Quotes

Writing is not like dancing or modeling; it’s not something where – if you missed it by age 19 – you’re finished. It’s never too late. Your writing will only get better as you get older and wiser - Elizabeth Gilbert

If you write something beautiful and important, and the right person somehow discovers it, they will clear room for you on the bookshelves of the world – at any age. At least try - Elizabeth Gilbert

I never promised the universe that I would write brilliantly; I only promised the universe that I would write. So I put my head down and sweated through it, as per my vows - Elizabeth Gilbert

I believe that – if you are serious about a life of writing, or indeed about any creative form of expression – that you should take on this work like a holy calling - Elizabeth Gilbert

The most beautiful things are those that madness prompts and reason writes - Andre Gide

I always start writing with a clean piece of paper and a dirty mind - Patrick Dennis

It is for this, partly, that I write. How can I know what I think unless I see what I write? - Erica Jong

When I say "work" I only mean writing. everything else is just odd jobs - Margaret Laurence

Writing is a way of talking without being interrupted - Jules Renard

When writing a novel a writer should create living people; people not characters. A character is a caricature - Ernest Hemingway

If writing is honest it cannot be separated from the man who wrote it - Tennessee Williams

I can shake off everything if I write; my sorrows disappear, my courage is reborn - Anne Frank

Anybody can write three-volume novel. it merely requires a complete ignorance of both life and literature - Oscar Wilde

Friday, December 2, 2011

New World (11)

11

Menurut penjelasan Akito yang terlalu cepat bagi Emily untuk didengarkan selama mereka dalam perjalanan menuju ke tempat yang hanya diketahui Akito, kepolisian Tokyo sudah mengetahui keberadaan Emily di markas ini dan mereka menjadikan Emily sebagai tersangka utama atas kasus pembunuhan Nara Akibara.

Akhirnya Emily tahu dia dibawa kemana setelah mereka berhenti di depan pintu ruang conference di lantai divisi investigasi. Akito dan Emily masuk sesudah mereka memindai iris mata mereka di mesin keamanan.

Ruang conference sedikit mirip dengan bioskop. Gelap, memiliki kursi berjejer di bagian belakang ruangan, dan layar berukuran sangat besar untuk berkomunikasi. Setiap komunikasi yang keluar maupun masuk, semuanya diatur oleh mesin yang dikontrol dan dikendalikan oleh operator di sisi kiri monitor yang selalu digilir sebanyak 3 shift agar bisa beroperasi selama 24 jam penuh. Layar monitor menampilkan seorang pria muda seusia Akito, dia manusia dan dari cara berpakaiannya, Emily tahu kalau dia adalah salah satu orang penting dari kepolisian. Pria itu memiliki rambut hitam dan rapi, wajahnya cukup tampan dan dari ekspresi wajahnya, dia terlihat lelah.

“bisa kulihat kau sedang bersama orang yang kucari, Akito-sama.” Kata pria di monitor tanpa basa-basi.

“sudah kubilang berapa kali jangan panggil aku Akito-sama. Akito saja itu sudah cukup.” Sela Akito.

Apa? Tadi pria itu berkata kalau Akito sedang bersama orang yang dicarinya? Apa aku masih menjadi buronan mereka? Emily berpikir.

“memanggil anda dengan cara itu rasanya kurang sopan bagiku yang adalah junior anda. Atau anda sudah lupa kalau anda pernah berprestasi disini dan menjadi panutan bagi kami?” pria itu menyindir Akito.

“aku baru tahu kalau aku menjadi panutan kalian. Kupikir aku hanyalah atasan menakutkan dan dibenci banyak orang di kepolisian.” Sindir Akito balik.

“anda dan adik anda, Kai-sama, adalah orang bersejarah disini.” Ujar si pria tenang. Dan di dalam nada bicaranya, dia tidak ingin pendapatnya barusan dibantah oleh Akito.

“maaf, Akito-sama, mungkin aku lancang untuk menanyakan ini. tetapi aku harus melakukannya karena wanita itu.” si pria melihat Emily dengan tatapan sinis. “kenapa dia bisa berada di markas anda?”

