Quotes

Writing is not like dancing or modeling; it’s not something where – if you missed it by age 19 – you’re finished. It’s never too late. Your writing will only get better as you get older and wiser - Elizabeth Gilbert

If you write something beautiful and important, and the right person somehow discovers it, they will clear room for you on the bookshelves of the world – at any age. At least try - Elizabeth Gilbert

I never promised the universe that I would write brilliantly; I only promised the universe that I would write. So I put my head down and sweated through it, as per my vows - Elizabeth Gilbert

I believe that – if you are serious about a life of writing, or indeed about any creative form of expression – that you should take on this work like a holy calling - Elizabeth Gilbert

The most beautiful things are those that madness prompts and reason writes - Andre Gide

I always start writing with a clean piece of paper and a dirty mind - Patrick Dennis

It is for this, partly, that I write. How can I know what I think unless I see what I write? - Erica Jong

When I say "work" I only mean writing. everything else is just odd jobs - Margaret Laurence

Writing is a way of talking without being interrupted - Jules Renard

When writing a novel a writer should create living people; people not characters. A character is a caricature - Ernest Hemingway

If writing is honest it cannot be separated from the man who wrote it - Tennessee Williams

I can shake off everything if I write; my sorrows disappear, my courage is reborn - Anne Frank

Anybody can write three-volume novel. it merely requires a complete ignorance of both life and literature - Oscar Wilde

Friday, December 2, 2011

New World (10)

10

“kau sebaiknya memberi kami alasan bagus untuk mengganggu perburuan kami di Aokigahara, Akito-kun.” Kata Ruki kesal saat dia masuk ke ruang direktur bersama Andy. Tubuh Ruki memang tidak sebesar lainnya, tetapi kekuatan dan hasrat untuk bertarung selalu membara di dalamnya. Dia juga termasuk orang yang belum bisa mengontrol emosinya, terutama disaat ada orang yang mengganggu kesenangannya seperti yang Akito lakukan sekarang.

Di sisi lain, Akito sudah biasa dan tahu betul reaksi apa yang akan diperlihatkan oleh Ruki padanya. Membuatnya hanya duduk tenang di kursi direktur, seolah tidak ada apa-apa. Namun pandangan matanya tajam dan serius, nanar mata itu terlihat jelas di balik poni rambut hitam panjangnya yang rapi. Di belakangnya berdiri Emily, pandangan matanya tidak jauh berbeda dari Akito.

Dari pandangan mata menusuk itu, Andy yang berada di samping Ruki langsung tahu kalau Akito mempunyai masalah serius untuk dibicarakan. Dibanding Ruki yang masih menahan emosi, Andy bertanya dengan nada yang lebih tenang, “ada apa, Akito-kun?”

“Damian tidak pernah melarang kalian menjual senjata kepada siapapun asalkan pembeli kalian bukanlah orang di bawah umur.” Akito memulai pembicaraan. “tapi sekarang aku menjadi tertarik pada salah satu pembeli kalian kali ini.”

“maksudmu? Apa yang telah dia lakukan?” tanya Andy lagi.

“senjata yang dia beli dari kalian...” Emily menjawab. “dia gunakan untuk membunuh ibuku. Kalian bisa mengerti bukan alasan mengapa kami memanggil kalian?”

“Emily, kami tidak tahu kalau pembunuh itu menggunakan senjata dari kami untuk melakukan perbuatan keji itu.” Andy menjadi tidak enak hati. Dia lalu mendekati Emily dan memeluk sepupunya. “maaf. Kalau seandainya kami tahu, kami pasti akan menolak uang darinya mentah-mentah dan langsung membunuhnya disaat itu juga.”

“aku tahu, An...” Emily membalas pelukan hangat itu. “tidak apa-apa...”

Saat melihat Andy yang sedang menenangkan Emily, Ruki menjadi lebih mengerti situasinya sekarang. “baiklah, Akito. Kalau soal itu, apa yang bisa kubantu?”

“aku ingin melihat databasemu untuk bisa mengetahui siapa pembeli peluru ini. Aku dan Emily sudah membuat profilenya selagi menunggu kedatangan kalian. Hasilnya adalah, pembeli itu seorang vampir, berusia 20-40 tahun, mungkin bergabung ke dalam sebuah klan vampir elit, mempunyai atau pernah mempunyai hubungan dengan Damian. Mungkin itu bisa memudahkan pencarian kalian.” Akito memberikan kantong barang bukti berisi peluru yang bermasalah itu.

