Quotes

Writing is not like dancing or modeling; it’s not something where – if you missed it by age 19 – you’re finished. It’s never too late. Your writing will only get better as you get older and wiser - Elizabeth Gilbert

If you write something beautiful and important, and the right person somehow discovers it, they will clear room for you on the bookshelves of the world – at any age. At least try - Elizabeth Gilbert

I never promised the universe that I would write brilliantly; I only promised the universe that I would write. So I put my head down and sweated through it, as per my vows - Elizabeth Gilbert

I believe that – if you are serious about a life of writing, or indeed about any creative form of expression – that you should take on this work like a holy calling - Elizabeth Gilbert

The most beautiful things are those that madness prompts and reason writes - Andre Gide

I always start writing with a clean piece of paper and a dirty mind - Patrick Dennis

It is for this, partly, that I write. How can I know what I think unless I see what I write? - Erica Jong

When I say "work" I only mean writing. everything else is just odd jobs - Margaret Laurence

Writing is a way of talking without being interrupted - Jules Renard

When writing a novel a writer should create living people; people not characters. A character is a caricature - Ernest Hemingway

If writing is honest it cannot be separated from the man who wrote it - Tennessee Williams

I can shake off everything if I write; my sorrows disappear, my courage is reborn - Anne Frank

Anybody can write three-volume novel. it merely requires a complete ignorance of both life and literature - Oscar Wilde

Friday, December 2, 2011

New World (3)

3

Saat Yuki terbangun, ia mendapati dirinya sudah berada di atas tempat tidur kamarnya, mengenakan piyama tidurnya yang entah siapa yang telah memakaikannya. Yuki tidak tahu berapa lama dia tidak sadarkan diri. Yang terakhir dia ingat adalah dia berada di kelasnya, mengikuti mata kuliah seperti biasanya. Lalu rasa lapar yang aneh itu datang menyerangnya, karena dia tidak bisa memakan sesuatu, dia langsung merasa gelap.

“sudah bangun kau rupanya, sayang...” Yuki melihat ibunya masuk ke dalam kamar.

“apa yang terjadi padaku, ibu? Kenapa aku bisa ada disini? Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?” tanya Yuki. Nara tahu, Yuki sudah siap memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.

Ibunya hanya tersenyum lembut dan duduk di sisi tempat tidurnya. “kau sudah tidur selama 2 hari, Yuki...” ibunya membelai rambut Yuki dengan penuh sayang.

“oh ya? Sekarang sudah jam berapa?” Yuki mencari-cari penunjuk waktu.

“kau bangun tepat saat jam makan siang.” Jawab Nara. “dan kemarin lusa aku mendapat telepon dari kampus yang mengatakan kau menyerang seorang mahasiswi yang duduk di bangku sebelahmu saat di kelas dan kau langsung tidak sadarkan diri.”

“aku? Menyerang? Siapa? Tidak sadarkan diri?” Yuki sama sekali tidak mengerti.

“ibu tidak tahu. Mereka berkata kau berubah menjadi aneh dan kau begitu saja menyerang gadis itu. Katakan padaku, Yuki. Apa gadis itu pernah menyakitimu atau pernah membuat masalah padamu? Mereka pikir, kau menjadi seperti itu karena kau mempunyai masalah dengannya.”

Yuki berusaha untuk mengingat-ingat siapa gadis yang duduk di sebelahnya. Ketika dia ingat wajahnya, dia lupa namanya. Yang dia tahu hanyalah, gadis itu mengenakan kemeja, rok span selutut bahan polyester warna pink dan high heels 3 cm sebagai alas kakinya.

“aku tidak ingat siapa namanya. Aku baru melihatnya ada di kelas kemarin...” Yuki berusaha bangkit dari posisi tidurnya. Saat dia sudah bisa duduk, dia merasakan pusing yang sangat hebat. Dia sampai mengurut dahinya sendiri untuk mengurangi rasa sakitnya.

“dokter berkata kalau kau mengalami anemia. Bagaimana bisa, Yuki?” Nara meminta penjelasan yang masuk akal dari anaknya.

“ibu... bagaimana aku bisa menjelaskan kenapa aku bisa menderita penyakit itu kalau aku sendiri sama sekali tidak bisa mengingat apa yang terjadi 2 hari yang lalu?” Yuki menuntut Nara untuk melanjutkan lagi ceritanya.

