langsung bergabung bersama kakaknya Akito, kakak Kai yang juga menjadi atasan adiknya di kepolisian. Akito menjadi penghubung di markas polisi ke anak-anak buahnya yang bekerja di lapangan. Akito yang ahli teknologi sangat menguasai ilmu komunikasi menggunakan satelit sebagai salah satu alat komunikasi mereka, dan juga digunakan oleh PF sampai sekarang.

Kai yang semakin merasa bosan karena di lab ini dia tidak bisa menggunakan keahliannya, yaitu menembak, membidik, dan bertarung. Jadi dia mengambil bungkus rokok Marlboro Menthol Lights dari saku celananya, menyalakannya dengan korek zippo. Tapi Kai belum sampai hisapan kedua, Kai sudah mendengar peringatan dari Shou.

“Kai, kalau kau ingin merokok, lebih baik jangan disini. Kau lupa ya, disini kan tempat dilarang merokok.” Kata Shou sambil terus melihat monitor yang menampilkan nada dan hitungan detak jantung Yuki.

Kai menggerutu, dia membuang rokoknya yang baru dinyalakan itu ke lantai keramik ruang medis yang sangat bersih dan steril lalu menginjaknya. “kalian lama sekali. Membuatku bosan.”

“eit, jangan lupa, bersihkan puntung dan abu rokoknya sebelum kau pergi nanti, ya...” Nao ikut memperingatkan.

Kai menggeram karena abu rokok yang harus dia bersihkan sudah bertebaran di lantai. Dia berdiri mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk membersihkan kotoran yang dia buat sendiri.

Tanpa sepengetahuan Kai, Yuki masih terus melihat Kai sambil tertawa geli.

 ---

“jadi, bagaimana suasananya?” tanya Yuki setelah pemeriksaannya selesai dan mereka sedang ada di depan lift laboraturium untuk ke bar di lantai basement.

“maksudmu suasana bar? Sekarang malam Sabtu, itu berarti... akan cukup ramai...” jawab Kai. “kau akan bertemu dengan para ketua divisi-divisi klan ini.”

Klan PF memiliki 5 divisi. Divisi investigasi, bertugas menyelidiki kejahatan kriminal yang dilakukan bangsa vampir, dan melindungi korban. Divisi ini juga ikut bergabung ke dalam misi PF memberikan bantuan pasukan dan strategi. Kedua, divisi narkoba. Tidak banyak tugas divisi narkoba. Mereka yang ada di divisi itu hanya bertugas menyuplai obat-obatan untuk keperluan laboraturium. Tapi divisi ini kebanyakan bergerak secara ilegal karena mereka sering melakukan transaksi gelap dengan kelompok mafia lain atau para yakuza. Ketiga, divisi senjata. Seperti namanya, divisi ini adalah spesialis senjata jenis apapun. Tugas mereka yang ada di divisi ini adalah menyuplai, mendata, dan mengontrol penggunaan senjata di klan PF. Mereka memberikan senjata ke setiap anggota klan ini dan juga memberikan buku katalog senjata kalau mereka baru saja menyuplai barang baru. Divisi ini juga sering bergerak secara ilegal, mereka sering terlibat penyelundupan senjata dan transaksi gelap lainnya. Keempat, divisi medis. Divisi ini menangani masalah kasus yang melibatkan petunjuk ilmiah. Seperti DNA, darah, racun, semacamnya. Orang-orang yang bergerak di divisi ini jarang keluar dari markas, tapi kalau bukan karena hasil kerja mereka, orang-orang yang ada di lapangan tidak akan bisa apa-apa. Kelima divisi entertainment. Divisi ini menyuplai berbagai macam minuman keras baik dari dalam negeri maupun luar negeri, anggotanya memiliki banyak bar dan hidup dalam kemewahan, mereka yang ada di divisi ini memang jarang menggunakan otot seperti divisi investigasi, tetapi mereka unggul saat misi undercover atau menyamar. Dengan kesempurnaan fisik dan kekayaan mereka, mereka bisa menembus orang-orang jahat yang PF incar.

“Aoi-kun dan Ruki-kun pasti sudah datang sekarang. Kudengar mereka baru saja menyelesaikan misi.” Timpal Nao yang sudah bergabung dengan Yuki dan Kai, kemudian disusul oleh Shou. Penampilan 2 dokter itu terlihat lebih casual. Jas dokter yang melekat di tubuh mereka sudah dilepaskan. Shou memakai kemeja semi-formal berwarna biru dengan celana katun, Nao lebih santai, T-Shirt putih polos yang sangat kontras dengan warna kulit putih pucatnya, tapi tidak membuatnya aneh karena dia mengenakan celana jeans gelap sebagai bawahannya. Mereka berdua memakai sneakers.

“siapa Aoi dan Ruki?” tanya Yuki. Sepertinya anggota organisasi ini banyak sekali... dan semuanya berbahaya atau diam-diam menghanyutkan.

“Aoi ketua divisi narkoba, dia juga pacar Caz. Ruki ketua divisi senjata dan pacar Andy.” Jawab Kai. Yuki mengangguk pelan sebagai tanda ia mengerti.

Tidak lama kemudian, pintu lift terbuka. Mereka berempat masuk ke dalam lift satu per satu. “di bar ada apa saja?” tanya Yuki lagi. Dia belum pernah memasuki bar seorang vampir sebelumnya. Memang pernah, saat beberapa tahun lalu dia mengikuti ibunya datang ke black party yang diadakan seorang perancang dari Italia, perancang pria yang bergaya seperti perempuan itu adalah seorang vampir dan sebagian besar tamunya sama seperti diri perancang itu. Yuki masih belum bisa melupakan apa yang dia lihat di pesta. Salah satu vampir undangan acara itu menghisap darah seorang wanita di sudut ruang pesta yang nyentrik itu.

“disana semuanya hanya ada vampir. Apa yang anda harapkan?” Kai menyuruh Yuki menebak.

“ngg... darah dimana-mana? Mayat-mayat manusia bergantungan seakan-akan mereka baru saja ‘disembelih’?” tebak Yuki sedikit sarkastik.

“hahaha... kami tidak pernah menggunakan cara kuno itu. Kecuali kalau pemimpin memintanya.” Kai tertawa.

“pemimpin? Jadi kalau Akito meminta, kalian benar-benar akan melakukannya?” Yuki sedikit kaget.

“ehm, yang dimaksud oleh Kai adalah anda, Emily-sama. Dan itu benar-benar serius...” timpal Shou.

“oh...” Yuki langsung diam. Dia tidak menyangka kalau ketiga vampir ini benar-benar serius soal itu.