“apa kau bisa lebih sopan sedikit, Kimura-san? Kau sedang berbicara pada pemimpinku.” Dengan tegas Akito menegur. “jika kau menghormatiku sebagai pemimpin, maka seharusnya kau juga menghormati dia.”

“ah, maafkan ketidaksopananku kalau begitu.” Kimura menaruh salah satu tangannya di dada dan menundukkan kepalanya penuh hormat. “aku bahkan tidak tahu kalau Akito-sama mempunyai pemimpin selain Damian.”

“ada apa kau mencariku..., Kimura-san?” tanya Emily pelan. “apa ini berkaitan tentang ibuku?”

“apa anda sadar bahwa anda telah menjadi tersangka utama kami dalam kasus pembunuhan Nara Akibara?” tuding Kimura. Walaupun nadanya berusaha dibuat sesopan mungkin, dia tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dan penghinaan di baliknya.

“ya... aku tahu...” jawab Emily hati-hati. “tapi aku tidak membunuhnya. Aku mempunyai alibi.”

“tadinya kupikir tidak mungkin seorang gadis sepertimu bisa melakukan pembunuhan keji itu terhadap ibunya sendiri. Tapi setelah kulihat ternyata kau memiliki hubungan dengan PF, aku jadi punya pemikiran lain.” Kimura menatap curiga ke kedua lawan bicaranya.

“maksudmu, kau berpikir aku bersekongkol dengan PF untuk membunuh ibuku!?” Emily berubah marah. “aku bahkan tidak tahu kalau aku salah satu anggota klan ini sampai salah seorang dari mereka membawaku kemari! Dengan catatan, secara paksa.”

“aku harus memikirkan segala kemungkinannya, Yuki Akibara...” desis Kimura. “dilihat dari latar belakangmu kau memiliki 60% kesempatan untuk membunuh ibumu sendiri.” Kimura memperlihatkan secarik kertas berisi latar belakang Emily untuk dibacakan. “kau seorang penyendiri di kampusmu, hampir semua orang membencimu karena mereka menganggapmu aneh. Tapi kau berhasil mengharumkan nama universitas dengan meraih gelar juara karate tingkat nasional. Sayangnya, ibumu bertolak belakang denganmu karena dia lebih suka melihatmu menjadi anak manis dan ikut serta dalam dunia fashion yang digelutinya.”

“DIAM!! KAU SAMA SEKALI TIDAK TAHU APA-APA MENGENAI AKU DAN IBUKU!” Emily mengamuk. Saat Kimura dengan dinginnya menjelaskan latar belakang itu, Emily menutupi kedua telinganya.

“aku tidak pernah membunuh ibuku. Saat aku pulang, keadaan rumah sudah hancur begitu saja. aku menemukan ibuku berlumuran darah di kamarnya. Seharusnya dia bisa menelepon kalian dan meminta bantuan. Tapi dia tidak melakukannya!” seru Emily.

Melihat pemimpinnya yang sudah mulai berkaca-kaca, Akito memintanya duduk di bangku belakang mereka. tetapi Emily menolak.

“mungkin dia tidak percaya pelakunya adalah anaknya sendiri sampai dia tidak sanggup menghubungi kami.” Balas Kimura.

“kau juga sama sekali tidak tahu apa-apa alasan kenapa ibuku tidak menghubungi kalian semua.” Jawab Emily bergetar.

“kalau menurutmu kami tidak tahu apa-apa, Yuki-san. Kenapa anda tidak kemari dan jelaskan semua di depan kami daripada anda bersembunyi di balik perlindungan markas terbesar di dunia!?” bentak Kimura.

“mungkin kau tidak tahu ini, Kimura. Nyawa Yuki Akibara juga ikut terancam. Seseorang yang kami pikir adalah pelaku pembunuhan Nara juga turut mengincar nyawa pemimpin kami. Kau benar, dia memang berlindung di markas ini. tapi berlindung dari kejaran kalian, itu tidak benar.” Akito menjelaskan baik-baik.