Tanpa perlu mengeluarkan peluru itu dari kantong, Ruki bisa membaca nomor seri yang tertera di bagian bawah peluru berjenis lead itu. kemudian dia berkata, “Akito, aku tahu betul peluru ini. ini ada di salah satu daftar peluru yang hilang saat transaksi...”

Andy pun turut melihat peluru itu dan ia teringat sesuatu. “kau ingat tidak kejadian 3 bulan yang lalu? Duel senjata itu... di sebuah gedung rumah sakit terlantar di prefektur Kanagawa...”

Ruki tidak mungkin melupakannya. Kejadian itu telah membuatnya kehilangan barang dagangannya, salah satunya adalah peluru yang dimaksud. “aku hafal betul isi manifes yang dikirimkan dari pabrik senjata kepadaku untuk dibeli oleh si brengsek itu. peluru ini salah satunya.”

“selain peluru ini apa saja yang ia beli? Dan bagaimana bisa kalian kehilangan barang dagangan kalian sementara kalian adalah salah satu gun-runner terbaik di dunia?” desak Akito. Dia ingin tahu masalah ini lebih lanjut.

“lebih baik kuceritakan lebih lengkap lagi, Akito...” dan Ruki pun memulai ceritanya.

 ---

Saat itu jam 1 pagi ketika mereka tiba di sebuah gedung rumah sakit terlantar di prefektur Kanagawa untuk mulai transaksi. Ruki dan Andy memasuki halaman gedung bekas rumah sakit radiologi yang katanya terkenal angker itu dengan mobil sport BMW hitam mereka, disusul oleh Aoi dan Caz yang menaiki Nissan Skyline kesayangan Caz di belakang.

Reruntuhan rumah sakit ini selalu dijauhi oleh para manusia penakut dan hampir tidak pernah dijamah oleh siapapun. Cat gedung besar ini sudah memudar, seluruh kaca jendelanya pecah bahkan tidak ada, banyak coretan grafitti dan mural tersebar di dinding-dinding rumah sakit. Coretan-coretan itu tentunya menorehkan kata-kata yang tidak pantas untuk disebutkan, dan semakin menambah suasana angker dari tempat itu saja.

Namun bagi para vampir, apalagi vampir mafia seperti keempat orang ini, tempat ini cocok untuk bertransaksi tanpa diganggu dan... sebagai medan perang.

“kata orang-orang tempat ini seram. Aku tidak bisa melihat dimana bagian seramnya.” Komentar Andy saat turun dari mobil. “tempat ini cocok sekali untuk bermain.”

“yeah, siapa tahu kau bisa bertemu Freddy Krueger disini, sayang...” canda Ruki menyebutkan salah satu tokoh seram dari film lama yang pernah mereka berdua tonton.

“ayolah, kau percaya dengan tokoh menyedihkan itu?” timpal Aoi.

“tapi dia cukup menyeramkan. Dia menghantuimu di dalam mimpi-mimpimu lalu membunuhmu perlahan-lahan...” Andy menggerakkan seluruh jari tangannya seakan-akan jarinya setajam milik Freddy ke arah Aoi.

“hah, bagaimana dia bisa menghantui kita dengan cara kuno itu kalau kita sendiri tidak pernah tidur?” kata Caz dengan nada meremehkan setelah dia ikut keluar dari mobil.

“aku tahu mengajakmu akan sangat merusak suasana, Aoi...” Ruki memasang wajah datar.

“hey...” Aoi malah tersenyum lepas. “kudengar pembelimu itu juga pembeli narkoba terbesar di Jepang. Kau pikir aku akan melepaskan kesempatanku untuk berbisnis juga?”

“terserahlah. Tapi kalau transaksiku kacau karena sikap konyolmu, aku akan membuat hidupmu menderita selama 10 tahun, Aoi...” ancam Ruki.

“Ruki, menyembunyikan seluruh stock majalah Playboy milikku dan menahan pengirimannya ke ruanganku tidak akan menghentikanku untuk terus menjahilimu.” Aoi menepuk kepala Ruki berkali-kali dan tertawa.