“tapi untuk kali ini... yang ada hanyalah...” Nao berkata dengan sebuah senyuman bahagia sebelum lift berdenting dan pintunya terbuka, memperlihatkan bar yang sudah menanti mereka “pesta...”

Begitu Yuki menginjakkan kakinya keluar dari lift, yang dia rasakan hanyalah kekaguman pada bar ini. Bar ini benar-benar luar biasa. Seluruhnya berwarna hitam. Dari langit-langit yang tinggi dihiasi lampu-lampu putih seperti layaknya bintang-bintang bersinar di langit malam, dinding tebal kedap suara, dan lantai porcelain bergaris-garis putih.

Furnitur bar ini bergaya modern. Seluruh kursi menyebar di tengah-tengah ruangan, 3 buah sofa kulit yang panjang dan empuk untuk tempat bersantai di bagian pinggir bar, semuanya juga berwarna hitam. Meja-meja yang menjadi pasangannya berwarna putih bersih dan tidak bernoda sama sekali. Di sebelah kanan ruangan adalah counter bar yang akan memenuhi segala minuman keinginan setiap vampir yang datang untuk bersenang-senang atau hanya sekedar melepas tegang setelah menyelesaikan misi.

“ini luar biasa...” Yuki terperangah menyampaikan rasa kekagumannya. Tempat ini tidak ada tandingannya daripada pesta-pesta elit yang didatanginya karena paksaan ibunya dulu. Tempat ini underground, khusus untuk para anggota PF, dan sangat misterius. Benar-benar tipe tempat favorit Yuki.

Dengan penciumannya yang seperti anjing pelacak Yuki menghirup aroma rokok, darah yang bercampur minuman keras, dan tentunya, hawa nafsu. Telinganya bisa menangkap alunan lembut permainan biola dari seorang pemain biola di panggung sudut bar. Panggung kecil yang memiliki grand piano dan 2 buah gitar. Satunya gitar akustik dan satunya lagi gitar listrik.

Yuki memperhatikan pemain biola itu. Seorang wanita mengenakan tube dress hitam sederhana dengan high heels. Rambutnya yang cokelat dikuncir ponytail, wajahnya yang sangat cantik dihiasi make up ala gothic. Smoky eyes membingkai matanya yang tertutup karena menikmati permainan biolanya sendiri, bibir indahnya yang diberi lipstik pink natural itu tersenyum seraya dia membuka matanya, melihat ke arah beberapa penonton yang menikmati pertunjukannya. Dan tampak sosok Shou dan Nao ikut bergabung bersama para penonton yang terkesima itu, mereka mengambil meja persis di depan panggung.

Karena keremangan cahaya, Yuki tidak bisa memastikan siapa wanita itu, padahal sepertinya dia pernah melihat violinis itu di suatu tempat.

“hei...” Kai menepuk pundak Yuki dari belakang. “mari kita ke counter. Anda pasti ingin minum sesuatu sambil menunggu yang lainnya datang.”

Yuki mengangguk pelan. Dia mengikuti Kai duduk di counter bar dan duduk di sebelah pria itu. Kai mengeluarkan bungkus rokok Menthol Lightsnya lagi dan menawarkan sebatang untuk Yuki.

“anda mau?” Kai mengoper bungkusnya ke tangan Yuki yang dengan senang hati membuka bungkus rokok yang masih menyimpan 3 batang itu. Dia mengambil satu dan menyalakannya dengan korek zippo dari Kai.

Mereka menghisap rokok itu dalam diam. Menikmati setiap hisapan dan hembusan asap yang keluar dari mulut mereka. Setelah tersisa setengah batang, mereka baru mulai mengobrol.

“aku baru tahu kalau Shou dan Nao menyukai musik klasik seperti permainan biola yang kita dengar sekarang...” kata Yuki.

“yah... itu karena yang memainkan biola itu adalah pacar Shou, Saki...” jawab Kai. “Saki adalah yang terbaik disini. Dia ada di divisi entertainment...”

“oh...” Yuki menghisap rokoknya lagi. “kelihatannya dia sangat cantik...”

“ya, kurasa...” Kai dengan cuek menanggapi pendapat Yuki.

“apa kau tidak tertarik dengan wanita cantik, Kai? Kau terdengar enggan menanggapi pendapatku tentang dia.”

“tidak, aku bukannya tidak tertarik.” Kai mematikan rokoknya ke dalam asbak putih yang dia ambil tidak jauh dari jangkauannya. “aku hanya tidak ingin jatuh cinta. Mungkin lebih tepatnya, mati rasa...”

“lucu sekali kau yang sering dikelilingi wanita cantik malah mati rasa.” Yuki tertawa geli.

“maksud anda?”

“Caz, Andy, Saki... mereka semua cantik. Sempurna, malah...” Yuki menjelaskan maksudnya. “kau sendiri juga... berpenampilan menarik. Memangnya tidak ada yang menggodamu atau semacamnya?”

“Emily-sama, kalaupun seandainya ada yang merayuku dan menginginkan sesuatu yang lebih dariku...” Kai tahu-tahu sudah mengeluarkan sebuah pisau lipat miliknya, dia mengeluarkan ujungnya yang tajam sebelum menancapkannya ke counter dengan kasar. “dia sudah lebih dulu kupotong lehernya dengan ini...”

Yuki sama sekali tidak merasakan takut dan malah menganggukkan kepalanya. “jadi aku mengajakmu ke pembicaraan yang sensitif, ya?”

“biasanya seorang polisi sudah mati rasa dan rasanya rayuan dari seorang wanita tidak akan mampu menandingi tantangan misi yang dijalani mereka dan maut yang menanti...” seseorang menyela pembicaraan mereka. Orang itu berdiri di belakang Kai, dia seorang pria berambut hitam, tingginya hampir menyamai Kai, pandangan mata vampir itu memancarkan kemisteriusan yang sangat dalam, membuat orang-orang mungkin akan merasa lupa diri dan bisa melakukan apapun untuk menguak apa yang dia sembunyikan. Pria itu tersenyum kepada Yuki dengan bibirnya yang sensual, sebuah lip piercing di sudut bibir bawahnya semakin menambah keseksiannya.

“senang bisa bertemu dengan anda, Emily-sama... aku Aoi dari divisi narkoba. Kurasa Kai-kun sudah menjelaskannya pada anda...”

“ya, dia sudah menjelaskannya padaku. Terima kasih, Aoi...” Yuki membalas sapaan pria beraura misterius ini dengan ramah juga.

Lalu Aoi beralih ke Kai, dia menarik pisau yang masih menancap di counter bar bermaterial kayu yang dipernis dan dicat berwarna putih itu. “Auto Stryker 9100SBK... boleh juga...” ujar Aoi sambil memperhatikan dan menyebutkan jenis pisau itu.