“baiklah kalau begitu, Akito-sama. Jika seandainya benar nyawa gadis yang kau lindungi terancam juga, apa kau bisa membuktikannya? Apa kau bisa memperlihatkanku bukti nyata kalau dia sedang terancam?” Kimura meminta bukti.

Akito dan Emily terdiam. Mereka baru sadar kalau mereka tidak mempunyai buktinya. Emily tahu PF selalu lebih unggul daripada polisi menyebalkan ini karena prediksi PF pasti benar adanya, dilihat dari situasi yang mereka rasakan. Tapi bagaimana caranya membuktikan kepada Kimura akan rahasia itu?

“aku mempunyai buktinya, inspektur...” sebuah suara menyahut dari belakang mereka berdua. Terlihatlah sosok Kai berdiri di depan pintu. Kai berjalan ke depan monitor dengan sangat yakin. Emily tahu Kai ikut kesal pada Kimura karena dari wajahnya, Kai seperti ingin menarik orang itu dari monitor lalu mencekiknya.

“oh, Kai-sama. Senang berjumpa dengan anda.” Sapa Kimura sopan.

“simpan saja sopan santunmu itu.” Kai tertawa sinis. “aku kemari karena aku tahu kau tidak akan berhenti mengejar pemimpinku apapun caranya. Kau tidak akan melepaskan dia sampai kau puas dan mendapatkan kebenaran darinya. Kau benar-benar tidak berubah...”

“dia tersangka utama kami. Atau anda mempunyai pendapat lain?”

“ya. Menurutku kau tidak akan bisa menghukum dan menahan dia atas tuntutan apapun karena dia mempunyai kekebalan hukum dari kami.” Kai menunjuk Emily. “dia salah satu dari kami. Dia anggota sekaligus pemimpin kami. Kau tahu betul kalau organisasi ini juga setara dengan organisasi kalian. Membunuh adalah hal yang sah untuk dilakukan oleh kami demi kebenaran.”

“kau lupa satu hal, Kai-sama.” Kimura tertawa mengejek. “dia telah membunuh manusia... kalau tidak salah, kalian hanya berhak membunuh sesama vampir.”

“kalau begitu.” Kai tersenyum penuh kemenangan sambil mengacungkan sebuah map di depan Kimura. “aku mempunyai argumen dan bukti yang bisa membantah itu.”

Kai membuka map itu dan mengeluarkan selembar kertas. “pertama-tama akan kusebutkan alibi Yuki Akibara. Nara Akibara tewas kira-kira pada pukul 2 siang dimana Emily saat itu sedang menjalani kuliahnya. Alibi itu diperkuat oleh keterangan dari dosen yang membubarkan kelas pukul 2 juga. Aku yakin Yuki saat itu pasti sedang dalam perjalanan menuju rumahnya.”

“dia telah berbohong bahwa dia pulang dan menemukan ibunya sekarat, karena jika itu benar, dia pasti akan menghubungi kami. Itu adalah bukti situasinya. Bisa jadi dia kabur dan pergi ke tempat kalian tanpa merasa berdosa.” Kimura membantah.

“jika hal itu benar, Kimura-san... jika kau benar kami bersekongkol dengannya, bisakah kau memperlihatkan kepada kami senjata yang digunakan Yuki untuk membunuh orang tersayangnya? Karena kami juga tidak mendapatkan senjata itu kecuali peluru yang menembus tubuh Nara. Dan kita semua tahu kalau kami mendapatkan peluru itu dari kalian yang seharusnya bisa lebih baik mengusut kasus ini karena korbannya adalah manusia.”

Kali ini Kimura terdiam.

“bisa saja kami tidak akan peduli dan membiarkan kasus ini dibereskan oleh kalian. Tapi karena kasus ini bersifat khusus karena ibu pemimpin kami adalah korbannya, kami juga turut mengusut kasus ini. tapi apa yang kau dan anak buahmu berikan saat kami berbaik hati menawarkan bantuan kepada kalian? Kalian malah mempersulit dan menuding kami. Apa itu sikap pantas yang bisa diberikan junior ke seniornya?”