“tapi aku tidak keberatan. Aku akan membantumu, Ruki-kun.” Caz menimpali. Aoi langsung memberikan tatapan tidak percaya ke arah Caz. Caz sendiri hanya mengangkat bahunya tanpa merasa bersalah.

“ngomong-ngomong, dimana pembeli kita sekarang? Bukankah seharusnya dia sudah datang?” Andy melihat jam tangan yang jarum jamnya bisa menyala di dalam gelap seperti kondisi tempat gedung ini.

“kalau dia tidak datang sampai 30 menit ke depan, aku pulang. Aku ingin menikmati bloodwine lagi sampai mabuk...” Ruki memutuskan. “toh barang yang dia inginkan juga diminati oleh orang banyak. Aku tidak akan rugi.”

“nampaknya barang itu akan menjadi miliknya malam ini...” kata Aoi. Matanya memandang ke arah pintu gerbang rumah sakit yang baru saja dimasuki oleh mobil van hitam monoton yang dikendarai oleh seorang pria. Pria itu terlihat sendirian saja.

“apa? Van? Kau pasti bercanda...” ejek Aoi. Arti dari istilah ‘riding in style’ sangat sakral baginya. Saat si pembawa van membosankan itu turun dari mobilnya, Aoi jadi kehilangan selera untuk menjalin hubungan bisnis dengannya.

Pria itu adalah seorang vampir paruh baya mengenakan setelan dan berkacamata hitam, tingginya sama pendeknya seperti Ruki menurut Aoi. Pria itu membawa tas kotak hitam. Sebagai pihak penjual, Ruki jelas tahu isi dari kotak itu.

Tanpa bicara sepatah kata, si pria membuka kotak itu dan memperlihatkan isinya di depan keempat vampir yang menjadi lawan transaksinya. Uang tunai berjumlah 3 juta yen sesuai perjanjian.

“hoo... aku baru tahu kau bisa menerima cash, Ruki-chan...” kata Aoi menyindir ketika melihat uang itu.

Setelah dirasa cukup, pria itu menutup kembali kotaknya. Lagi-lagi, tanpa mengatakan apapun, Ruki sudah tahu apa yang diinginkan pria itu. Ruki beranjak ke bagasi mobilnya. Dia membuka pintu bagasi itu untuk mengeluarkan tas besar berisi apa yang si pria inginkan. Seperti yang si pria lakukan sebelumnya, Ruki memperlihatkan isi tas itu di depannya. Sebagai tanda mereka sudah memenuhi syarat masing-masing.

Mereka langsung bertukar secara cepat. Aoi mengamati transaksi itu secara cermat. Karena kecermatannya itulah, dia menemukan kejanggalan dari sikap si pria tersebut. Pria itu tersenyum, namun senyumannya bukanlah senyuman biasa.

Sekilas seorang Aoi memang bukanlah tipe orang yang serius dan peka, tetapi dia jauh berbeda dari itu. Dia mempunyai kemampuan membaca wajah dan sikap seseorang. Kemampuan itu didapatkannya secara otodidak. Kemampuannya itulah yang membuatnya sadar senyuman yang nyaris tidak terlihat itu adalah... sebuah senyum penghinaan. Seakan pria itu berkata bahwa Ruki dan lainnya mudah sekali dibodohi.

Caz ikut menyadari apa yang dirasakan Aoi setelah kekasihnya itu menyikut pinggangnya. Caz langsung waspada. Dia mengamati sekitar gedung rumah sakit berdasarkan insting yang sudah sangat lama dianut olehnya, membunuh-atau-dibunuh.

“apa maksud dari senyuman itu, pria pendek?” kata Aoi dengan nada sama menghina pada pria itu. “apa kau menyembunyikan sesuatu dari kami? Kau tahu, sangat tidak dewasa sekali kalau kau memang benar merencanakan sesuatu di dalam pikiranmu.”

Senyum penghinaan itu semakin terlihat jelas. Diiringi oleh teriakan kesal Ruki yang melihat uangnya di dalam koper, “sial! Uang ini palsu! Apa maksudnya ini, hah!?” Ruki langsung membuang koper hitam itu ke sembarang arah dan mengeluarkan senjata apinya. Andy pun juga mengeluarkan pistol Ruger LCP 380 miliknya. Mereka mengacungkannya ke arah pria yang juga mengacungkan pistol ke arah mereka.