“kupikir kau dari divisi narkoba, Aoi-kun...” kata Kai sambil merebut pisaunya dari tangan Aoi. Dia melipat pisaunya kembali sebelum memasukkannya ke saku celana belakangnya.

“haha... pisau itu kan baru kau dapat dari si cebol seminggu yang lalu, aku melihatnya di buku katalog senjata yang dia sebarkan 2 minggu sebelumnya.” Aoi terkekeh. “ngomong-ngomong sekarang malam Sabtu, bukan? Biasanya dia sudah ada disini, berkeliaran sambil membawa katalog edisi terbaru...” Aoi melihat jam tangannya.

“sayang, tolong jangan menyebutnya cebol...” sebuah tangan lembut melingkari lengan Aoi dari belakang. “dia sedang menuju kemari bersama Andy...”

“oh, hai sayang...” Aoi memberikan sebuah ciuman sekilas untuk kekasihnya. “kau benar... mungkin aku harus memesankan minuman untuknya sebagai permintaan maaf.”

“Ruki-kun sedang bersemangat hari ini. Karena dia membawa setumpuk katalog senjata baru untuk disebarkan ke kita malam ini...” Caz melihat ke arah Yuki yang diam saja. “kau terlihat cantik, Emily... bagaimana keadaanmu?”

“aku baik-baik saja...” Yuki menjawab pelan. “kurasa aku akan sedikit mabuk malam ini...”

“hei, hei... mau bertaruh?” Aoi mengajak mereka. “aku bertaruh kalau Ruki akan kemari dalam waktu... 10 detik.”

Walaupun Kai dan Yuki tidak menanggapi ajakan Aoi dengan serius dan Caz hanya memutar matanya karena Aoi kembali bersikap konyol, pria itu tetap memperhatikan jam tangannya, menghitung mundur dari 10. Dan tepat setelah dia menyebutkan angka 1, lift berdenting menandakan mesin itu akan menurunkan seseorang. Kemudian seorang pria yang tingginya hanya sekitar 165 cm keluar bersama Andy, membawa 10 tumpukan buku berukuran sedang.

“hei, teman-teman! Katalog baru sudah hadir! Bagi yang tertarik, harap datang saja kepadaku! Oke?” serunya sambil mengacungkan salah satu buku katalog itu tinggi-tinggi. Para vampir yang hadir bertepuk tangan meriah menyambut seruan pria pendek itu tadi. Dan beberapa berkata mereka akan mengambil buku katalognya nanti.

Lalu pria itu bersama Andy yang dengan mesra menggandeng tangannya berjalan ke arah Yuki dan yang lain.

“hei, kau mau katalog baru? Kurasa disana ada senjata favoritmu, Kai-kun...” Ruki memberikan satu katalog untuk Kai.

“terima kasih. Kau akan menerima pesanan dariku besok pagi.” Kai dengan semangat menerima buku katalog berwarna hijau tersebut.

“untuk Caz juga gratis...” Ruki memberikan satu lagi ke tangan Caz.

“aw... terima kasih, Ruki-kun...” Caz menerimanya dengan senyuman seperti anak kecil.

“dan untukmu...” Ruki melihat ke Aoi. Aoi yang sudah siap menerima buku itu jadi harus sedikit kecewa karena Ruki menariknya kembali. “tidak gratis. Kau hutang 2 bungkus rokok padaku. Kemarin kau mencurinya dari saku jasku, kan?”

“ayolah, Ruki-chan...” Aoi menepuk-nepuk kepala Ruki. “aku hanya mempraktikkan kecepatan tanganku saja. ternyata rokok yang kuambil rokok favoritku juga. Aku jadi sampai lupa mengembalikannya. Hehe...”

“tidak ada alasan. Kalau kau ingin katalognya, kau harus kembalikan dulu rokokku...” Ruki tetap keras kepala.

“hei, begini saja...” Aoi membuat kesepakatan. “akan kukembalikan dengan majalah Playboy edisi Februari tahun ini? Percayalah padaku, halaman 30 akan merubah hidupmu dan matamu yang masih perjaka itu...” Aoi kembali menggoda Ruki.

Ruki hanya menggerutu pelan. Ruki tahu betul dirinya tidak seperti yang dikatakan Aoi. Dia dan Andy sudah melalui banyak hal yang berhubungan dengan ranjang dan semacamnya. Tapi dari wajahnya yang seperti anak kecil, dia tidak bisa menghalangi Aoi untuk selalu mengatainya seperti itu.

Yuki memperhatikan Ruki yang masih menuntut rokoknya untuk dikembalikan. Menurut dia, Ruki kelihatannya tidak sepolos yang Aoi katakan. Ruki malah memiliki wajah tegas dan pandangan mata yang tajam, memancarkan kekejaman dan kebengisan karena sejarah dan pengalamannya dalam membunuh sangat panjang. Pria berambut brunette itu akhirnya mengalah setelah Aoi berjanji akan mengembalikan rokoknya besok pagi.

“gara-gara pria mesum ini aku jadi lupa memperkenalkan diri...” Ruki menyadari keberadaan Yuki. “maafkan aku, Emily-sama. Aku Ruki dari divisi senjata. Senang berkenalan dengan anda...” Ruki memberi salam.

“senang berkenalan denganmu juga...” Yuki memberikan sebuah senyuman tipis. Dia lalu menerima buku katalog itu dari Ruki.

“anggap saja hadiah selamat datang dariku. Kalau anda tertarik, anda bisa menghubungiku besok pagi. Akan kuantarkan secepat kilat untuk anda.”

“eh... tidak usah... aku sedang tidak ingin memesan senjata darimu, Ruki-san... mungkin lain kali...” Yuki menolak dengan halus. Dia sedang tidak ingin berinteraksi dengan apapun yang berkaitan dengan senjata api, mengingat senjata itulah yang telah membunuh ibunya.

“baiklah...” Ruki mengambil lagi katalog itu. “aku mengerti, Emily-sama... aku turut berduka dengan kematian Nara-san. Semoga dia tenang di dunia sana...” Ruki menunjukkan rasa belasungkawanya.

“terima kasih...” Yuki tersenyum kembali. Ya, hanya ini yang bisa dia lakukan. Tersenyum, tersenyum, dan tersenyum. Berusaha kuat dan terlihat tegar di depan orang-orang yang telah menyelamatkannya. Tidak ingin mengecewakan dan menyusahkan mereka dengan tangisan yang sedari tadi Yuki tahan, dan usahanya untuk melupakan kejadian tadi siang, terasa sulit sekali.

