Quotes

Writing is not like dancing or modeling; it’s not something where – if you missed it by age 19 – you’re finished. It’s never too late. Your writing will only get better as you get older and wiser - Elizabeth Gilbert

If you write something beautiful and important, and the right person somehow discovers it, they will clear room for you on the bookshelves of the world – at any age. At least try - Elizabeth Gilbert

I never promised the universe that I would write brilliantly; I only promised the universe that I would write. So I put my head down and sweated through it, as per my vows - Elizabeth Gilbert

I believe that – if you are serious about a life of writing, or indeed about any creative form of expression – that you should take on this work like a holy calling - Elizabeth Gilbert

The most beautiful things are those that madness prompts and reason writes - Andre Gide

I always start writing with a clean piece of paper and a dirty mind - Patrick Dennis

It is for this, partly, that I write. How can I know what I think unless I see what I write? - Erica Jong

When I say "work" I only mean writing. everything else is just odd jobs - Margaret Laurence

Writing is a way of talking without being interrupted - Jules Renard

When writing a novel a writer should create living people; people not characters. A character is a caricature - Ernest Hemingway

If writing is honest it cannot be separated from the man who wrote it - Tennessee Williams

I can shake off everything if I write; my sorrows disappear, my courage is reborn - Anne Frank

Anybody can write three-volume novel. it merely requires a complete ignorance of both life and literature - Oscar Wilde

Friday, December 2, 2011

New World (6)

6

Kepala Yuki terasa sangat pusing. Semuanya terlihat buram ketika ia membuka matanya perlahan-lahan, menyesuaikan diri dengan cahaya kuning yang mengitari kedua matanya.

“kau bisa mengikuti cahaya ini?” sebuah suara memintanya mengikuti cahaya berputar di sekitar matanya itu. Secara reflek, Yuki mengikutinya.

“bagus. Sekarang kau bisa melihat jariku dengan jelas? Berapa jari yang kuacungkan?” pemilik suara berat itu mengacungkan jarinya persis di depan mata Yuki.

“ngg... tiga?” Yuki menjawab tidak yakin, karena penglihatannya masih belum jelas. Matanya masih sangat terasa berat seperti ingin kembali menutup.

“bagus. Dan bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya pria yang wajahnya masih belum jelas di mata Yuki. Yang terlihat hanyalah rambut cokelatnya yang terang, mata kuningnya, dan pakaiannya. Dia mengenakan jas putih seperti layaknya jas seorang dokter.

“sudahlah, Shou. Dia hanya kubius, kau tidak usah memperlakukannya seolah dia pasien sekarat.” Sebuah suara yang berbeda terdengar jelas di telinga kiri Yuki. Suara yang tidak asing.

“tapi kau sudah menghajarnya tadi. Aku harus memeriksa kalau dia mempunyai luka atau cidera karena pertarungan kalian.” Suara pria yang tadi memeriksanya menjawab.

“aku... dimana...?” Yuki menyela mereka berdua. “siapa kalian?”

Suara Yuki yang masih lemas dan nyaris tidak terdengar itu berhasil membuat mereka berhenti berdebat. Keadaan hening itu dimanfaatkan Yuki untuk mengembalikan daya ingatnya. Dia dibius berat sampai dia lupa apa yang terakhir dia lakukan kalau dia tidak berusaha mengingatnya.

Dia tadi sedang bertarung dengan seseorang. Dia hampir mengalahkannya. Namun dia lengah, dan orang itu menundukkannya dan menusuknya dengan sesuatu yang tajam namun kecil. Setelah itu, dia tidak mempunyai kekuatan untuk melawan lagi dan gelap.

Dan apa yang menyebabkan mereka bertarung? Saat Yuki kembali mengingat lebih jauh, dia teringat simbahan darah dan tangisan. Sebuah suara lirih yang menyuruhnya untuk lari.

“woa!” dokter yang tadi memeriksa Yuki terkejut saat gadis yang diperiksanya tiba-tiba bangun dan menatap mereka dengan penuh rasa marah dan curiga.

“siapa kalian!?” seru Yuki. “kenapa aku bisa ada disini!?”

“tenang, Emily-sama. Harap tenang. Anda sudah aman...” perlahan-lahan dokter yang Yuki duga bernama Shou mendekatinya dan menepuk pundaknya.

“Emily? Siapa Emily?” Yuki bingung.

“anda berada di ruang periksa dan laboraturium markas PF, nona...” jawab Shou. “kau bisa mengingat apa yang terjadi padamu sebelum ini?”