“kau bisa lihat dia?” Kai menunjuk Emily lagi. “di dalam hatinya dia pasti berharap kalian bisa memecahkan kasus ini secara cepat dan menemukan pembunuh ibunya. Tapi apa yang kalian lakukan terhadapnya!? Mengejek dan merendahkan wanita yang tidak tahu apa-apa!?”

“kudengar tadi Akito memberitahumu bahwa Yuki Akibara adalah pemimpin kami. Itu berarti dia telah mempercayakan rahasia kami kepadamu. Tapi apa yang kau lakukan, hah!?” Kai membentak.

“sudah, Kai. Biar aku saja yang meneruskan...” Akito meminta Kai diam. Dia tahu kalau Kai sudah dirundung kemarahan, adiknya bisa melakukan apa saja.

“maafkan kelancanganku, Em, Akito... tapi dia harus mengetahui hal ini.” Kai merendahkan suaranya untuk mereka. “saat Yuki pulang, menangis karena menemukan ibunya dalam keadaan sekarat, seseorang telah menyeretnya pergi dari sana. Namun Yuki melawan dengan kekuatan karatenya. Kau pasti sudah melihat ruang dapur yang hancur berantakan bukan? Itu disebabkan oleh pertarungan antara Yuki dan orang itu. orang itu memintanya ikut pergi bersamanya karena gadis itu tidak menyadari dirinya juga dalam bahaya. Tapi pada akhirnya Yuki ikut pergi setelah ia dibius dan dibawa kemari.”

“kau tahu siapa yang telah membawanya pergi, Kimura?” Kai menantang Kimura untuk menebak. Dari wajah Kimura yang penuh kekagetan Kai langsung menjawab, “ya, kau benar. Orang itu adalah aku. Sekarang kau sudah mengerti kenapa Emily terlihat menghilang dan kabur begitu saja?”

“dan sebagai bukti kalau nyawa Emily terancam, selain dari tidak ditemukannya senjata yang digunakan untuk membunuh, aku menanyai beberapa tetangga di sekitar rumah keluar Akibara. Beberapa malam sebelum dibunuhnya Nara, mereka melihat sebuah mobil melintas dan berhenti di seberang rumah keluarga Akibara. Selain itu aku juga menemukan keanehan dari jalur komunikasi kalian. Saat Emily memanggil bantuan yang seharusnya ditujukan kepada kalian, panggilan dari Emily telah dialihkan ke jalur lain. Makanya kalian sama sekali tidak menerima telepon darinya, bukan? Itu karena ada orang licik menyamar menjadi penolong dan berjanji akan membawakan bantuan untuknya. Aku tidak bisa menemukan identitas orang itu, dia berhasil menutupi jejaknya. Tapi kami yakin dialah pembunuh sebenarnya yang kalian cari.”

“kalau kau mau, aku bisa mengirimkan bukti penemuanku ini ke kalian secepatnya. Tenang saja, aku tidak sepelit kalian dalam memberikan informasi.” Kata Kai sarkastik.

“ma... maafkan saya, Kai-sama... saya tidak tahu kalau anda...” Kimura terbata-bata.

“sudahlah...” Kai mengibaskan tangannya enggan. “sudah kubilang simpan saja sopan santunmu. Sekarang kau berurusan dengan kakakku.” Kai langsung mundur dan duduk di bangku belakang.

Akito, yang daritadi tetap diam menatap kemampuan Kai dalam berargumen akhirnya angkat bicara. “aku tidak meminta banyak hal, Kimura. Tapi aku ingin kau menyerahkan jasad Nara Akibara secepatnya. Paling lambat beliau harus sampai disini besok pagi.” Perintah Akito.

“baik, Akito-sama...” Kimura menunduk malu.

“dan Emily, apa kau mempunyai sesuatu untuk disampaikan?” tanya Akito lembut pada Emily yang masih shock sekaligus kagum akan apa yang baru saja dilakukan Kai untuk membelanya.

“aku tahu kecurigaan kalian sangatlah besar karena aku langsung menghilang tanpa jejak setelah ibuku tiada, dan kalian mendapatkan jawabannya. Tapi selain itu apa ada hal lain? Aku yakin polisi hebat sepertimu pasti juga mempunyai alasan bagus.” Tanya Emily tanpa merasa marah lagi seperti tadi. Kali ini nada bicaranya lebih berkarisma dan tidak ikut menghina seperti cara bicara Kimura terhadapnya.