“saat kau ‘tidak sadarkan diri’...” Nara sengaja mengganti kata-katanya karena dia tidak tega menggunakan kata ‘liar’ atau ‘kerasukan’ di depan puterinya sendiri. “seorang pemuda misterius tahu-tahu menolongmu. Mereka yang ada disana tidak tahu apa yang pemuda itu lakukan padamu sehingga kau bisa langsung diam dan tidak sadarkan diri.”

Yuki mengangkat alisnya. “pemuda? Siapa? Apa dia orang yang kukenal di kampus?”

“entahlah, nak... teman-temanmu sendiri saja tidak tahu siapa dia. Mereka beranggapan kalau dia hanyalah anak pindahan yang baru masuk hari itu. Tapi penampilannya misterius sekali...” Nara mengerutkan dahinya.

“memangnya penampilannya seperti apa?”

Nara mencoba mengingat-ingat apa yang dikatakan dewan kampus saat mereka menjelaskan kejadian itu. “pemuda itu berpenampilan serba hitam dari atas sampai bawah. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas karena terhalang oleh rambutnya. Bahkan saat dewan berusaha mencarinya untuk dimintai keterangan, pemuda itu tidak muncul sama sekali...”

“lalu, setelah aku pingsan karena ditolong oleh pemuda itu, apa yang mereka lakukan?” Yuki mulai curiga. Siapa pemuda yang menolongnya kemarin? Kenapa tidak ada satupun mahasiswa atau mahasiswi yang tahu siapa dia? Bagaimana bisa pemuda itu masuk ke dalam kelasnya begitu saja tanpa sedikit pun membuat orang lain curiga?

“pemuda itu menyerahkan sisanya pada teman-temanmu. Dia berkata kalau kau sakit dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Setelah itu, dia menghilang begitu saja.” jawab Nara. “sayang sekali ibu tidak bisa bertemu dengannya. Padahal ibu sangat ingin berterima kasih pada pemuda itu. Dia telah menolong satu-satunya harta paling berharga yang aku miliki di dunia ini...”

Yuki heran, “ibu tidak menganggap usaha ibu yang sukses itu sebagai harta paling berharga bagi ibu?”

Ayolah, Nara fashion adalah satu-satunya yang bisa membuat perhatian Nara terhadap puterinya teralihkan. Ibunya saja pernah meninggalkan Yuki begitu saja ditemani nenek Yuki di rumah karena ibunya pergi ke Paris selama beberapa minggu hanya demi menghadiri undangan-undangan dari para perancang terkenal disana.

“kenapa kau berkata seperti itu, sayang?” Nara menggeser duduknya agar bisa lebih dekat dengan Yuki. “apa yang ibu lakukan di luar sana hanyalah untuk memperbaiki diri ibu sendiri. Ibu ingin membuat diri ibu dan dirimu bahagia...”

“memperbaiki diri? Apa maksudnya?” Yuki semakin tidak mengerti dengan ibunya beberapa hari ini.

“ibu telah melakukan banyak kesalahan di masa lalu, Yuki. Tapi ibu tidak pernah menyesalinya. Karena kesalahan itulah ibu bisa memilikimu. Dan disaat yang sama, ibu juga ingin memperbaiki kesalahan itu. Caranya adalah dengan menjadi apa yang ibu inginkan selama hidup ibu. Yaitu menjadi seorang desainer...” mata ibunya berkaca-kaca.

“maksud ibu, kesalahan yang ibu perbuat itu menyangkut soal ayahku?” Yuki menebak. Dan dia merasa tebakannya tepat karena mata yang berkaca-kaca itu kini mengeluarkan air mata. Ibunya langsung memeluknya dengan erat.

“ibu nyaris kehilangan dirimu waktu itu, anakku...” ibunya terisak di pundaknya. “untung saja ibu tahu bahaya apa yang menanti saat itu...”

“bahaya apa, ibu? Tolong jangan buat aku bingung seperti ini...”

Ibunya tidak menjawab pertanyaan Yuki dan berkata, “saat ibu mendapat telepon dari kampus kalau kau pingsan dan dokter hanya bisa memberimu transfusi darah waktu itu, ibu lemas sekali, sayang... karena ibu tidak tahu kapan kau akan membuka matamu. Saat kau tidur, kau benar-benar terlihat tenang sekali, seakan-akan kau tidak ingin kembali dari mimpimu. Maafkan ibu, nak... ibu hanya tidak ingin kehilanganmu lagi...”