“ya, ibuku dibunuh dan aku diserang oleh...” Yuki menoleh ke arah pria yang tadi menjadi berbicara. Pria itu sedang duduk di atas tempat tidur pasien yang dilapisi sprei putih tepat di samping tempat tidur Yuki. “dia.”

“aku tidak membunuh ibu anda, nona...” pria itu membela dirinya dengan sangat tenang.

“kau bohong.” Yuki langsung turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah pria itu. Yuki mencengkram kerah kemeja hitam yang dikenakannya. “kenapa kau membunuh ibuku, hah!?”

“sudah kubilang.” Pria itu melepaskan tangan Yuki dari kemeja Polonya itu. “aku tidak membunuhnya.”

“lalu kenapa tadi kau menyerangku!?”

“aku tidak berniat untuk menyerangmu. Aku hanya ingin membawamu pergi dari sana, tapi kau menolak dan melawan.” Pria itu hanya mengangkat pundaknya dan bersikap cuek.

“Kai, jangan bersikap menyebalkan. Dia meminta penjelasan darimu.” Shou memberi saran. “kalau labku ini sampai hancur karena kalian bertarung disini, aku akan membunuh kalian.”

“baiklah...” Kai mengalah. “seperti yang Shou bilang, kau berada di ruang periksa dan laboraturium markas PF. Aku membawamu pergi dari rumahmu karena keadaan disana berbahaya.”

“disana ada ibuku, bodoh! Dimana dia sekarang!? Apa yang kau lakukan terhadapnya!?” Yuki masih belum bisa meredakan emosinya.

“dia dibunuh oleh seseorang yang belum aku tahu siapa identitasnya, Emily-sama. Dan tugasku adalah melindungimu dari siapapun itu agar dia tidak membunuhmu juga. Jasad Nara Akibara sekarang ada di tangan kepolisian Tokyo, kami berjanji akan mengambil jasadnya kemari agar anda bisa melihatnya.” Kata-kata Kai barusan membuat Yuki sedikit tenang namun juga sedih.

“jadi ibuku... sudah meninggal?” raut wajah Yuki terlihat seperti tidak mempercayai laporan Kai. Tubuh Yuki kembali lemas dan dirinya terjatuh ke lantai.

“maafkan aku, Emily-sama... kami turut berduka cita...” kata Kai prihatin. Dia berlutut dan menghibur Yuki.

“ibu...” Yuki terisak walaupun air matanya tidak keluar. “maafkan aku... kalau seandainya aku tidak pergi, ibu pasti tidak akan seperti ini...”

Ingin rasanya Yuki untuk tidak mempercayai berita tadi. Tadi pagi ibunya masih terlihat sehat dan tetap tersenyum seperti biasanya. Membuatkan Yuki sarapan, memarahi Yuki yang menyusahkan, tetapi begitu saja memaafkan Yuki dan selalu peduli padanya. Namun dia juga teringat beberapa jam yang lalu ia menemukan ibunya pulang dalam keadaan sekarat di tempat tidurnya, sebuah luka tembak dari pistol tepat di perutnya. Lalu ibunya meninggal karena kehabisan darah.

“kalau bukan kau pembunuhnya, lalu siapa?” tanya Yuki pelan, nyaris tanpa suara. “siapa yang melakukan itu? Ibuku orang baik. Oke, dia memang pernah menjadi orang menyebalkan untuk beberapa orang, tapi dia bukan tipe yang pantas untuk dibunuh...”

“kami belum mengetahui siapa yang telah membunuhnya, Emily-sama. Salah satu anggota kami telah meluncur ke TKP untuk menyelidiki tentang itu. Dan maaf kalau aku mengatakan ini, tapi kurasa dia dibunuh bukan karena dirinya...” jawab Kai.

Yuki mendongak menatap Kai, pandangannya mengisyaratkan dia menginginkan jawaban dan maksudnya.

“dia dibunuh karena anda. Anda adalah aset berharga. Walau anda tidak sadar, anda telah menjadi incaran oleh beberapa orang berbahaya...”

“kenapa aku menjadi aset berharga? Kenapa aku diincar? Aku kan...” Yuki tidak meneruskan kata-katanya. Dia tahu betul dia bukan tipe orang yang berbahaya atau menyusahkan sampai ada orang lain yang menginginkan kematiannya. Dia memang brengsek, tapi tidak sebrengsek itu.

“untuk jawaban dari pertanyaan anda itu, lebih baik anda ikut aku...” Kai berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Yuki.