“kau tidak apa-apa, Yuki-chan?” sebuah suara lembut bertanya padanya dengan penuh perhatian. Yuki menoleh ke arah pemilik suara itu. Dia berdiri di balik counter bar. Wanita yang sudah sangat tidak asing lagi, terlebih rambut merahnya.

“Hi... Hiroko-san?” Yuki sangat terkejut menemukan Hiroko berada disini, berpakaian sangat feminin dengan elaine dress putih pudarnya, cara dia menata rambut merahnya masih sama seperti yang terakhir Yuki lihat, terurai dengan rapi dan lembut. “k... kau... anggota PF?”

“ya, aku bartender disini, Yuki-chan... disini namaku bukan Hiroko, tapi Rena... itu code nameku...” Rena tersenyum sangat ramah. “aku turut berduka cita, Yuki-chan...” Rena menggenggam tangan Yuki erat-erat.

“tunggu, kalian sudah saling mengenal?” Caz dan Andy juga tidak kalah kagetnya dengan Yuki.

“ya, kami pernah bertemu dan mengobrol saat pemotretan bersama almarhum Nara-san...” timpal sang violinis yang tadi bermain di panggung. Dia tahu-tahu juga ikut muncul di balik counter. “ya kan, Yuki-chan...?”

“Satsuki-san...” Yuki terperangah. “kalian berdua...” Yuki menunjuk kakak beradik itu dengan tidak percaya.

“ya, kami anggota PF juga... atau lebih tepatnya penghubung... ngomong-ngomong sekarang kalau kita berada disini, panggil aku saja Saki. Itu code nameku.” Saki melingkarkan lengannya di leher Rena.

“penghubung? Maksudnya?” Yuki mengerutkan dahi.

“Hiroshi-sama atau Damian mempunyai banyak sekutu dari klan-klan vampir di negara lain. Dia bersekutu dengan ayah kami, Lucas Nielsen yang bermarkas di Kopenhagen, Denmark. Aku dan Saki adalah penghubung antara persekutuan ini. PF juga mengirimkan anggotanya kesana.” Rena menjelaskan.

“jadi, kalian berdua orang Denmark? Kalian juga mempunyai nama Denmark?” tebak Yuki.

“oh, jangan buat mereka berbicara bahasa Denmark lagi, Emily-sama. Aku benar-benar tidak mengerti mereka berbicara bahasa dari planet mana saat mereka melakukannya...” Aoi menutup kedua telinganya.

Mit navn er Erica Nielsen...” Rena memperkenalkan nama Denmarknya dengan bahasa ayahnya.

og mit navn er Margarethe Nielsen... det er godt at se dig igen, Yuki-chan!” Saki juga turut memperkenalkan dirinya.

“menurutku bahasa Denmark itu seksi...” Caz mengeluarkan pendapatnya. “benar kan, Andy?” Andy membalas Caz dengan sebuah anggukan kecil.

“tapi menurut kami, bahasa itu aneh.” Aoi tidak mau kalah. “kau setuju denganku, Ruki-chan?” Aoi menepuk kepala Ruki lagi. Ruki hanya diam saja, dia netral dalam hal ini, tidak terlalu peduli soal bahasa.

“bagaimana denganmu, Kai?” tanya Yuki pada Kai.

jeg har ikke noget imod det...” jawab Kai dengan bahasa Denmark juga.

Yuki dikejutkan lagi oleh pria ini. “kau juga bisa bicara bahasa Denmark, Kai?”

“yah, karena dulu aku pernah menjalani sebuah misi di Eropa bersama Rena dan Saki, jadi...” Kai melirik ke Rena yang memberi isyarat untuk tidak menyebut-nyebut kata ‘misi’ itu lagi. “tidak, tidak apa-apa...” Kai mengurungkan niatnya untuk meneruskan.

“terima kasih untuk pendapatmu, Kai...” Saki memberi hormat untuk Kai. “Yuki-chan, kau ingin memakan sesuatu? Aku bisa membuatkan masakan kesukaanmu di dapur bar...”

“eh? Benarkah?” Yuki juga baru tahu kalau Saki bisa memasak. “kalau kau tidak merasa repot, tidak apa-apa.”

“hahaha... kau bicara apa sih? Tentu saja aku tidak merasa repot. Tunggu sebentar ya, Yuki-chan...” Saki mengundurkan diri dari mereka untuk pergi ke dapur. Dalam perjalanannya ke dapur, dia melihat Shou mendekat ke arahnya. Shou ikut masuk ke dalam counter bar, mencium Saki sebelum ikut bersamanya ke dapur.

“oh, jadi dia, pacar Saki yang dulu dia bicarakan. Dokter tampan lulusan Todai yang juga seniornya dulu...” Yuki baru sadar.

“ya, mereka serasi, bukan? Shou juga bisa memasak, dia sering membantu Saki di dapur.” Kata Rena. “selagi menunggu Saki, kau mau meminum sesuatu? Aku bisa meracik minuman yang cocok untukmu...”

“yang klasik saja, Rena... aku sedang tidak ingin bereksperimen yang aneh-aneh malam ini...” kata Yuki.

Rena mengerti. Dia mengambil sebuah gelas kaca model kuno, bentuk dasar gelas itu adalah kotak. Gelas itu tinggi, dan biasanya digunakan untuk meminum Bourbon. Rena menuangkan 28 ml Jack Daniel’s (dan dia menakarnya persis 28 ml, tidak lebih dan tidak kurang), lalu menambahkan Schnapps rasa apel, soda murni, dan campuran asam yang terbuat dari campuran air, gula, jus jeruk nipis, dan jus lemon. Tidak lupa dia menambahkan es dan mengaduknya dengan penuh perasaan.

“ini dia... Applejack...” Rena menyajikan minuman berwarna cokelat kemerahan itu di depan Yuki. “selamat menikmati...”

Applejack... entah ini kebetulan atau apa, Yuki teringat kalau minuman ini adalah kesukaan ibunya. Ibunya sangat menyukai cocktail apapun dengan rasa apel di dalamnya. Salah satunya adalah Applejack ini. Yuki juga ingat sewaktu ulang tahunnya yang ke-18 ibunya membawa Yuki ke sebuah bar elit langganannya di pusat kota, merayakan ulang tahun Yuki dengan memesan cocktail pertama Yuki, yaitu Applejack ini.

Dia masih ingat senyuman sang ibu yang memberikan ucapan selamat ulang tahun sambil membawa strawberry cake dengan lilin angka 18 ke kamar Yuki. Yuki yang baru bangun dari tidurnya merasa sangat bahagia dan sambil mengucapkan permohonannya dalam hati, dia meniup lilin-lilin itu.