Kimura langsung luluh akan cara bicara Emily yang sama sekali tidak menghakiminya seperti yang telah dilakukan olehnya. Kimura ingat nada bicara itu. rasanya seperti berbicara pada seorang yang dia ingat sama berkarismanya dan juga telah membuatnya bergetar seperti sekarang. Dia mengenal orang itu dulu sekali, dan sekarang orang itu juga menghilang tanpa jejak.

“Emily-sama,” Kimura menjawab lebih hormat. “kami menemukan sesuatu di brankas milik almarhum ibu anda. Sebuah surat wasiat.”

“apa? Surat wasiat?” Emily terkejut. Ibunya tidak pernah menyebutkan itu di depan Emily saat dia masih hidup.

“ya, benar, surat wasiat. Disana berisi bahwa anda mewarisi seluruh kekayaan milik ibu anda, termasuk label desainnya, Nara.” Jawaban Kimura membuat Emily semakin terkejut.

“apa? Tidak mungkin!” Emily tidak percaya. Ibunya tahu betul Emily tidak pernah peduli pada dunia fashion dan Emily yakin dia pasti pernah menyakiti ibunya karena ketidaktertarikannya itu. tapi sekarang dia mewarisi semuanya!?

“ibu pasti mewariskannya ke asistennya atau teman terdekatnya. Tidak mungkin kepadaku!” Emily menyatakan rasa tidak percayanya.

“maaf, Emily-sama, tapi disini tertulis jelas sekali...” Kimura memperlihatkan isi surat wasiat itu. “tadinya kami akan menggunakan ini sebagai motif anda sebagai tersangka, tetapi sekarang keadaannya berubah. Ditambah lagi, anda sepertinya sama sekali tidak tahu mengenai surat penting ini. jadi...”

“sudah, Kimura. Kau sudah cukup membuatnya merasa kaget dan terbebani.” Akito menyela. “lebih baik kau kirimkan surat wasiat itu serta peninggalan lainnya dari almarhum Nara-san agar kami bisa melihatnya dengan jelas.”

“baiklah, Akito-sama. Maaf sudah menuduh anda semua...” setelah itu monitor langsung mati sebagai tanda bahwa Kimura sudah memutuskan komunikasi.

Emily jatuh lemas. Namun tubuhnya lebih dulu ditahan oleh Akito sebelum ia menyentuh tanah. “kau tidak apa-apa, Em?”

“ya... kurasa...?” jawab Emily tidak yakin. Akito mengangkat wajah Emily yang menunduk. Dia terlihat pucat sekali.

“kurasa dia membutuhkan sedikit makanan...” Kai kembali lagi ke mereka dan merangkul Emily. “sekarang sudah waktunya makan malam dan transfusi lagi. Kau mau pergi ke bar?” ajak Kai. Emily menyambut ajakan Kai dengan sebuah anggukan pelan.

“biar kutemani dia, Akito. Kurasa kau harus mengurus kedatangan jasad Nara-san beserta peninggalan beliau besok pagi...” Kai menarik Emily dari Akito, membuat Akito secara tidak rela harus melepaskan genggaman tangannya dari wanita itu.

“ya, lebih baik kau makan, Em. Seharian ini pasti sudah cukup berat bagimu. Kita lanjutkan penyelidikan ini besok pagi.” Akito menepuk pelan pundak Emily. “makan yang banyak, ya...”

“dia pasti akan makan banyak, tenang saja.” kata Kai sembari mereka berjalan keluar dari ruang conference. “selamat malam, Akito...”

Akito pun terus menatap pintu ruang conference walaupun Emily dan Kai sudah pergi. Sebenarnya dia bisa menemani Emily malam ini tanpa harus merasa direpotkan oleh urusan lain. Tapi dari cara bicara dan bahasa tubuh Kai yang agresif dan membawa Emily pergi begitu saja darinya, Akito langsung mengerti apa yang ingin disampaikan oleh Kai diam-diam untuknya.