Disaat yang sama juga, Caz melihat sebuah titik laser hijau yang berasal dari puncak atap rumah sakit dibidikkan ke kepala Ruki oleh seorang penembak jitu disana. “RUKI! AWAS!” Caz langsung mendorong Ruki untuk tiarap saat sang penembak jitu memuntahkan timah panasnya. Ketika Ruki terjerembab di tanah dalam keadaan kaget karena raungan sniper itu terdengar sangat jelas di telinganya.

Andy sendiri turut menembakkan pelurunya ke arah pria pendek yang kini langsung membawa tas mereka dengan cepat sebelum bisa mereka cegah. Pria itu masuk ke dalam van yang mesinnya masih menyala, dia langsung menancap gasnya.

“jangan coba-coba untuk kabur!” seru Caz. Dia berlari cepat menyusul van itu, berkat kecepatannya dan kekuatan melompatnya yang sangat bagus, dia bisa menaiki atap van itu dalam waktu singkat saat van itu sudah sampai di ujung gerbang rumah sakit.

Sementara itu, Ruki, Andy dan Aoi menghadapi si penembak jitu yang sedari tadi sudah berkali-kali menembakkan pelurunya ke arah mereka. Lalu tanpa mereka duga, keluarlah sekelompok pria berbaju hitam bersenjata sub machine gun dilengkapi alat night vision di mata mereka. dalam hitungan detik, mereka sudah mengepung ketiga vampir dari klan elit tersebut.

“mereka semua manusia...” Aoi bisa mengenali bau mereka. “dan tidak ada yang kita kenal...”

“hah, memangnya aku peduli!?” seru Ruki emosi sambil menembakkan senjatanya ke salah satu dari mereka sehingga orang itu lumpuh. “mereka sudah mengambil seluruh senjataku!”

Tembakan dari Ruki membuat para pasukan itu memuntahkan peluru-peluru mereka. peluru-peluru yang jumlahnya hampir ribuan itu berusaha membunuh ketiga vampir tersebut. Namun mereka tidak semudah itu untuk dibunuh. Dengan cepat, mereka langsung mengambil posisi tiarap. Mereka berhasil melewati kepungan pasukan itu secara gesit dan memutuskan untuk berlari ke dalam gedung untuk mencari perlindungan.

“dimana Caz!?” tanya Aoi ketika mereka berlari.

“dia mengejar orang yang membawa senjata kita!” jawab Andy.

“dasar pembeli sialan!” amuk Ruki ketika dia berhasil menemukan tempat aman, sebuah ruang operasi yang sudah sangat bobrok. Ruki menendang, memukul, dan membanting apapun yang ia lihat karena rasa amarahnya terhadap pembeli itu.

“Aoi! Hubungi markas, panggil bantuan!” Andy menyuruh Aoi. Tanpa diberitahu dua kali, Aoi langsung menghubungi markas dengan handphonenya.

“tunggu! Jangan panggil bantuan!” Ruki mengambil paksa handphone dari tangan Aoi dan memutuskan sambungan. Ruki tidak bisa menahan rasa malunya terhadap kegagalan transaksi ini kepada para anak buah di divisinya dan Akito yang menanti di markas. Dia harus bisa menangani kekacauan ini sendiri bersama kekasih dan kedua sahabatnya ini. ini kesalahan yang harus dia pertanggung jawabkan.

“kalau begitu, jagoan...” Aoi mencengkram kerah kemeja Ruki karena sudah menghalanginya. “apa kau punya rencana untuk menghadapi seluruh pasukan itu!? sebentar lagi mereka akan menemukan kita. Kau pikir senjata kita yang kecil ini mampu melawan ribuan peluru yang dimuntahkan sub machine gun mereka!?”

“ini kesalahanku, Aoi! Kau bisa melakukan apapun yang kau mau setelah kita lolos dari sini! Tapi aku ingin mengatasi ini sendiri sebelum kita memanggil bantuan!” balas Ruki mendorong pria berambut hitam itu.

“diam!” seru Andy menengahi mereka. “kalau Ruki berpikir kita bisa lolos dari sini sendirian, dia pasti mempunyai caranya!”

“baiklah. Aku bertaruh 100.000 yen padamu kalau kita berhasil lolos dari sini...” Aoi mendengus.