“ibu...” panggil Yuki di dalam hatinya. “dimana kau sekarang?”

Yuki tenggelam ke dalam lamunannya sendiri sampai dia tidak lagi memperhatikan teman-teman dan saudara barunya sedang bercanda dan bersenang-senang di sebelahnya. Mereka tidak menyadari Yuki sedang terdiam, menahan air matanya lagi, sama sekali tidak menyentuh gelas Applejack yang hanya dia pegang.

“hei, Rena! Aku juga memesan minuman untuk Ruki-chan! Buatkan dia... Leprechaun Bomb!” kata Aoi pada Rena. Tepat setelah Aoi memesan, Ruki langsung menjitak kepala Aoi.

“kenapa harus Leprechaun Bomb lagi!?” seru Ruki. Dia benci minuman itu. Bukan karena komposisinya, tapi karena namanya. Aoi sering mengejek Ruki seperti Leprechaun, makhluk kurcaci dari mitos Irlandia yang sangat lincah, dan tidak pernah terlihat oleh para manusia. Menurut legenda, siapapun yang bisa melihat Leprechaun, akan mendapat keberuntungan atau bisa mencuri emas yang disimpan oleh makhluk kecil itu.

“entah, menurutku nama minuman itu sangat cocok untukmu...” Aoi tersenyum tanpa dosa sambil meminum Bourbon murni yang baru saja dia pesan juga.

“sayang, lebih baik sebutkan saja pesananmu sekarang sebelum Rena benar-benar membuatnya.” Kata Andy. Dia duduk di sebelah Kai, mengambil sebatang rokok milik sahabatnya yang masih ada di atas counter. Dia menyalakannya dengan korek zipponya sendiri.

“bagaimana menurutmu, Kai-kun?” tanya Andy tiba-tiba sambil menghisap rokoknya. Andy termasuk perokok berat, dia bisa menghabiskan 2 bungkus sehari kalau dia mau.

“tentang apa?” tanya Kai. Dia sedang menikmati segelas Margarita di dalam gelas coupe.

“dia.” Andy menunjuk Yuki dengan kepalanya. “dia cantik, bukan? Bisa kuamati kau sedang tertarik dengannya.”

“haha... sejak kapan kau menjadi ahli soal percintaan, An?” Kai tertawa sarkastik. “kalau kau bertanya dia cantik atau tidak, aku akan menjawab ya. Dia memang cantik.”

“mengaku saja, Kai. Dia tipemu. Kau sadar tidak kalau wajahnya memiliki kemiripan dari pamanku? Dia wanita tercantik disini, Kai.” Andy mendesak Kai lebih jauh agar pria ini mengaku.

“Andrea, kalaupun aku menyukainya, apakah dia akan melihatku? Kelihatannya dia malah sedang terpesona dengan Akito...” Kai memasang ekspresi jengkel di wajahnya.

“aah... kau baru saja mengaku kalau kau minder dan cemburu dengan Akito...” Andy tersenyum penuh kemenangan.

“ah, sudahlah...” Kai malas membahas masalah ini lebih lanjut bersama Andy.

“kalian sadar tidak pembicaraan kalian bisa didengar Emily dengan pendengarannya yang tajam itu?” Caz memotong mereka. “seharusnya dia bereaksi atau semacamnya, tapi... dia kelihatan seperti tidak mendengarnya sama sekali...”

Setelah Caz selesai berkata, entah Yuki benar-benar mendengar pembicaraan mereka atau kebetulan saja, Yuki tiba-tiba berdiri dari duduknya, menghampiri mereka.

“ng... maaf... rasanya aku sedang tidak ingin berpesta lagi. Boleh aku permisi?” Yuki memberikan senyuman tidak enak kepada mereka.

“kenapa, Em? Pesta kan baru saja dimulai?” Caz sedikit kecewa.

“tidak, tidak ada apa-apa, aku hanya lelah, seharian ini banyak sekali kejadian aneh. Aku membutuhkan waktu untuk berpikir...” Yuki mencoba untuk terlihat baik-baik saja. setelah berpamitan dengan Aoi dan lainnya juga, dia pergi menuju lift.

“hei, temani dia.” Andy menyikut pinggang Kai. “kau kan pendampingnya. Setidaknya jadilah temannya untuk mengobrol.”

Kai menyadari kalau dia masih mempunyai kewajiban menjaga wanita itu langsung berdiri mengikuti Yuki. Yuki yang baru masuk ke dalam lift, terpaku sejenak karena bingung dia akan pergi ke lantai berapa, sedikit terkejut ketika melihat Kai ikut masuk ke lift dengan terburu-buru.

“memangnya anda tahu akan pergi kemana? Aku kan belum memberitahu anda kode-kode keamanan untuk lift ini.” Kata Kai.

Yuki menepuk dahinya. Dia baru teringat. Hampir seluruh lantai gedung ini memiliki kode keamanan untuk menuju kesana melalui lift, dan dia belum mendapatkan kodenya.

“bawa aku ke tempat yang tenang, Kai...” Yuki meminta.

Lalu Kai menekan tombol yang membawa mereka ke lantai puncak gedung markas. Begitu mereka sampai, yang mereka temukan hanyalah kesunyian dari atap gedung markas yang sangat tinggi ini.

Atap gedung tidak mempunyai cahaya penerangan sehingga hanya cahaya bulan sajalah yang menjadi petunjuk mereka untuk melangkah. Tepat di tengah-tengah atap gedung, terdapat sebuah landasan helikopter. Helikopter milik PF terbang dari markas melalui landasan ini untuk menjalankan misi. Tapi helikopter saat ini tidak terlihat karena sedang tidak dibutuhkan.

Angin malam yang sangat kencang menerpa tubuh Yuki dan Kai. Yuki menghirup udara malam yang dingin itu dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Berkali-kali dia melakukannya agar dia bisa menenangkan diri. Akhirnya dia bisa lepas dari keramaian.

“bukannya aku tidak menyukai mereka semua. Sungguh, aku sangat menghargai mereka dan entah kenapa di dalam diriku aku sudah menganggap kau dan mereka seperti saudaraku. Tapi...” Yuki berusaha menjelaskan agar Kai tidak salah paham.

“aku mengerti. Banyak yang anda lalui selama seharian ini. Anda butuh waktu dan ketenangan untuk mencerna semuanya... mereka pasti juga mengerti.” Kai sudah lebih dulu paham.

“terima kasih sudah menemaniku disini, Kai. Karena, aku tidak akan tahu apa yang akan kulakukan kalau aku disini sendirian. Mungkin aku akan meloncat dari atap ini.” Yuki berjalan ke ujung atap. Dia berdiri persis disana, melihat ke bawah seakan-akan dia menantang dirinya sendiri untuk terjun ke tanah.