“aku akan dibawa kemana? Kau saja tidak menjelaskanku sekarang kita berada dimana.” Yuki menolak.

“sudah kubilang kita berada di ruang periksa dan laboraturium markas PF atau Piosa Fola, anda masih belum jelas?” Kai menaruh tangannya di pinggangnya. Yuki tidak menjawab sama sekali, tampaknya bukan itu jawaban yang diharapkan olehnya.

“kalau anda masih belum jelas, lebih baik ikut aku.” Kai membungkuk untuk menarik Yuki berdiri. “lagipula kalau anda terus duduk di lantai seperti itu anda terlihat seperti orang bodoh.”

“hey! Aku tidak bodoh!” Yuki protes. “kau yang tadi seenaknya membawaku pergi! Bagaimana bisa dengan mudahnya aku mengikutimu kalau kau sendiri saja tidak memperkenalkan dirimu?”

Kai berhenti menarik Yuki keluar dari lab dan berbalik melihatnya. “namaku Kai. Itu adalah code nameku. Dan dokter yang sedari tadi diam saja, mengamati kita berdua seperti orang idiot itu code namenya adalah Shou.” Kai menunjuk dokter yang tadi memeriksa Yuki, dia tadi hanya berdiri saja mengamati Kai dan Yuki bertengkar.

“salam kenal dan sungguh suatu kehormatan bisa bertemu putri dari Damian.” Shou membungkuk memberi hormat dengan sangat anggun di depan Yuki.

“siapa Damian?” Yuki mengerutkan dahinya.

“anda mengenalnya atau mungkin mengenalnya dengan nama Hiroshi Maeda, Emily-sama...” jawab Shou penuh hormat.

“kalian kenal ayahku?” Yuki melihat mereka berdua dengan sangat bingung. “kenapa bisa?”

“untuk mengetahui jawabannya, anda harus ikut aku. Anda mengerti?” Kai menarik Yuki lagi menuju pintu keluar yang terbuka otomatis saat mereka mendekat. Di bagian luar laboraturium hanyalah lorong buntu yang memiliki jendela kaca anti peluru dan api yang memperlihatkan seluruh isi laboraturium yang ternyata sangat luas. Di sisi berlawanan, terdapat sebuah lift. Kai menarik Yuki ke depan lift dan menekan tombol naik. Beberapa detik kemudian, lift terbuka lebar. Kai pun mendorong Yuki masuk.

Pada tombol-tombol angka di lift, di bawahnya terdapat mesin kecil yang merupakan bagian dari sistem keamanan gedung ini. Sebuah mesin yang memiliki 10 digit tombol angka dari angka 0 sampai 9. Setelah Kai menekan tombol angka 10, mesin itu meminta Kai memasukkan 4 digit password untuk menaiki gedung itu. Dengan jari yang cepat, Kai memasukkan passwordnya tanpa membuat Yuki yang terus melihat Kai tahu angka apa yang dimasukkan oleh Kai tadi.

“memangnya kita akan pergi kemana?” Yuki baru pertama kali melihat ada lift yang mempunyai sistem keamanan aneh seperti ini.

“ke lantai 10, ke ruang direktur.” Jawab Kai singkat. Pintu lift menutup segera setelah Kai memasukkan passwordnya tadi.

“memangnya kau akan menyeretku bertemu dengan direktur pemilik gedung ini?”

“apa kata-kata anda barusan adalah kiasan atau dalam arti yang sesungguhnya?” tanya Kai balik.

“memangnya kenapa?”

“karena aku bisa saja benar-benar menyeret anda kesana kalau anda tidak diam.” Jawab Kai ketus.

“hei, Kai, atau siapapun dirimu, kalau disini ada yang berhak untuk ketus atau kesal, yang berhak melakukannya adalah aku.” Yuki memukul lengan Kai yang keras, karena Kai tidak pernah menatapnya saat dia berbicara dengan Yuki.

“kenapa anda?” Kai masih tetap dingin.

“karena kau telah mengikutiku dan menakutiku tanpa izin dariku, kau membawaku pergi dari ibuku ke tempat yang sama sekali tidak kukenal ini, dan membicarakan hal yang sama sekali tidak kumengerti. Contohnya, siapa itu Emily-sama yang kalian sebut-sebut di depanku? Kenapa kalian memanggilku dengan nama itu? Lalu siapa Damian atau Hiroshi atau siapalah yang kalian sebut juga kalau dia adalah ayahku yang nyaris tidak pernah kutemui? Kalau kalian merasa tahu siapa diriku luar dalam, kenapa kalian tidak jelaskan saja di tempat!?”