“aku tidak ikut taruhanmu, Aoi. Karena akhirnya akulah yang selalu membayar padamu.” Ruki menolak. “kita ke atap. Kita bunuh si penembak jitu yang tadi ingin mengambil kepalaku. Dan jangan ada satupun dari kalian yang boleh menyentuhnya. Dia milikku.” Ruki mulai memberitahukan strateginya.

“sisanya kita bisa akali para manusia itu di dalam kegelapan dengan senjata kita. Mereka memang banyak, tetapi mereka tidak akan bisa menyadari kedatangan kita di dalam kegelapan.” Andy menambahkan.

Mereka setuju. Para pasukan memang sudah mencari keberadaan mereka saat mereka berdebat di dalam ruang operasi tadi. Dengan senjata di tangan, mereka mulai mengendap-endap keluar. Berbekal penglihatan vampir mereka yang tajam dan sebuah senter kecil yang dibawa Aoi, mereka melintasi kegelapan.

Saat mereka berjalan, Andy sampai harus menutup hidungnya dengan tangan karena dia masih mencium bau obat-obatan aneh bercampur gas buatan alam. Setiap langkah mereka menimbulkan suara-suara aneh di sebagai tanda kalau lantai gedung ini sudah sangat rusak dimakan usia. Rumah sakit ini sungguh bobrok dan bisa runtuh kapan saja.

Namun Ruki dan Aoi nampaknya tidak terlalu peduli akan itu. mereka tetap terus berjalan sampai menemukan para pasukan itu berada di bagian yang dulunya merupakan aula rumah sakit. Letaknya berada di tengah-tengah gedung, tidak jauh dari lorong tempat mereka bersembunyi sekarang.

“baiklah. Berhubung mereka manusia, kita bisa mendapat bonus spesial. Mana yang kalian ingin makan lebih dulu?” Aoi menjilat ujung bibirnya karena mencium wangi darah yang lezat dari para pasukan.

“karena kau yang paling bersemangat disini, silakan saja...” Ruki memberikan kehormatan itu kepada Aoi.

“oh, tidak. Kurasa lebih baik Andy dulu. Ladies first...” Aoi memberikan isyarat pada Andy untuk maju.

“baiklah kalau begitu...” Andy mendesah.

Pasukan yang sekarang tersisa 6 orang itu kini berpencar. Kelompok pertama mencari di lantai dasar, kelompok kedua mencari di lantai 2, dan kelompok 3 ke lantai 3. Andy melihat ini sebagai kesempatan yang sangat bagus.

Ketika 2 orang dari kelompok pertama menyadari keberadaan Andy melalui penglihatan night vision mereka, mereka langsung mengangkat senjata untuk membunuh Andy. Namun Andy lebih cepat dari mereka. Andy melompat ke atas dan mendarat di belakang mereka. sebelum mereka bisa melakukan apapun lagi, wanita berbahaya itu sudah menusukkan taringnya, menghisap darah mereka berdua tanpa ampun.

Ketika 2 prajurit bayaran itu tumbang di depan Andy, Andy mengusap mulutnya yang berlumuran darah dengan tangan dan tersenyum mengejek. “itulah akibatnya kalau kalian ingin mencelakakan wanita tidak berdaya...”

Aoi dan Ruki keluar dari persembunyian setelah diberi isyarat aman dari Andy. Tanpa buang waktu lagi mereka menaiki tangga menuju lantai 2. Aoi menahan Ruki dan Andy di ujung tangga saat dia mencium bau manusia di lantai itu. Lantai 2 reruntuhan ini kondisinya lebih parah dari lantai dasar. Tidak hanya lebih gelap dan terasa angker, lantai ini terdiri dari lorong-lorong rumit yang memiliki banyak pintu menuju suatu ruangan. Aoi tidak takut mereka akan tersesat. Insting Ruki dan Andy dalam berburu sudah sangat tajam dengan latihan mereka di hutan-hutan berbagai wilayah Jepang, membuat mereka mudah berjalan dalam gelap dan mengetahui arah.

Kalau Ruki dan Andy bergantung pada insting perburuan mereka, Aoi bergantung pada penciumannya. Aoi merasa mungkin dia mendapatkan penciuman tajam ini karena terlalu sering menghisap obat-obatan terlarang miliknya sendiri, dia jadi bisa membedakan bau yang satu dan yang lainnya. Dia saja tadi nyaris mual saat mencium bau obat-obatan bercampur gas alam aneh dari gedung ini.