“kalau itu bisa membuat anda puas, lakukan saja.” Kai mempersilakan.

“memangnya aku tidak akan mati seperti kalian?” tanya Yuki. Matanya masih terus menatap ke bawah.

“anda mungkin akan terluka cukup parah. Tapi anda tidak akan mati.” Jawab Kai. “dan saran dariku...” Kai membuat Yuki duduk di ujung atap dengan kaki menjuntai ke bawah. Menurut Yuki, duduk seperti ini terasa jauh lebih menantang dan mengerikan daripada berdiri seperti tadi. Karena mereka tidak akan tahu kapan mereka akan jatuh, mereka tidak akan tahu kapan setan dan hawa nafsu melintasi mereka dan mendorong mereka untuk terjun, menggantungkan kaki mereka di ketinggian yang seperti tiada akhir ini membuat Yuki berpikir apakah dia akan meneruskan niatnya untuk terjun atau tidak.

“Applejack...” Yuki mulai bicara. “minuman yang tadi disajikan Rena untukku, adalah minuman kesukaan ibuku...” Yuki melihat pemandangan yang disajikan juga oleh atap gedung ini. Cahaya-cahaya lampu dari gedung-gedung yang bertebaran di kota Tokyo terlihat dari kejauhan. Cahaya warna warni yang nyaris mengalahkan cahaya bintang-bintang di langit malam.

Kai diam saja, tidak tahu harus berkata apa untuk menanggapi cerita singkat namun menjelaskan semuanya dari Yuki itu. Ragu-ragu, dia melirik ke tangan kiri Yuki yang bersandar di bibir atap, lalu meraihnya lalu menggenggamnya dengan erat. Tangan itu terasa dingin sekali, tangan yang sudah lama tidak ia sentuh.

“semuanya akan baik-baik saja, Emily-sama. Aku berjanji...”

“kenapa tidak aku saja?” Kai mendengar sebuah isakan tertahan dari Yuki. “kalau mereka memang mengincarku, kenapa mereka tidak membunuhku saat aku sendirian di kampus atau di jalanan? Kau mengawasiku, bukan? Mungkin kau tahu kalau mereka yang ada di kampus mengejekku. Mereka takut padaku, mereka membenciku dan seluruh gosip yang mereka sebarkan tentangku...” Yuki tidak sanggup meneruskan. “maksudku, kenapa dia tidak membunuhku disaat itu? Kau tahulah, membuat mereka merasa senang. Dan mungkin rasanya dibunuh seperti itu rasanya tidak akan sesakit seperti yang mereka lakukan padaku.”

“dia ingin mempermainkan anda, Emily-sama. Siapapun dia, aku yakin dia seorang pembunuh keji berdarah dingin, dia tidak mempunyai rasa kasihan, penyesalan, dan hati. Dia ingin membunuh anda perlahan-lahan. Pertama, dia mengambil Hiroshi-sama. Kedua, Nara-san. Lalu anda. Dia ingin membuat anda terguncang sehingga anda tidak berkonsentrasi memimpin klan ini dan setelah dirasanya tepat, dia akan membunuh anda.” Kai menjelaskan modus si pembunuh.

“ibuku tidak tahu apa-apa... dia tidak pantas mati, Kai...” air mata Yuki akhirnya meledak. “dia waktu itu ada di dalam pelukanku. Dia masih bisa diselamatkan...”

“maaf, Emily-sama. Tapi dilihat dari luka beliau yang kulihat sekilas, dia sudah bertahan seperti itu cukup lama. kalaupun dia dibawa ke rumah sakit, dia sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi...” Kai membeberkan faktanya, fakta yang membuat Yuki menangis lebih kencang.

“aku tidak tahu harus berterima kasih atau membencimu karena telah membawaku pergi dari sana, Kai... maaf...” kata Yuki di sela isakannya.

“tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan tugasku. Tugasku memang terkadang menyebalkan, anda bisa menghajarku sampai anda puas kalau mau.” Jawab Kai. “tidak ada yang benar di dalam masalah ini. Anda tidak harus menilai apakah yang akan anda lakukan atau putuskan benar atau salah. Kalau sudah menyangkut soal nyawa dan keselamatan, tidak ada benar atau salah. Yang ada hanyalah, bagaimana caranya kita bisa bertahan. Dan itulah yang sedang kita lakukan sekarang.”

Mendengar itu, Yuki terdiam sesaat. Apa yang dikatakan Kai benar. Tidak ada yang benar atau salah. Tidak ada kesempatan kedua, dan tidak ada kata ‘seandainya’. Seandainya Yuki bertahan lebih lama, seandainya Yuki pulang lebih cepat dari kampus, dan lain sebagainya. Semua itu tidak ada. Sudah ada yang mengatur semua ini, yaitu si pembunuh. Dia tahu kapan saat Yuki mulai merasa rapuh, dia tahu kapan Yuki menjadi kuat, dia tahu segalanya tentang Yuki, dia mempelajari semuanya.

Dan apa yang dilakukan PF hanyalah kewajiban dan kesetiaan mereka pada ayahnya, yaitu melindungi Yuki. mereka tidak pernah menginginkan kematian Nara. Mereka tahu kematian Nara adalah sebuah kegagalan. Tapi mereka menyelamatkan apa yang tersisa dan menjadi kewajiban utama mereka, yaitu Yuki. Yuki akan merasa sangat bodoh kalau dia menyalahkan PF karena PF telah melakukan kewajibannya semaksimal mungkin.

Kalau dia memutuskan untuk benar-benar meloncat dari atap gedung ini, dia hanya akan menambah kesulitan PF yang telah bersusah payah melindunginya, dan membuat si pembunuh merasa senang karena apa yang diinginkannya dari Yuki telah menjadi kenyataan.

“Kai...” setelah tangisannya mereda, Yuki memanggil pria yang tetap setia menunggu di sebelahnya. “aku boleh bertanya sesuatu?”

“silahkan, Emily-sama...”

“bisakah kau bercerita tentang ayahku?”

“bisa saja. tapi kurasa lebih baik aku menunjukkannya, daripada menceritakannya...” Kai menarik kakinya dan berdiri. Dia ikut menarik tangan Yuki untuk membuat gadis itu berdiri.

“maksudnya?” Yuki tidak mengerti.

Tapi Kai tidak terlalu mengindahkan pertanyaan Yuki dan malah berkata, “namun sebelum kita bertemu dengannya, aku ingin anda menghapus air mata itu. Beliau pasti tidak ingin melihat anda bersedih seperti ini...”