“jadi semua ini adalah salahku, begitu?” Kai melirik Yuki. Matanya yang berwarna kuning terang khas vampir itu menyiratkan sebuah kesedihan dan rasa bersalah.

“kalau ada yang bisa disalahkan, ya, aku menyalahkanmu. Karena kau membawaku pergi dari ibuku, daripada menolongnya padahal dia tadi masih mempunyai kesempatan untuk diselamatkan!” jawab Yuki berang.

“baiklah kalau begitu... maafkan aku, Emily-sama...” Kai membungkukkan badannya.

“jangan meminta maaf. Maaf tidak akan bisa membawa ibuku hidup kembali...” kali ini Yuki yang bersikap dingin. Dia membuang mukanya saat Kai menatapnya, dia menepis setiap sentuhan dari Kai, tidak menjawab apapun saat Kai memanggilnya.

Mereka keluar dari lift dalam keadaan diam. Ketika Yuki melangkahkan kakinya keluar, dia melihat dirinya berada dia sebuah ruangan besar dan luas dan tertutup karena tidak mempunyai jendela sama sekali. Sebuah kantor resmi yang memiliki meja kerja yang sangat rapi yang berada persis beberapa meter di depan Yuki. Di balik meja itu, duduklah seseorang  membelakangi mereka berdua.

Namun Yuki tidak tertarik pada siapa yang duduk disana, dia malah memperhatikan seisi ruangan berwarna putih ini. Di sisi kanan dekat meja kerja itu ada meja dan sofa dengan TV LED yang cukup besar layarnya. Tidak jauh dari furnitur-furnitur mewah itu, terdapat rak-rak buku yang tertata sangat rapi. Di antara rak buku itu terdapat jarak cukup lebar sebagai tempat untuk perapian yang apinya menyala saat ini. Ruang kantor yang hening, namun tidak membosankan.

“dia sudah datang, Akito...” panggil Kai pada orang yang masih membelakangi mereka berdua.

Orang itu memutar kursinya. Dan saat Yuki melihat siapa dia, Yuki sedikit terperangah. Karena orang itu memiliki wajah yang mirip dengan Kai. Bedanya, rambut orang ini berwarna hitam legam tidak seperti Kai yang brunette, mata kuning terang miliknya terkesan ramah saat melihat Yuki.

“halo, Emily-sama. Sungguh suatu kesenangan anda akhirnya bisa tiba di markas ini...” vampir tampan itu tersenyum dan berdiri, berjalan ke arah Yuki. Akito meraih tangan Yuki dan dengan lembut mencium tangannya.

“kau siapa?” tanya Yuki menarik tangannya dari Akito.

“aku Akito. Itu code nameku. Aku adalah wakil direktur dan pemimpin markas dan klan ini.” Jawab Akito. Dia tersenyum lagi dan tatapan matanya itu membuat Yuki seakan ingin meleleh. Dia jauh lebih ramah dan sopan daripada Kai.

“nah, kalian sudah bertemu, bukan? Berarti tugasku selesai. Aku keluar dari sini.” Kai tiba-tiba berbicara sebelum dia pergi ke arah lift.

“Kai.” Panggil Akito dengan tegas. Dia mendekati Kai dan meminta padanya, “jangan pergi dulu.”

“kenapa? Tugasku hanyalah membawa dia kesini dan mempertemukannya denganmu, bukan? Kenapa aku harus disini mendengarkan kalian berdua berbicara?” Kai berkata dengan asal, seakan dia tidak sadar dia sedang berbicara pada siapa.

“Kai, aku tahu kita berdua adalah kakak adik jadi kau merasa bisa bersikap bebas di depanku. Tapi sekarang, aku adalah pemimpinmu selama jabatan pemimpin masih kosong. Walaupun aku bukan Damian, tapi saat ini kau berbicara dengan kedaulatannya. Kau mengerti kenapa aku memaksamu tentang ini?” Akito menusuk Kai dengan kata-katanya yang diplomatis dan halus.

Yuki menahan tawanya karena Kai terlihat tidak berkutik sama sekali. Kai menyadari itu dan mengejek Yuki. “haha... aku bisa melihatmu.”

“bersikaplah sopan di depannya.  Kau tahu betul aturan dan prosedurnya.” Akito kembali menegur Kai. Kai langsung diam dan terlihat geram seperti menahan sesuatu untuk dikatakan. Tapi yang keluar dari mulutnya hanyalah, “baik, Akito-san...”