Sekarang Yuki sadar kalau saat ini bukanlah saat yang tepat untuk Yuki bertanya yang macam-macam, walaupun dia sendiri sudah menyimpan ribuan pertanyaan dari beberapa kata yang ibunya ucapkan tadi. Dia membelai rambut sang ibu dan menenangkannya. “sudah, ibu... maaf aku sudah membuatmu khawatir... aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku berjanji...”

“ibu tahu, nak... ibu tahu...” jawab ibunya dengan penuh rasa kelegaan di dalam hatinya. Dia pun melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya. Berusaha untuk kembali terlihat baik-baik saja. “nah, sekarang, kau harus makan siang. Ibu sudah belanja persediaan makanan untuk 2 minggu agar kau bisa makan sepuasmu di rumah. Kampus memberimu cuti selama seminggu agar kau bisa memulihkan diri...”

Yuki tersenyum dan mengikuti ibunya keluar kamar. Setidaknya dia tidak harus berjalan keluar rumah dan kembali diikuti oleh pria aneh yang ia lihat kemarin lusa di kafe. Dan Yuki sendiri mempunyai firasat yang aneh namun kuat, kalau ibunya mungkin tahu atau kenal siapa pria yang membuntutinya waktu itu...

 ---


Selama masa libur, Yuki hanya menghabiskan waktunya di rumah. Dia bangun pukul 8 pagi, menghabiskan 4 mangkuk sereal dan 2 tangkup roti keju. Siangnya, dia habiskan waktunya di kamar mengerjakan tugas-tugas kuliah dengan 2 toples kue-kue kering sebagai camilannya. Dua toples itu langsung habis bersamaan saat dia sudah selesai mengerjakan tugasnya saat hari sudah menjelang malam.

Di hari kelimanya ini, dia sedang berkutat di depan laptopnya. Mengerjakan tugas makalah yang harus dipresentasikan di depan kelas minggu depan. Dia sudah mencapai halaman ke-8 ketika toplesnya yang berisi biskuit cokelat favoritnya isinya tinggal setengah. Dia menaruh toplesnya itu persis tepat di sebelah laptopnya yang ada di atas meja belajarnya.

Dia berhenti sejenak untuk istirahat dan mencari inspirasi baru untuk makalahnya. Dia menyadarkan punggungnya di sandaran kursi dengan kepalanya menghadap langit-langit kamar.

Tapi bukannya mencari inspirasi untuk makalah, tanpa sengaja dia malah menjadi memikirkan pria misterius yang dia lihat di kafe shop dan pemuda yang telah menolongnya di kelas sekitar seminggu yang lalu. Siapa mereka? Apa mereka orang yang sama atau berbeda?

Sambil berpikir, dia meraih bungkus rokok Marlboro Rednya dari dalam laci meja juga korek zippo biru miliknya. Saat dia menyulut rokok yang sudah ada di bibirnya itu dengan api, pikirannya menerawang.

Apa yang dimaksudkan pria itu dengan membutuhkannya?

Kalau seandainya dia benar-benar hanya mengalami anemia, kenapa dia bisa tertidur selama 2 hari lebih?

Dua hari yang lalu dia bertingkah seperti setan, tapi kenapa ibunya tidak membawanya ke psikiater atau semacamnya karena takut anaknya berubah menjadi gila? Kenapa dia malah terlihat biasa-biasa saja seakan-akan Yuki tidak pernah mengalami hal itu bahkan sampai menangis meracau tidak ingin kehilangan Yuki?

Siapa pemuda misterius yang telah menolongnya? Apa yang dilakukan olehnya pada diri Yuki?

Yuki terus menghisap rokoknya dalam diam, dia sekarang menjadi tidak tertarik lagi untuk mengerjakan makalahnya. Kalau ibunya yang sedang berada di ruang kerja di sebelah kamarnya tiba-tiba membuka pintu kamarnya dan menemukan dirinya dalam keadaan seperti ini, hanya mengenakan tank top putih dan celana pendek saja, dengan kedua kaki yang diangkat ke atas kursi dan rokok di tangan, ibunya pasti akan marah-marah lagi.