Sumber darah manusia yang dicium Aoi berasal dari 3 ruangan tidak jauh dari ia berdiri. Sambil mengacungkan senjatanya dan waspada, Aoi menelusuri lorong tanpa ujung itu pelan-pelan, berusaha tidak menimbulkan suara.

Begitu Aoi sampai di depan pintu tujuannya, ia sengaja menimbulkan suara untuk menarik perhatian 2 prajurit bagiannya. Sesuai dugaan, mereka langsung menoleh ke arah Aoi yang dengan gesit menembak mereka tepat sasaran di kepala.

“kurasa aku akan melewati mereka. golongan darah mereka bukan kesukaanku.” Kata Aoi setelah ia kembali ke Ruki dan Andy.

“ayo, kita ke lantai 3...” Ruki melangkah lebih dulu. Ada tangga berjarak 100 meter dari tangga menuju lantai 3. Mereka melalui tangga itu.

“apapun yang dulunya dilakukan oleh rumah sakit ini pasti adalah hal gila...” komentar Aoi. “aku tidak tahan baunya.”

“aku sempat membaca sedikit sejarah tentang rumah sakit ini. disini dulunya rumah sakit paling modern pada saat masa kejayaannya. Namun sayang, rumah sakit ini tiba-tiba berhenti beroperasional begitu saja tanpa alasan.” Andy sedikit bercerita.

“aku tidak akan kembali kesini lagi. Disini menyebalkan...” gerutu Ruki.

“katakan itu pada orang yang tadi ingin menembakmu, sayang...” kata Andy pada Ruki.

Sesampainya di lantai 3, mereka tidak menemukan apapun. Tidak ada bau manusia tercium disana. Di lantai 3 ini, kalau tidak ada cahaya senter milik Aoi, mereka pasti tidak akan bisa melihat satu sama lain lagi. Mereka bahkan tidak tahu apa yang ada 1 sentimeter di depan mereka. suasana sunyi senyap, tidak ada tanda-tanda kehidupan, bahkan seekor tikus pun mereka tidak menemukannya.

“sial, mereka menghilang.” Kata Aoi kesal. Tapi mereka tidak benar-benar menghilang bagi Ruki. Dia merasakan sesuatu yang berasal dari arah jam 3 mereka. begitu sesuatu itu hendak menyerang Aoi, Ruki mengeluarkan belati miliknya dari saku celana. Tanpa ragu, dia melemparkan belati itu ke arah sesuatu itu.

Dan sesuatu itu tumbang. Aoi memberikan tatapan terima kasih untuk Ruki sebelum dia menyorotkan senternya ke arah apapun yang jatuh tadi. Salah satu prajurit manusia yang tadi menyerang mereka sudah tewas di tanah dengan belati milik Ruki menancap di kepalanya.

Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara teriakan dari arah belakang Andy, yang dimana Ruki langsung melemparkan belati yang sudah kembali ke tangannya ke arah suara teriakan itu. sebelum mereka mendengar suara jatuh, terdengar suara tembakan sub machine gun sebanyak dua kali.

Pasukan kedua bagian Ruki sudah tewas karena tusukan belati di lehernya saat Aoi menyoroti mayat tersebut. Tanpa belas kasihan Ruki mencabut belati itu dan membawanya, tidak peduli darah segar masih menempel di belati dan menetes ke lantai.

“itu pelajaran karena sudah mengacungkan senjatamu di depanku.” Kata Ruki pada mayat prajurit yang terbaring.

“boleh juga, cebol...” Aoi memuji gerakan cepat Ruki. “lebih baik kita lekas temukan penembak jitu yang tadi ingin membunuhmu juga.”

“khusus untuknya akan kurobek wajahnya.” Kata Ruki sungguh-sungguh. Andy dan Aoi menanggapi sumpah Ruki dengan serius. Ruki merupakan salah satu anggota PF yang tidak akan pernah mengingkari setiap perkataannya.

“sekarang kita tinggal mencari jalan menuju atap rumah sakit ini.” Aoi menyorotkan senternya ke segala sudut, mencari tangga atau bekas lift yang dapat digunakan untuk pergi ke atas.

“lihat, disitu ada tangga” Andy menunjuk ke arah tangga di balik pintu suatu ruangan yang baru saja disorot Aoi. Mereka berjalan menuju ruangan itu. setelah sampai, mereka sadar ruangan itu adalah bekas tangga darurat.