“dan aku memintamu untuk tidak pergi karena aku masih mempunyai perintah untuk kau laksanakan...” Akito berpaling ke Yuki dan kali ini sikapnya lebih ramah. “silahkan, nona. Mari kita duduk di sofa agar anda bisa mendengarkan penjelasan dari kami dengan nyaman. Anda ingin meminum atau memakan sesuatu?” Akito membimbing Yuki duduk di sofa kulit berwarna putih yang sangat empuk.

“tidak usah. Lebih baik kau jelaskan saja. dan boleh aku meminta sesuatu?” jawab Yuki setelah dia duduk.

“apapun, nona...” Akito menunduk hormat.

“tolong jangan panggil aku dulu dengan nama Emily, nona, apapun yang membuatku seolah-olah adalah puteri, ratu, atau pemimpin kalian. Aku sendiri saja belum tahu alasan kenapa aku berada disini.”

“segala sesuatunya lebih baik dijelaskan satu-satu dengan perlahan, nona... pertama-tama, akan kujelaskan siapa diri anda yang sebenarnya.” Akito ikut duduk di samping Yuki. Sedangkan Kai duduk sofa di seberang mereka.

“aku adalah Akito, dan itu adalah code nameku. Aku menjabat sebagai wakil di klan dan markas Piosa Fola ini. Anda pernah mendengar nama klan itu sebelumnya, bukan?” Akito membuka penjelasannya dengan memperkenalkan dirinya sendiri.

“ya. Tapi aku tidak pernah peduli dengan itu. Lalu?” jawab Yuki cuek tapi jujur.

“dan yang membawa anda kemari adalah Kai. Alasan kenapa dia langsung membawa anda kemari tanpa menolong Nara-san yang sekarat adalah karena anda prioritas utama kami. Misi kami adalah mengawasi dan menyelamatkan anda dengan cepat kalau anda sedang dalam bahaya...”

“agar anda mengerti, izinkan aku untuk menjelaskan apa itu Piosa Fola. Klan ini didirikan oleh ayah anda yang dulunya bernama Hiroshi Maeda dengan biaya hasil penjualan virus Stirpes yang sangat tinggi nilainya. Anda pasti tahu apa itu virus Stirpes.

“ya, itu adalah virus yang merubah kalian berdua menjadi makhluk bertaring, bukan?” Yuki melihat mereka berdua.

Akito tersenyum sebelum dia meneruskan. “anda benar. Seperti yang anda tahu, dia adalah ayah anda yang nyaris belum pernah anda temui. Nara-san membawa anda pergi darinya karena dia tidak ingin anda bergabung ke dalam organisasi ini. Nara-san yang waktu itu sudah melahirkan anda dalam keadaan tidak menikah dengan Hiroshi-sama, menghilang bersama anda yang waktu itu masih bayi.”

Yuki terkejut ketika mendengar cerita Akito tentang keluarganya. Namun dia diam saja dan meminta Akito meneruskan ceritanya.

“saat usia anda masih kecil, sekitar 10 tahun, Hiroshi-sama menghilang tanpa jejak. Tentu saja kami bingung dan melakukan apapun untuk mencari pemimpin kami saat itu. Namun hasilnya nihil, dan kami menemukan sebuah surat dari beliau yang isinya agar kami tidak usah mencari keberadaannya. Dia malah meminta kami untuk menjaga anda dengan ketat dari jarak jauh.”

“lalu kalian begitu saja melakukan apa yang dia minta?” Yuki heran dengan sikap mereka yang sepertinya terlalu menurut itu.

“tentu saja. kami tahu betul ayah anda. Dia tahu apa yang dia lakukan, dan kami percaya padanya. Dia pasti menyerahkan dirinya pada siapa yang telah membunuhnya demi anda dan klan ini.”

“tunggu...” Yuki tercekat. “tadi kau bilang apa? Dia dibunuh?”

“sayangnya ya, Emily-sama...” Akito tertunduk sedih. “kami nyaris putus asa waktu itu.”

“kenapa kalian bisa menyimpulkan dengan mudahnya kalau dia dibunuh? Atas bukti apa?” Yuki tidak percaya.

“karena di surat itu beliau mengatakan kalau dia menyerahkan dirinya kepada seseorang yang namanya tidak dia sebut di dalam surat itu. Dan dari gaya tulisannya, dia terdengar sangat putus asa sekaligus mempercayakan segalanya pada kami.” Kai yang menjawab. “dia telah mengorbankan dirinya agar anda bisa hidup.”

“apakah ibuku tahu tentang kematiannya?” tanya Yuki.