Sebuah persaingan antara dirinya dan adiknya.

 ---

Meskipun di depan matanya sudah terhidang ayam parmesan, chicken stew, dan lasagna dengan porsi cukup banyak nan lezat dan dimasak oleh chef terbaik yang dipesan khusus oleh PF, Emily tidak memiliki nafsu makan.

“kalau kau tidak makan, kejang-kejangmu bisa kambuh lagi...” Kai yang duduk di sebelah Emily memintanya untuk makan, walaupun cara memintanya lebih terdengar seperti sebuah perintah.

“aku tidak nafsu makan.” Jawab Emily. Suaranya terdengar lesu sama seperti caranya menatap ketiga masakan khas italia itu di meja makan.

Kai menghela nafas. Dia menaruh gelas berisi bloodwinenya yang tersisa setengah, lalu meminta Emily makan sekali lagi, tapi kali ini lebih halus. Namun pemimpinnya tetap menolak.

Kai mengerti mengapa Emily yang tadinya bisa memakan apa saja tiba-tiba bisa berubah seperti ini dalam waktu singkat. Tapi Emily harus makan sesuatu. Menurut apa yang Kai tahu mengenai kesehatan gadis ini, Emily belum bisa meminum darah sama seperti yang Kai lakukan tadi. Dia harus makan sebanyak mungkin agar tubuh manusianya bisa mengimbangi virus vampir yang bergejolak di dalamnya.

Apa yang disampaikan Kimura saat di ruang interogasi membuat Emily terguncang. Nara Akibara mewariskan fashion linenya kepada anak satu-satunya yaitu Emily yang tidak pernah peduli pada dunia fashion sudah membuat gadis ini merasa terbebani. Ditambah lagi gadis ini harus memimpin klan dan organisasi vampir terbesar di dunia.

Gadis itu duduk dengan kepala tertunduk. Poni rambut ikalnya menutupi sebagian wajahnya yang berubah sendu. Mata hitamnya yang seharusnya memancarkan karisma tinggi dan kebengisan kini berkaca-kaca. Ia menggigit bibir indahnya sampai nyaris terluka. Emily menaruh garpu dan pisau dari ke atas meja dengan kencang, membuat beberapa orang yang ada di sekeliling bar menoleh ke arahnya.

“aku tidak pernah bertemu dan mengenal ayahku. Tapi aku harus mewarisi klan mafianya. Aku tidak pernah peduli pada fashion bahkan mungkin aku pernah menyakiti ibuku karena itu, aku harus mewarisi fashion linenya.” Ujar Emily sedih. “kenapa?”

“maksudmu, Em?” Kai tidak mengerti kenapa Emily menanyakan pertanyaan itu padanya.

“ayah bisa menyerahkan klan ini kepada Akito. Bisa kulihat dia pasti akan sangat memimpin klan ini lebih baik daripada aku. Sedangkan ibuku bisa memberikan Nara kepada salah satu temannya. Kau tidak akan bisa membayangkan bagaimana teman-teman ibuku sangat bernafsu dalam mencari perhatiannya agar bisa menjadi bagian dari Nara...”

“Em...” agaknya Kai tahu dia harus menjawab apa. “itu berarti mereka mempercayaimu.”

“maksudmu apa!?” Emily menjerit. “mereka seharusnya tahu kalau aku tidak akan bisa memimpin sebuah klan terbesar di dunia dan fashion line! Seharusnya mereka tahu kalau aku anak yang tidak berguna!”

Kai terdiam. Sekarang dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya bisa menatap Emily yang meneteskan air matanya. Air mata itu jatuh ke atas kedua tangannya yang saling menggenggam erat di atas pahanya.

Emily mengusap air matanya terlebih dulu sebelum berkata, “menurutmu apa yang akan ibuku katakan jika dia melihatku seperti ini? Senang karena aku bisa selamat? Sedih karena aku harus menjadi salah satu dari kalian? Marah karena aku berubah menjadi beringas dan bisa memakan seluruh menu ini sendirian? Dan apa yang akan ayahkan lakukan jika dia melihatku tidak berdaya seperti ini? Mengejekku dengan gelar dan pakaian kebesarannya? Langsung membunuhku begitu saja? Atau memaksaku berubah menjadi vampir?”