Kai mengangkat tangannya, mengusap sisa air mata Yuki di wajah cantiknya. Sejenak Yuki bisa merasakan kehangatan dan kelembutan dari pria berdarah dingin ini...

 ---

Kai membawa Yuki ke lantai 7, lantai tempat para anggota inti PF tinggal. Lantai ini hanya mempunyai lorong panjang yang memiliki pintu-pintu besi baja otomatis yang hanya bisa dibuka dengan kode. Di balik pintu-pintu itu adalah kamar luas lengkap dengan kamar mandi, kloset, dan lainnya. Seperti apartemen elit saja.

Mereka terus menyusuri lorong yang disinari lampu kuning itu sampai ujungnya. Di ujung lorong adalah sebuah pintu yang sama seperti yang lain. Kai meminta Yuki menunggu sebentar di depan pintu itu. Dia menekan kode kunci di mesin keamanan di sebelah pintu tersebut.

“kode untuk memasuki kamar ini adalah tanggal ulang tahun anda, Emily-sama...” ujar Kai selagi pintu kamar itu terbuka lebar.

“ini kamar ayahku?” Yuki bertanya setelah dia memasuki kamar itu. Kamar yang sangat luas ini berwarna biru gelap sebagai warna dindingnya. Lantainya berupa porcelain putih bersih. Seluruh perabotannya berwarna sama dengan lantainya, tempat tidur putih dengan sprei yang senada, lemari pakaian yang masih menyimpan pakaian-pakaian milik Hiroshi, sebuah sofa panjang yang empuk dengan meja dan perapian di seberang ruangan, meja rias, dan pintu di sudut kamar menuju kamar mandi. Kamar ini terlihat sederhana sekali, tidak seperti kamar seorang pemimpin besar berhati dingin yang Yuki bayangkan.

Kai mengambil remote pengendali kamar dari nightstand sebelah tempat tidur untuk menyalakan perapian. Setelah perapian menyala, mata Yuki menangkap sebuah foto potret berukuran besar digantung di atas perapian. Foto seorang pria mengenakan pakaian kebesarannya, di foto itu dia sedang duduk di ruang direktur, di kursi hitam kayunya yang memiliki sandaran tinggi dan elegan. Sangat cocok dengan pakaian kebesarannya yang serba hitam itu.

Kemeja yang dilapisi waistcoat itu dihiasi sebuah puff tie dengan peniti berdetail sebuah mutiara hitam yang mengkilat, celana khaki panjang dan sepatu kulit berujung lancip, dan sebagai pelengkap, dia memakai jas berkerah tinggi sepanjang mata kaki yang mengilap dan sebuah cincin kebesaran yang berukiran mawar hitam tersemat di jari tangannya yang dibalut oleh sepasang sarung tangan.

Pria di lukisan itu sangat tampan, rambutnya seperti warna madu panjangnya mencapai kerah, sedikit mengembang dan berkilau, dengan poni yang sedikit menutupi mata kirinya. pandangan matanya sangat menusuk dan tajam. Yuki memang sudah pernah melihat beberapa orang disini memiliki pandangan mata seperti itu, tapi tidak se’menyakitkan’ dan mendalam seperti yang dimiliki pria ini. Matanya yang berujung tajam dan bola matanya seperti mutiara hitam itu sama seperti milik Yuki dan  kulitnya putih pucat bagaikan porcelain. Ekspresi wajahnya terlihat dingin dan berkuasa, sikap tubuhnya sangat memperlihatkan kalau dirinya adalah pria yang sangat terhormat dan berilmu.

“dan yang ada di foto itu adalah ayahku, Hiroshi Maeda?” Yuki menunjuk potrait foto berbingkai emas itu.

“ya. Dia sengaja memasang fotonya disana agar suatu hari nanti, saat anda mengunjungi kamar ini, anda akan melihatnya...” Kai berdiri di sebelah Yuki yang masih terus menatap foto itu.

“aku... memiliki matanya...” Yuki berkata lirih. Yuki serasa melihat matanya sendiri ketika memperhatikan mata ayahnya baik-baik.

“dulu beliau pernah bercerita padaku kakeknya adalah orang Inggris, makanya dia memiliki wajah bule itu.” Kai bercerita.

Dari sisi sifat, Hiroshi adalah pria yang selalu bertutur kata baik pada orang-orang yang tidak berdosa, namuan kata-katanya akan terasa sangat tajam seperti belati yang menusuk jantung bagi siapapun yang memusuhinya. Dia pemimpin yang adil dan bertangan besi, tidak takut menghakimi siapapun yang bermain kotor di belakangnya. Membuat semua orang segan dan takut padanya. Bahkan para anggota PF nyaris saja menganggap lelucon surat peninggalan Hiroshi yang berkata kalau dia menyerahkan dirinya pada seseorang. Hal itu sangat mustahil dilakukan Hiroshi yang pantang menyerah. Dan mereka langsung percaya kalau surat itu sungguh-sungguh setelah mereka mengetahui siapa Yuki.

“dia dulunya seorang ilmuwan aneh yang sering menyendiri di laboraturiumnya. Dan yang bisa membuatnya benar-benar keluar dari lab dan mempunyai kehidupan hanyalah... Nara-san...” Kai melanjutkan ceritanya.

Nara Akibara dulunya adalah teman masa kecil Hiroshi Maeda. Mereka tidak sengaja bertemu di acara alumni SMP mereka. Hiroshi yang hadir dalam waktu tidak lama tanpa sengaja menangkap sosok Nara yang dulunya juga sama aneh sepertinya. Dan kini Nara berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik, bagaikan kupu-kupu yang baru keluar dari kepompongnya. Nara menyapa Hiroshi dan mereka berbincang-bincang sejenak. Setelah itu, mereka menjadi dekat. Nara yang tahu kalau Hiroshi memiliki laboraturium pribadi di rumahnya sering mengunjungi Hiroshi saat dia bekerja, membawakan makanan atau sesekali mengajaknya pergi keluar rumah, menikmati suasana romantis di restoran Perancis kesukaan Nara.

Mereka masih terus berhubungan sampai mereka saling mencintai. Perasaan mereka terhadap satu sama lain terkuak tepat setelah virus Stirpes tercipta oleh tangan Hiroshi sendiri. Hiroshi yang sewaktu itu sudah berubah menjadi seorang vampir, mendatangi rumah Nara dan menyatakan perasaannya. Bertanya apakah Nara masih tetap berada di sampingnya walaupun Hiroshi sudah berubah menjadi seorang monster. Dan Nara menjawab ya dan tidak. Ya untuk dia tetap mencintai Hiroshi dan tidak untuk tidak meninggalkannya.