“kami sengaja tidak memberitahunya. Kalau kami membuat kontak dengan kalian, pembunuh ayah anda bisa menemukan keberadaan anda.” Jawab Kai lagi.

“kudengar kalian adalah klan terhebat di dunia karena apa yang kalian lakukan terhadap negara dan perlindungan dari klan kalian terhadap para vampir. Kenapa kalian tidak bisa menangkap seekor tikus pembunuh yang telah melakukan perbuatan keji itu pada ayahku?” Yuki heran.

“kami tahu, maka dari itu kami merasa sangat malu pada anda, nona... tampaknya musuh kita adalah seseorang yang merupakan bagian dari pemerintahan negara ini.” Kata Akito. “organisasi ini juga termasuk ke dalam bagian departemen dari negara ini. Selain organisasi ini, banyak departemen lainnya yang menjadi koneksi kami. Termasuk pemimpin pusat di atas departemen-departemen itu. Sang Kardinal.”

Kardinal yang dimaksudkan Akito adalah pemimpin dari seluruh pemimpin yang mengatur negara ini setelah revolusi. Yuki dengar pemimpin itu sangat kuat dan menumpas para vampir pemberontak dengan keji, membawa kedamaian untuk negara.

“dan pelaku adalah salah satu di antara mereka semua?” tebak Yuki.

“anda benar. Kami mengalami kesulitan untuk menyelidiki mereka satu per satu karena mereka tahu situasi kami yang tidak memiliki pemimpin. Mereka dulu takut pada kami karena karisma Damian, code name ayah anda, sangat kuat. Tapi setelah kepergian beliau, kami hampir lumpuh.”

“kupikir kau yang sekarang menjadi pemimpin disini...” Yuki heran kenapa vampir ini begitu merendahkan diri padahal nampaknya dia juga mempunyai karisma yang sama kuatnya.

“aku hanyalah pemimpin sementara, Emily-sama, selama kursi kepemimpinan masih kosong, akulah yang bertanggung jawab dan mengurus klan ini. Andalah yang memiliki wewenang yang sesungguhnya untuk memimpin.”

“kenapa aku?” Yuki menunjuk dirinya.

Kai memutar matanya dan menyela, “karena menurut peraturan kami, hanya keturunan dari pemimpin sebenarnyalah yang bisa memimpin kami semua. Kalian memiliki kekuatan yang lebih unggul daripada kami. Seperti Damian, dia memiliki kemampuan menghipnotis orang lain dan memiliki kecepatan juga kekuatan yang jauh lebih hebat daripada kami semua, yang membuat kami heran kenapa dia dengan mudahnya terbunuh.”

“salah satu musuh kita itu ingin menghancurkan klan ini dengan membunuh pemimpin terkuatnya. Dia belum bisa menyerang pertahanan kami karena kami masih kuat. Dan lagipula, misinya masih belum selesai, yaitu membunuh anda, menghabisi seluruh keturunan Maeda, para pemilik kekuatan terunggul.”

“dan bantuan yang anda panggil saat menemani Nara-san yang sekarat adalah palsu. Kalau anda bertahan disana, yang anda akan temui hanyalah pembunuh yang mengincar anda. Aku sengaja membawa anda pergi darisana karena itu.” Tambah Kai.

“jadi jasad ibuku sudah diambil olehnya, begitu?” tanya Yuki dengan pandangan mata kosong. Membayangkan ibunya akan diapakan oleh pembunuh keji itu.

“kurasa tidak mungkin. Terlalu berisiko. Dia pasti segera mundur saat dia tidak bisa menemukan anda, atau mungkin membaur dengan para polisi yang mengurus TKP.” Duga Akito.

“dan berita penting lagi, mereka telah membuat anda menjadi tersangka utama, Emily-sama.” Kata Kai.

“apa!?” Yuki kaget. “kenapa bisa!?”

“lihat ini...” Kai mengambil remote TV LCD dari meja dan menyalakannya. Muncullah sebuah berita dari acara berita stasiun TV ternama di Jepang. Berita itu menampilkan kasus pembunuhan Nara Akibara, sang perancang terkenal. Video berita itu adalah bagian luar rumah Yuki yang sudah dikelilingi oleh police line. Berita itu mengatakan kalau puteri satu-satunya sang perancang, Yuki Akibara, menghilang tanpa jejak setelah terakhir kali terlihat berada di kampusnya, Meiji University. Mereka menampilkan foto Yuki yang sedang berada di kampus ke layar. Para polisi langsung menetapkan Yuki sebagai tersangka utama karena Yuki sama sekali tidak muncul, ditambah lagi keamanan perumahan rumah Akibara sangatlah ketat, para petugas keamanan perumahan sama sekali tidak menemui orang-orang yang mencurigakan masuk ke dalam perumahan itu.