Emily langsung berpikir Kai mungkin akan tersinggung dengan ucapannya. Namun sebaliknya, pria tangguh itu meraih tangan Emily dan mengangkatnya perlahan. Tangan gadis itu terasa sangat hangat ketika menyentuh tangan dinginnya seperti es. Disaat yang sama, Kai juga bisa merasakan denyut kehidupan yang mengalir di dalam darah Emily.

Saat Kai sedang merasakan sebuah kehangatan dari kehidupan, Emily merasakan sebaliknya. Kai memang terasa sangat dingin dan tidak mempunyai hawa kehidupan, tapi hatinya yang mungkin sudah membeku karena jalan kehidupan yang sudah pria itu ambil kini meluluhkan hatinya yang keras. Sehingga seluruh denyut tubuhnya berdegup lebih kencang. Dan di sisi lainnya lagi, Kai yang merasakan itu kini harus berpikir dua kali untuk kata-kata apa yang akan ia katakan.

“Nara-san pasti akan sangat senang karena kau selamat dari pembunuh itu. tapi aku tidak tahu apa yang akan ia rasakan ketika melihatmu menjadi salah satu dari kami. Dia pasti tahu kau tidak normal. Kau memang tidak normal sejak kau lahir, Em. Dan itu sudah menjadi garis hidupmu. Takdir menentukanmu untuk berada bersama kami disini, menjadi putri dari almarhum Hiroshi Maeda dan Nara Akibara. Mereka berdua orang besar dengan tanggung jawab yang tidak kalah besar. Kalau selama ini kau yakin mereka bisa memikul tanggung jawab itu sampai akhir hayat mereka dengan baik, kenapa kau tidak yakin pada dirimu sendiri?”

“takdir...” Emily memalingkan wajahnya dari Kai. “takdir tidak pernah baik padaku...”

“Em...” Kai memutar wajah Emily agar sang gadis bisa melihatnya. “tidak semua kehidupanmu ditentukan oleh takdir. Kau bisa menentukan jalanmu sendiri untuk hal-hal tertentu.”

“apa? Menjadi pemimpin kalian bukanlah pilihan yang kuambil, Kai...” Emily mendengus.

Kai mendekatkan wajahnya di telinga Emily lalu berbisik penuh hormat dan wibawa, “kami, para anggota PF, tidak pernah mengharuskan anda menjadi pemimpin kami. Kami memang berharap, tetapi kami tidak akan pernah memaksa anda. Jika anda lebih memilih untuk keluar dari gedung ini, kami tidak akan melarang. Tetapi melindungi keselamatan nyawa anda adalah kewajiban utama kami karena itu adalah perintah terakhir dari Damian. Kami akan sangat merasa terhina dan tidak pantas menjalani hidup abadi ini jika kami tidak bisa menjalankan perintah itu.”

“kalian... tidak akan... membenciku...?” Emily bergetar. Lidahnya kelu ketika dia mendengar kata-kata Kai. Kata-kata itu seakan mewakili seluruh anggota PF dan orang-orang kepercayaannya. Dan pria ini tidak mengatakannya dengan nada mengancam, melainkan dengan kerendahan hatinya sebagai seorang bawahan untuk pemimpinnya.

“kita semua memiliki virus yang sama di dalam diri kita, darah Damian mengalir di dalam dirimu. Kau saudara kami. Kami tidak akan memburu saudara kami kecuali kalau dia mengotori dirinya sendiri dengan pengkhianatan.” Perlahan-lahan cengkraman tangan Kai di dagu Emily melonggar lalu menjauhkan wajahnya dari Emily.