Maka dari itu, dia segera menurunkan kakinya dan mematikan api rokoknya ke atas asbak keramik hitam di ujung meja. Dia berdiri dari duduknya, berjalan menuju jendela kamarnya yang tertutup tirai hitam itu. Dengan perlahan-lahan dan sedikit takut, dia membuka sedikit tirainya untuk mengintip keluar.

Saat dia mengintip keluar, dia mengamati luar kamarnya. Kamarnya tidak mempunyai teras. Di bawah kamarnya hanya atap dengan genting untuk melindungi bagian teras samping rumah agar tidak terkena hujan dan panas. Jendela kamarnya juga tidak mencolok dari luar rumah.

Lalu dia memperhatikan kunci jendelanya, memastikan kalau kunci itu masih terkunci rapat seperti saat dia terakhir menguncinya beberapa bulan yang lalu.

Tapi ternyata tidak. Kunci jendelanya terbuka. Dan seseorang bisa masuk dengan mudah hanya dengan menarik sedikit jendelanya. Dengan wajah datar dan tanpa perasaan terkejut atau takut sedikit pun, dia mengunci jendelanya.


Kecurigaannya semakin kuat. Firasatnya benar. Ada seseorang yang pernah masuk ke kamarnya...


Malam harinya, dia makan malam bersama ibunya di ruang makan. Ibunya memasak masakan kesukaan Yuki dengan porsi yang banyak sekali. Chicken teriyaki terhidang di atas mangkuk berukuran besar, salad buah dan sayuran tersedia di piring mereka masing-masing beserta nasi mereka, roti buatan ibu Yuki sendiri ada di dalam mangkuk porselain putih di tengah-tengah meja. Segelas jus apel dan air mineral sebagai teman makan mereka.

Karena ibu Yuki dulu menghabiskan waktunya di luar negeri cukup lama, mereka jadi jarang makan dengan sumpit. Yuki mengambil sendok dan garpunya dari sebelah piringnya dan memakan makanan bagiannya yang sudah ia ambil banyak-banyak karena dia kembali merasakan rasa lapar itu lagi. Dia memakannya dengan lahap.

“bagaimana kabarmu hari ini?” tanya Nara sambil mengambil potongan buah semangka yang merupakan bagian dari salad dengan garpunya.

“baik-baik saja. hanya mengerjakan tugas dan...” Yuki hendak menceritakan tentang jendela kamarnya yang janggal itu. Tapi dia menduga ibunya pasti akan menganggapnya mengada-ada lagi padahal faktanya ibunya sedang menyembunyikan sesuatu darinya, ia menggantinya dengan meneruskan, “makan banyak seperti biasanya...”

Nara tersenyum tipis. “menurut dokter, hal itu normal untukmu yang baru berusia 21 tahun. Apalagi kau juga ikut karate. Tubuhmu sedang beradaptasi...”

Yuki hanya menanggapi kebohongan putih ibunya itu dengan senyuman yang sama. Walaupun rasanya dia ingin sekali mengorek apapun yang ibunya sembunyikan, dia tidak sanggup untuk melakukannya. Karena dia tidak ingin menyakiti ibunya dengan menyuruh ibunya membuka kembali rahasia itu.

Rahasia itu membuat ibunya terluka dan nyaris membuat Yuki menjadi gila. Apapun rahasianya, pasti hal itu sangat mempengaruhi sikap ibunya saat ini. Ibunya sampai melakukan apapun agar dia bisa melupakan masa lalunya yang tidak pernah dia ceritakan pada Yuki.

Rahasia itu pasti menyangkut tentang ayahnya. Itulah kesimpulan pertama Yuki.

Yuki tidak pernah bertemu ayahnya seumur hidupnya. Atau mungkin pernah, tapi Yuki tidak pernah mengingatnya. Tapi bagaimana caranya dia bisa menemukan ayahnya kalau ibu Yuki sendiri saja tidak pernah ingin membahasnya? Yuki bahkan tidak tahu dimana pria itu tinggal, apa pekerjaannya, dan bagaimana kehidupannya.

Kalau hal ini dihubungkan ke penguntit yang mengikutinya dan masuk ke kamarnya, begitu juga dengan pria yang Yuki lihat di kafe dan pemuda yang menyelamatkannya, maka semua hal itu akan menjadi masuk akal.