“nah, sekarang anda mengerti kalau kami meminta anda untuk bertahan dan tinggal disini, Emily-sama...” ujar Kai sambil mematikan TV itu kembali.

“kami akan berusaha sekeras mungkin menutup berita itu dan meminta mereka untuk tidak membahas kasus itu lagi di media massa.” Akito berjanji.

“satu hal untuk diingat, Emily-sama...” timpal Kai. “kata ‘meminta’ yang dimaksud Akito bukanlah meminta dengan cara yang halus.”

“huh...” Yuki melengos. “pantas saja kalian mempunyai banyak musuh...”

“haha... kami anggap itu adalah salah satu kelebihan organisasi ini daripada yang lainnya...” Akito terkekeh. “dan sekarang markas ini adalah tempat teraman untuk anda, dan Kai...” Akito memanggil Kai yang sekarang ada di meja kecil di dekat sofa untuk mengambil sebotol wine. Ia menuangkan isi wine itu ke dalam gelas wine di sebelah botol itu, dan Yuki langsung sadar kalau isi wine yang Kai tuang adalah darah.

“apa?” tanya Kai sambil menyesap minumannya yang disebut blood wine.

“tugasmu adalah menjaga Emily-sama dan membantunya memahami organisasi ini. Kau harus mendampinginya kemana pun ia pergi, demi keselamatannya.” Perintah Akito.

 ---

Setelah mendengarkan penjelasan dari Akito, Kai diminta oleh kakaknya mengantarkan Yuki kembali ke laboraturium tempat dia sadar tadi. Yuki menyadari dirinya berada di dalam salah satu gedung markas terbesar di Jepang, memperhatikan seluruh isi laboraturium. Laboraturium ini tidak terlalu banyak memiliki mesin-mesin yang membuat Yuki bingung dan merasa ‘tidak pantas’ berada disana. Dan yang menjalani laboraturium ini hanyalah Shou yang tadi dia temui, dan temannya yang katanya seorang koroner.

Laboraturium PF seluruhnya bewarna putih bersih dengan cahaya lampu yang sangat terang benderang. Mikroskop-mikroskop dari yang bentuknya sederhana sampai yang tercanggih berada di atas meja tengah-tengah laboraturium. Yuki bisa melihat mesin spektrometri massa berukuran sangat besar di sisi lain ruangan. Seperangkat komputer dengan sistem operasional tercanggih merk Apple tepat di sebelah mesin analisis canggih itu. Di seberangnya adalah rak-rak tempat ditaruhnya cairan-cairan kimia, file kabinet berisi berkas-berkas data yang sangat rahasia, dan kulkas besar untuk menaruh sampel-sampel yang akan dan sedang diteliti. Di belakang semua itu adalah dinding kaca transparan dengan pintu otomatis di ujung kanan dinding sebagai pembatas antara laboraturium dan ruang medis, tempat Yuki berbaring tadi.

Ketika Kai dan Yuki memasuki lab, Shou menghampiri mereka dengan membawa iPad yang ia tunjukkan pada Yuki.

“anda memang memiliki kemampuan yang sama dengan Damian. Tapi lebih kuat lagi.” Shou menjelaskan arti dari hasil tes darah Yuki yang ditunjukkan di iPad itu. “dan anda harus bisa mengendalikan kekuatan anda...”

“maksudnya?” Yuki menunjukkan wajah tidak mengerti.

“maaf kalau aku langsung ke intinya, nona... lebih baik kujelaskan dulu dari awal di ruangan sebelah...” Shou menunjuk ruang medis.

Mereka bertiga berpindah ke ruangan sebelah. Ternyata ruangan itu tidak kosong. Ada seorang dokter juga berpenampilan sama seperti Shou. Dokter itu sahabat Shou dari mereka masih kuliah saat sebelum revolusi. Wajah dokter itu tidak seserius dan setampan Shou. Dia manis, terutama kalau dia tertawa. Matanya yang sipit itu selalu menutup kalau dia melakukannya. Dia memiliki rambut agak panjang namun rapi berwarna cokelat alami Dia selalu mengenakan kacamata baca berbingkai hitam berbentuk bulan setengah kalau dia berada di tempat kerjanya ini. Dia sedang menanti Shou, Yuki, dan Kai masuk ke dalam ruang medis.