Emily memikirkan setiap kata-kata yang diucapkan Kai. Baiklah, dia memang bisa melangkahkan kakinya keluar dari gedung ini kapan pun ia mau. Lagipula selama dia berada disini, Kai dan yang lain tidak pernah melarangnya keluar dari gedung ini. Dia bisa kembali menjalani kehidupannya sebagai manusia dan melupakan segalanya tentang organisasi ini. Toh PF akan selalu mengawasi serta melindunginya dari jauh, dia tidak perlu merasa takut nyawanya akan terancam. Tapi, bagaimana dengan seterusnya? Dia akan melakukan apa? Ibunya sudah tiada, teman-temannya membencinya, dia sudah dianggap tidak ada atau lebih buruk lagi, mati di dunia manusia. Dunia manusia juga penuh kepalsuan. Mereka bisa melakukan apapun untuk mencapai apa yang mereka inginkan dengan segala cara. Lidah manis mereka memiliki taring tidak terlihat yang bisa mencabik-cabik orang yang tidak berdaya tanpa mereka sadari.

Namun tidak di dunia vampir. Baru beberapa hari berada disini Emily bisa merasakan ikatan yang erat dan abadi. Ikatan persaudaraan, persahabatan, dan cinta yang dihiasi oleh intrik. Emily harus mengakui, para makhluk sempurna nan abadi ini telah membuatnya kagum. Walaupun mereka memiliki taring beracun, tapi mereka tidak pernah mengusik kehidupan manusia-manusia tidak berdosa. Mereka yang menghormati Emily hanya menginginkan kebaikan untuknya. Mereka menolong Emily, merangkul Emily ke dalam dunia mereka, dan memberikan sebuah singgasana terbaik untuknya.

Tentunya seluruh keistimewaan itu juga diiringi oleh kewajiban. Kewajiban yang sama istimewanya dengan apa yang ia dapat. Dan itu cukup adil bagi Emily, dia hanya perlu memandangnya dengan sudut pandang yang sama seperti Kai dan yang lain.

Setelah berpikir ia pun melihat ke arah gelas berisi bloodwine milik Kai di depannya. Isi gelas itu tersisa setengah. Karena dia menggunakan sudut pandang yang sama seperti orang-orang di sekelilingnya, dia menjilat bibirnya sendiri saat menghirup aroma darah itu dengan penciuman tajamnya.

“Kai...” panggil Emily.

Ketika Kai menatap gadis itu kembali, kedua mata hitam itu kini berkilat. Wajahnya memancarkan nafsu yang sangat ia kenal ketika seorang vampir sedang kehausan darah. Dan ia tidak kaget dan tidak menganggap apa yang ditanyakan Emily saat ini adalah ilusi, karena gadis itu bertanya dengan rasa lapar,

“bolehkah aku mencicipinya? Bloodwine itu. kelihatannya enak...”

Tanpa ragu dan diiringi sebuah senyuman selamat datang Kai menyerahkan gelas itu. Emily tanpa merasa jijik meneguk seluruh isi gelas itu sampai habis tidak tersisa. Darah itu bagaikan air sekaligus makanan segar dan lezat bagi Emily saat cairan kental berwarna pekat itu melewati tenggorokannya. Kai bisa melihat wajah Emily yang merasakan kenikmatan dari setiap tegukannya.

Emily mengusap sisa-sisa bloodwine dari bibirnya dengan jari-jari lentiknya sebelum ia menghisap jari-jari itu dengan sangat nikmat.

Dan Kai tidak bisa menolak ketika gadis yang terlihat sangat bergairah di depan matanya itu kini menghipnotisnya dengan sebuah permintaan, “Kai, bolehkah aku memesan minuman enak ini lagi?”

---

A/N: iyah, aku lagi jadi psycho. aku gak kuat ngebayangin Emily minum darah itu dan ngebet banget pengen nulis adegannya. lagipula dia kan vampir juga (cuma bedanya dia ga punya taring). dia hanya perlu melihat darah itu dengan sudut pandang yang sama kayak anggota PF lain.

oh well, ini berarti dia gak perlu suntikan darah penuh kasih sayang dari dokter Shou~~ lalalalalalalala~~~ 
*nari balet bareng koron*

2 comments:

  1. kakak, di tunggu lanjutannya, new world sama the delusion... lama amat update nya... :P

    ReplyDelete