Ayahnya adalah seorang yang berbahaya...

Tapi Yuki masih belum tahu kenapa ibunya berkata kalau dia tidak ingin kehilangan Yuki untuk kedua kalinya? Memangnya dulu ada kejadian apa sampai ibunya terlihat kalau dulu dia sangat berjuang untuk mempertahankan Yuki?

“ibu...” panggil Yuki dengan nada pelan dan sopan. “aku ingin bertanya...”

“bertanya apa, sayangku?”

“hanya penasaran saja, tadi siang ibu berkata kalau ibu tidak ingin kehilanganku lagi. Apa maksudnya? Apa aku pernah sakit parah atau koma sebelumnya? Sewaktu aku kecil, tentu saja. karena sekarang aku tidak ingat.” Karena terlalu gugup bertanya, Yuki sampai tidak memakan makanannya sendiri, walaupun rasa laparnya masih belum terpuaskan. Dia hanya memainkan chicken teriyakinya dengan garpu yang dia genggam.

“kau dulu pernah sakit parah, Yuki...” jawab Nara. “kau adalah putri kesayanganku satu-satunya dan ibu tidak akan pernah bisa menerima kalau aku harus kehilangan dirimu. Seperti yang kubilang, kau adalah harta yang paling berharga yang kumiliki, sayang...”

“memangnya dulu aku...” kali ini nada Yuki terdengar ragu dan suaranya nyaris tidak terdengar. “sakit apa? Kenapa aku tidak ingat sama sekali? Apa itu ada hubungannya dengan keadaan tubuhku yang aneh ini?” Yuki menunjuk piring makannya sendiri.

“kurasa tidak... kau hanya sakit demam biasa. Dulu saat kau masih kecil adalah saat-saat yang rawan karena masa revolusi...”

Masa revolusi yang dimaksud adalah masa dimana ketika bangsa vampir mulai muncul dan mulai merubah dunia.

“oh...” Yuki tahu dia tidak akan mendapatkan jawaban yang jujur dari ibunya sendiri.

“masih ada yang ingin kau tanyakan, sayangku? Ayo dimakan chicken teriyakinya...” Nara mengambil gelas air mineralnya untuk dia teguk.

“tidak, tidak... aku hanya penasaran saja. baiklah akan kumakan...” Yuki berpura-pura kembali bersemangat dengan menyantap teriyakinya lagi terburu-buru.

Tampaknya Nara percaya saja dengan akting Yuki karena dia tertawa geli melihatnya, “Yuki, kalau besok kau tidak ada tugas lagi, bagaimana kalau kau ikut ibu besok?” ajak Nara.

“boleh saja. kemana?” tanya Yuki dengan penuh makanan di mulutnya.

“ada pemotretan untuk memperkenalkan rancangan terbaru Nara untuk musim berikutnya di studio dekat butik kita. Mereka membutuhkan ibu untuk menentukan rancangan mana yang akan dikenakan oleh para model.” Kata Nara.

“kenapa ibu mengajakku?” Yuki mengangkat alisnya. “maksudku, aku bisa saja merusak sesuatu disana. Ibu tahu kan, aku bukan tipe gadis yang cocok dengan hal-hal seperti itu...”

“karena ibu tidak ingin meninggalkanmu sendirian di rumah. Juga, ibu ingin kau menemani ibu selama pemotretan. Ibu sudah berkenalan dengan 2 model yang akan menjadi model pemotretan itu lewat telepon. Mereka orang-orang yang ramah. Ibu sarankan kau berkenalan dengan mereka.”

Yuki tertawa sendiri. Membayangkan dirinya yang berpenampilan seperti ‘tunawisma’ mengobrol atau nongkrong dengan para wanita berkaki jenjang, bertubuh langsing, mengenakan high heels setinggi 15 cm atau lebih, dan yang lebih penting, mempunyai nafsu makan yang jauh lebih normal daripada Yuki. Lucu sekali.

“ibu tidak suka senyuman bodoh itu, Yuki. Ibu tahu apa yang ada di dalam pikiranmu...” ibunya menyadarinya.

“oh... haha... ketahuan, ya... bukan begitu, ibu. Hanya saja, pasti akan menjadi agak aneh kalau aku yang bukan model bergabung dengan mereka.”