“akhirnya aku bertemu juga dengan Emily-sama!” dokter itu berseru riang. Tidak disangka seorang dokter bisa mempunyai sifat seperti anak kecil seperti ini. “benar-benar suatu kehormatan!”

“hei, sudahlah, Nao...” Shou menyuruh Nao tenang. “sekarang saatnya untuk serius...”

“oke... baiklah... Airi pasti senang kalau dia bertemu dengan anda sepulangnya dia dari mengajar para mahasiswa di kampus.” Kata Nao.

“Airi adalah ilmuwan yang meneliti dan mengawasi persenjataan kami. Laboraturiumnya tepat di atas lantai ini.” Bisik Kai di telinga Yuki.

“huh... jam kerjanya lebih lama daripada praktek dokterku...” Shou melihat jam tangannya.

“kau kan harus kembali kesini secepatnya, Shou-kun. Kau ketua lab ini.” Jawab Nao sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Shou.

“oh ya, Emily-sama. Namaku Nao. Nao tentu saja adalah code nameku. Aku disini membantu Shou-kun. Aku asisten lab, dokter dan juga seorang koroner.” Nao mengulurkan tangannya mengajak Yuki berjabat tangan.

“ya, dan code namenya itu benar-benar mirip dengan nama aslinya. Bukankah itu sia-sia saja?” sindir Shou.

“aku kan jarang keluar dari markas ini dan hanya membantu kalian di belakang layar. Kenapa aku harus membuat code name yang rumit?” Nao memberi alasan.

“hh...” Shou menghela nafasnya karena temannya yang konyol ini. “sudahlah, kita mulai saja.” Shou beralih ke Yuki.

“Emily-sama, selama anda masih berada di luar, apakah anda mengalami hal yang aneh pada tubuh anda?” tanya Shou.

Yuki lalu menjelaskan pada mereka tentang perubahan tubuhnya yang berkembang sangat pesat menjadi lebih cepat dan bertambah kuat semenjak ulang tahunnya yang ke-21. Dari dulu dia memang mempunyai kekuatan itu, tetapi semua itu mencapai puncaknya setelah hari dimana usianya bertambah. Dan puncaknya itu terjadi saat Yuki menyerang seorang mahasiswi di kampusnya seminggu yang lalu.

“Akito-san mungkin sudah menjelaskan kepada anda mengenai kelebihan kekuatan Damian yang menurun kepada anda, yang membuat anda memenuhi syarat menjadi seorang pemimpin.” Kata Shou.

“tapi, Shou-san...” Yuki berkata ragu. “aku tidak ingin menjadi pemimpin kalian, aku... tidak bisa melakukannya...” bagaimana seorang gadis aneh yang tidak mempunyai teman seperti dirinya bisa memimpin klan vampir terbesar di dunia?

“anda pasti bisa melakukannya, Emily-sama. Anda memiliki semua potensi yang mengarah kesana.” Shou meyakinkan Yuki.

“tidak, Shou-san. Tidak bisa...” Yuki bersikeras.

“baiklah... walaupun begitu, aku tetap harus memeriksa dan mengontrol keadaan anda. Apakah anda bersedia?” tanya Shou baik-baik. Mau tidak mau, Yuki mengangguk. Karena hal itu merupakan keselamatan tubuhnya yang masih belum terkontrol ini.

“hanya sekadar informasi, sewaktu anda dibawa ke rumah sakit oleh teman-teman anda, akulah yang menangani perawatan anda. Aku juga seorang dokter di rumah sakit itu. Aku hanya memberikan transfusi darah yang cukup ke dalam tubuh anda karena hanya itu yang anda butuhkan.” Kata Shou lagi. “dan ibu anda percaya begitu saja dan menyerahkan seluruh perawatan anda kepadaku...”

“kenapa? Apa karena...” kata-kata Yuki terpotong oleh Kai.

“karena dia sudah tahu diri anda yang sebenarnya, Emily-sama.”

“apa kalian tahu cara untuk menyembuhkanku dari gejala tubuhku yang tidak normal ini?” Yuki bertanya pada Shou dan Nao.

Shou dan Nao saling berpandangan. Mereka berdebat dalam diam, antara ingin memberitahu atau tidak pada Yuki. Namun akhirnya Kai-lah yang angkat bicara.

Kai mengatakannya dengan sangat serius seolah dia juga sangat mengerti tentang gejala itu. “anda harus berubah menjadi seperti kami untuk selamat, yaitu menjadi seorang vampir.”

No comments:

Post a Comment