Selama beberapa tahun mereka berhubungan, Nara merasa tidak tega kalau hanya diri Hiroshi yang berubah menjadi vampir dan mengonsumsi darah binatang, dia mendesak Hiroshi untuk melelang virusnya dan menyebarkannya ke atmosfer agar semua orang sama sepertinya. Menyebabkan perang darah dan revolusi terjadi. Hiroshi pun merasa bersalah pada dunia. Ditambah lagi, dia baru mengetahui kalau Nara sedang mengandung bayinya, yaitu Yuki. Khawatir dengan masa depan dunia dan calon bayinya, dia membangun organisasi besar ini, dengan harapan dia bisa mengendalikan dan mengurangi kekacauan yang disebabkan benturan dari 2 bangsa yang hidup berdampingan, manusia dan vampir.

Sayangnya, Nara sama sekali tidak menerima keputusan Hiroshi tentang organisasi itu. Dia tahu, suaminya akan terjun ke dalam dunia gelap kalau dia meneruskannya. Nara yang berasal dari keluarga baik-baik dan terbiasa hidup dalam damai, tidak ingin bayinya tumbuh dan besar di lingkungan yang jahat, dia pergi dari kehidupan Hiroshi setelah Nara melahirkan Yuki.

Hiroshi merasa terpukul karena kehilangan wanita yang dicintainya juga putrinya yang hanya sekali dia lihat saat dia menjenguk Nara di rumah sakit, terpaksa membiarkan mereka berdua pergi. Hiroshi meminta anak-anak buahnya untuk menjaga dan mengawasi mereka dari jauh. Salah satu dari anak buahnya yang diperintah olehnya itu adalah Kai.

Kini Yuki mengerti apa arti dari rasa bersalah yang diceritakan ibunya beberapa hari sebelum kematiannya, betapa dia berusaha mati-matian menyangkal kalau Yuki adalah manusia biasa, bukan campuran vampir. Nama Nara Akibara tidak pernah disebutkan di dalam sejarah revolusi dan sejarah PF atas keinginan Hiroshi. Maka dari itu, tidak ada yang mengetahui ‘peran’ besar Nara di dalam sejarah revolusi yang mendunia ini.

Yuki tertawa pahit, sedikit menertawakan kisah cinta orang tuanya yang menyebabkan perang darah dan revolusi terjadi, merasa kagum dan mulai mencintai ayahnya setelah mendengar pengorbanan apa saja yang telah ia lakukan hanya untuk keselamatannya dan ibunya, dia masih menyayangi Yuki dan ibunya, meskipun dia sudah mati.

“menurutku kisah cinta mereka benar-benar melebihi kisah Romeo dan Juliet...” Kai mencoba mencairkan suasana dengan sedikit bercanda.

“ya... kurasa aku tahu kenapa ibuku tidak memanggil bantuan saat dia sekarat, padahal dia bisa meraih telepon yang tepat berada di nightstand sebelah tempat tidur untuk meminta bantuan.” Yuki menyadari satu hal.

“ya, beliau merasa bersalah pada Hiroshi-sama dan ingin menebus kesalahannya, mencari jiwa Hiroshi-sama yang sudah ada di dunia sana untuk meminta maaf.” Sambung Kai.

“dan kita yang masih hidup harus membuat mereka tenang dengan mencari pembunuh mereka dan merobek-robek setiap jengkal tubuhnya.” Kata Yuki dengan yakin. “Kai, izinkan aku bergabung ke dalam penyelidikanmu untuk kasus 2 pembunuhan keji ini.”

Kai tersenyum dan menatap kedua mata Yuki yang tadinya memancarkan kesedihan sekarang terlihat membara. Ekspresi mata itu sangat tidak asing bagi Kai, karena dia pernah melihatnya dulu sekali. “kami akan merasa sangat senang dan terhormat bila anda bergabung ke dalam tim kami.” Kai menaruh tangan kanannya di dada kirinya dan membungkuk memberi hormat. “tapi ada satu syarat untuk anda...”

“apa itu?” tanya Yuki.

“anda dilarang menggunakan nama Yuki Akibara lagi. Nama itu tidak boleh terekspos saat anda menyelidiki kasus ini atau sedang terlibat dalam urusan organisasi. Nama anda sekarang adalah Yuki Maeda, atau mereka yang berada di luar organisasi ini menyebut anda Emily-sama...”

 ---

2 Agustus 2026

Akhirnya mereka menyelamatkan pemimpin sejati organisasi PF. Disaat yang bersamaan, sang pembunuh bisa semakin menjadi untuk menangkap dan membunuh sang pemimpin. Mengapa banyak sekali yang mengincar para keturunan pemimpin besar itu? Alasannya adalah karena kelebihan mereka yang tidak dipunyai oleh vampir biasa. Membuat organisasi PF menjadi sebuah organisasi yang paling ditakuti dan diagungkan di dunia. Berikut kelebihan-kelebihan para yang bisa kutemukan sejauh ini:
- Memiliki kekuatan dan kecepatan yang sangat luar biasa

- Vampir yang lain mempunyai mata berwarna kuning, sedangkan sang pemimpin memiliki mata seperti mutiara hitam

- Mereka bisa mengonsumsi darah binatang tanpa menderita kesakitan seperti vampir yang lain

- Mereka bisa menggunakan pengaruh hipnotis (namun kekuatan ini akan sangat menguras tenaga kalau mereka menggunakannya)

- Memiliki penampilan fisik paling sempurna di dunia, membuat siapapun yang bisa menjadi partner mereka akan menjadi orang yang sangat beruntung

- Berkarisma tinggi. Setiap tutur katanya mengundang simpati dan perhatian, setiap kata-kata tajamnya membuat diri orang yang dituju merasa seperti ditusuk dengan belati tertajam tepat ke jantungnya, setiap bisikan dan godaan dari mulutnya akan merangsang hawa nafsu dan gairah.

- Tidak akan merasakan sedikit pun goresan walaupun mereka jatuh dari ketinggian lebih dari 10 lantai


Walaupun  begitu, mereka tetap bisa dibunuh dengan cara yang sama seperti para vampir yang lain, yaitu kepala mereka harus dipenggal untuk kemudian dibakar sampai menjadi abu.

Fujita Akane
--- 

NB:
Mit navn er Erica Nielsen: namaku Erica Nielsen
og mit navn er Margarethe Nielsen: dan namaku Margarethe Nielsen
det er godt at se dig igen: nice to see you again! Senang berjumpa denganmu lagi!
jeg har ikke noget imod det: I have nothing against it.(atau kalau yang dimaksud sama Kai artinya “aku sama sekali tidak mempunyai pendapat apapun yang bersifat negatif tentang bahasa Denmark”)

No comments:

Post a Comment