“sudah kubilang mereka orang yang baik, Yuki... dan saat aku menceritakan mereka tentang dirimu, mereka langsung tertarik padamu. Mereka ingin sekali mengobrol denganmu. Ayolah, Yuki... ibu tahu kalau di kampus kau tidak mempunyai banyak teman, dan ibu tidak ingin kau terlalu lama mengurung dirimu di dalam kamarmu.” Bujuk Nara.

Yuki menghela nafas pelan dan akhirnya mengalah, “baiklah... tapi ibu harus memberiku banyak kue saat berada disana...”

“baiklah. Besok kau harus siap jam 8 pagi. Ibu tidak ingin kita terlambat sampai disana.” Ibunya memberi pesan.

 ---

Selesai makan malam, Yuki kembali lagi ke kamarnya untuk beristirahat. Tapi kali ini, dia kembali ke kamarnya tidak dengan tangan kosong. Dia membawa sebuah pisau dapur berukuran sedang di tangan kanannya. Tentu saja dia membawa pisau itu diam-diam, luput dari pandangan ibunya yang tadi langsung masuk ke kamar setelah meminta Yuki mencuci piring dengan dishwasher.

Siapapun dia, kalau dia datang lagi malam ini, aku sudah siap, kata Yuki dalam hati sambil menaruh pisau itu di nightstand sebelah tempat tidurnya. Yuki tidak takut, sama sekali tidak. Entah kenapa baginya hal seperti ini malah terasa seru bukannya menakutkan atau membuat dirinya menjadi paranoid seperti kebanyakan orang kalau sedang dikuntit.

Sudah hampir seminggu ini Yuki tidak merasakan kedatangan orang itu lagi. Tapi gantinya, dia malah bermimpi hal yang aneh. Sebuah mimpi yang sangat nyata yang mampu membuatnya bangun dalam keadaan terengah-engah. Yuki masih bingung apakah sebaiknya dia menyambungkan mimpi ini ke dalam kenyataan yang membingungkan dia saat ini.

Yuki adalah orang yang realistis. Dia tidak terlalu percaya pada mimpi dan lebih menganggap mimpi hanyalah bunga tidur atau bagian dari memori-memori kehidupan yang diputar ulang secara tanpa sadar seperti sebuah film.

Tapi tidak ada salahnya untuk diingat-ingat lagi, agar bisa cepat tidur, pikir Yuki. Seorang pria berjas putih seperti layaknya jas seorang dokter, jeritan dan tangisan yang pilu, rasa sakit yang terasa sangat nyata disebabkan oleh benda tajam yang masuk ke dalam tubuhnya, suara tembakan yang beruntun, dan sebuah tatapan yang tajam yang menatap dengan dingin ke arahnya.

Sepasang mata kuning yang berkilat...

Yuki jadi ingin tahu, dia pernah membaca buku fiksi apa sampai dia pernah memimpikan hal-hal aneh dan tidak masuk akal seperti ini...

 ---

25 Juli 2026

Terjadi sebuah kasus pembunuhan yang aneh di sebuah pusat hiburan di daerah Roppongi. Seorang mayat gadis yang usianya 24 tahun ditemukan dalam keadaan mengenaskan di bagian belakang sebuah klub. Pakaian yang dikenakan mayat masih pakaian sama yang dikenakan almarhum saat dia terakhir terlihat pada 3 hari yang lalu, ketika teman-temannya berpisah dengannya dari stasiun sepulang dari kantor.

Polisi memperkirakan kalau pembunuhan ini dilakukan oleh seorang vampir yang kehausan darah karena ditemukan bekas gigitan di lehernya. Maka dari itu, salah satu anggota klan Piosa Fola yang bergerak di bidang investigasi ikut serta dalam penyelidikan ini, dibantu oleh beberapa temannya.

Alasan kenapa aku mencatat kasus penemuan mayat korban dari para vampir yang sudah menjadi hal lumrah di jaman sekarang karena hasil visum yang ditemukan dari mayat korban itu, yang membuat para polisi bahkan anggota klan vampir terbesar di dunia itu kebingungan.

Karena hampir tidak ditemukannya darah setetes pun dari dalam tubuh korban...


Fujita Akane

No comments:

Post a Comment