“tunggu, biar aku naik lebih dulu.” Ruki mengambil langkah pertama menaiki tangga, kemudian disusul Andy dan Aoi di paling belakang. Langkah mereka cepat namun tidak terdengar saat menaiki seluruh anak tangga tersebut. Sebuah pintu kayu rusak yang terbuka menyambut mereka di ujung. Ketiga vampir mafia itu bisa merasakan angin malam yang masuk melalui pintu itu menerpa mereka.

Dengan sigap dan refleks Ruki kembali mengacungkan pistolnya ke segala arah di atap. Namun apa yang ia cari sudah tidak ada. Hanya ada kekosongan.

“brengsek, dia kabur.” Ruki meludah di tempat bekas si penembak jitu, kesal karena tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.

“kau bisa menangkapnya nanti, Ru.” Aoi menepuk pundak Ruki. “sekarang kita cari Caz. Aku tidak tahu hal gila apa yang akan dia lakukan pada van menyedihkan itu.”

 ---

“Caz tidak bisa melacak jejak van itu karena mobil brengsek itu membuangnya di jalan dalam keadaan terluka cukup parah akibat bertarung dengan vampir busuk yang membawa seluruh senjataku. Van yang tidak memiliki plat nomor itu kabur begitu saja tanpa jejak.” Ruki menutup ceritanya.

“dia orang yang kita cari...” kata Emily. “dia cocok dengan profil yang kita buat...”

“jadi karena rasa malumu, kau tidak melaporkan kejadian itu padaku? Sekarang kau mengerti akibatnya sekarang?” Akito menegur Ruki.

“Akito, kupikir dia hanya vampir brengsek yang ingin merampok senjataku dengan cara licik. Mungkin aku pernah membuatnya pusing di suatu tempat sehingga dia ingin membalas dendam.” Ruki menyesal.

“kalau dia hanya ingin mengerjaimu, tidak mungkin dia sampai memesan 3 buah shotgun Remington, 4 buah sub machine gun UMP45, 2 buah Glock handgun, peledak C-4, beberapa kotak amunisi, RPG juga pelurunya lalu membawanya pergi begitu saja tanpa membayar. Dia ingin mengajak kita berperang.” Kata Andy mematahkan pendapat Ruki.

“dia juga mengejek kalian...” Emily menimpali. Suara pelan Emily membuat seluruh mata memandangnya. “maksudku, dia berani sekali menembak Ruki dengan sniper padahal dia pasti tahu Ruki adalah salah satu ahli senjata terhebat.”

“mengingat senyum penghinaan yang dilihat Aoi darinya, aku tidak meragukan pendapatmu, Em...” Ruki setuju.

“dia menggunakan senjata dari kita sendiri untuk membunuh Nara Akibara. Ini benar-benar masalah serius.” Akito menggelengkan kepala.

“kurasa aku telah melanggar peraturan nomor 9.” Ruki menghela nafas. “kalau Damian masih hidup mungkin dia akan memingitku di markas.”

“jangan menyalahkan dirimu lagi, Ruki. Setidaknya kita mempunyai prediksi dia akan menggunakan senjata itu untuk apa.” Emily menghibur Ruki.

“ya, dan itu bukan prediksi bagus...” Ruki menggerutu.

Lalu mereka mendengar telepon di meja kerja Akito berdering dimana Akito langsung mengangkatnya. Siapapun lawan bicaranya di telepon, orang itu telah menyita perhatian Akito untuk ketiga temannya yang bersamanya sekarang. Air mukanya berubah menjadi sedikit marah dan tidak percaya.

“Em, kau harus ikut aku. Ruki, Andy, berikan perintah ke bagian keamanan markas untuk memperketat penjagaan dan tambah lagi lebih banyak personil berjaga di setiap akses keluar masuk gedung ini.” Akito memberikan perintah sangat jelas dan juga terdengar sangat mendesak setelah ia menutup telepon.

“apa?” Emily kaget. “memangnya kita akan kemana?”

Akito tidak menjawab. Dia berdiri dan menarik tangan Emily menuju lift tanpa mempedulikan tatapan bertanya-tanya dari Ruki dan Andy. “mereka sudah tahu kau ada disini...” ujar Akito dengan tatapan mata aneh, seperti dia ketakutan terhadap sesuatu.

No comments:

Post a Comment