Quotes

Writing is not like dancing or modeling; it’s not something where – if you missed it by age 19 – you’re finished. It’s never too late. Your writing will only get better as you get older and wiser - Elizabeth Gilbert

If you write something beautiful and important, and the right person somehow discovers it, they will clear room for you on the bookshelves of the world – at any age. At least try - Elizabeth Gilbert

I never promised the universe that I would write brilliantly; I only promised the universe that I would write. So I put my head down and sweated through it, as per my vows - Elizabeth Gilbert

I believe that – if you are serious about a life of writing, or indeed about any creative form of expression – that you should take on this work like a holy calling - Elizabeth Gilbert

The most beautiful things are those that madness prompts and reason writes - Andre Gide

I always start writing with a clean piece of paper and a dirty mind - Patrick Dennis

It is for this, partly, that I write. How can I know what I think unless I see what I write? - Erica Jong

When I say "work" I only mean writing. everything else is just odd jobs - Margaret Laurence

Writing is a way of talking without being interrupted - Jules Renard

When writing a novel a writer should create living people; people not characters. A character is a caricature - Ernest Hemingway

If writing is honest it cannot be separated from the man who wrote it - Tennessee Williams

I can shake off everything if I write; my sorrows disappear, my courage is reborn - Anne Frank

Anybody can write three-volume novel. it merely requires a complete ignorance of both life and literature - Oscar Wilde

Wednesday, March 14, 2012

New World (12)

12

Ruang direktur di lantai 10 nampak lengang ketika Kai melangkahkan kakinya keluar lift. Kursi direktur kosong, Akito pasti tengah menemani Emily menerima dan mengurusi jasad Nara Akibara yang datang pagi ini.

Kai menatap lekat kursi direktur yang membelakanginya seolah seseorang sedang duduk disana. Saat bayangan orang yang diinginkannya benar-benar duduk disana sesuai imajinasinya, dia dengan lantang berbicara pada kursi kosong itu.

“aku masih berharap yang menduduki kursi itu adalah anda, Hiroshi-sama...”

Suara Kai dibalas keheningan ruangan. Tapi menurut bayangan Kai, Damian sedang duduk disana, mengenakan pakaian kebesarannya. Sang pemimpin tersenyum ramah untuknya. Dari raut wajahnya, Damian tahu betul apa yang akan Kai katakan selanjutnya.

“aku masih berpikir anda tidak benar-benar meninggalkan kami. Aku masih merasa anda pergi ke suatu tempat dan anda pasti akan kembali. Rasanya seperti menanti anda kembali dari Inggris beberapa tahun lalu.” Kai meneruskan.

Kai berjalan menuju lemari berbahan kayu oak yang menyimpan beberapa botol bloodwine dan gelasnya. Letaknya tidak jauh dari meja direktur. Kai membuka pintu lemari yang berkaca transparan itu lalu mengeluarkan sebotol bloodwine dan dua gelas.

“Akito tahu betul ini kesukaan anda...” Kai memandang sejenak botol bloodwine yang memperlihatkan label merek yang memproduksi wine tersebut. “kalau boleh jujur, ini juga kesukaanku...”

Kai menaruh apa yang dia ambil itu ke meja direktur. Satu gelas dia taruh di dekat kursi direktur, dimana gelas satunya lagi ia pegang. Dengan hati-hati dia membuka bloodwine itu lalu menuangnya sampai setengah gelas ke miliknya sendiri juga ke gelas untuk ‘Damian’.

“ini untuk anda dan Emily...” Kai mengangkat gelasnya. “juga untuk kejayaan baru...”

Kai meneguk sedikit bloodwine itu sebelum berkata, “aku sudah bertemu dengannya, Hiroshi-sama. Dia cantik seperti apa yang anda dulu ceritakan padaku.”

Kai menaruh gelasnya di meja lagi kemudian meneruskan, “tapi ketika aku melihatnya secara langsung, dia benar-benar cantik. Sungguh, dia mirip sekali dengan ibunya dan anda. Dia wanita paling sempurna yang pernah kutemui.”

Kai diam. Dia membayangkan bagaimana perasaan Hiroshi ketika pemimpinnya mendengar cerita Kai tadi.

“anda pasti sangat bangga padanya, bukan?” kata Kai pelan. Kepalanya tertunduk dan matanya tidak fokus karena kini dia membayangkan wajah Emily di benaknya. “dia memiliki mata anda. Matanya bagaikan mutiara hitam. Astaga, aku benar-benar tidak bisa berhenti menatap mata indah itu...”

“dia sangat ingin bertemu dengan anda.” Kai meneruskan. “dia bahkan mengikuti penyelidikan kami hanya untuk mencari siapa pembunuh anda dan Nara-san.”

“semua orang disini menyukainya. Aku, Akito, Aoi, Ruki dan kedua keponakan anda, Caz dan Andy, kami menyayanginya. Walaupun dia tidak bersedia menjadi pemimpin kami, tapi kami tetap akan menganggapnya saudara...”

Kai membenarkan posisi duduknya dan tiba-tiba ia tertawa sendiri. Dia merasa aneh karena berbicara sendiri, atau berbicara pada orang yang mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia mempertanyakan dirinya sendiri apakah barusan dia memakai marijuana, ecstasy, atau semacamnya? Seingatnya dia tidak memakai barang-barang haram itu hari ini. Dia ke ruangan ini benar-benar secara sadar. Dia sadar dia sedang berbicara pada kursi kosong, dia sadar gelas wine di seberangnya tidak akan diminum siapapun. Dia juga sepenuhnya sadar, semuanya yang dia katakan tidak akan bisa terdengar oleh Hiroshi-sama.

Namun, dia tetap meneruskannya, “semalam, ketika aku mengantar putri anda ke kamarnya, dia bertanya padaku apakah aku pernah menonton film lama berjudul The Princess Diaries. Dia berkata, kalau situasinya sekarang mirip kisah tokoh Mia di film tersebut. Hanya saja, versinya lebih sadis...”

“dia tidak pernah menyangka kalau anda adalah orang besar. Dia sempat tertekan mengenai itu, terlebih lagi Nara-san mewariskan fashion linenya kepadanya juga. Tapi aku yakin dia pasti bisa mengatasinya.”

“anda sudah menugaskanku untuk mengawasinya sejak usianya 10 tahun. aku selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Aku jadi tahu kalau selama ini dia sebenarnya suka menulis. Aku tidak tahu apa yang ia tulis karena aku tidak mempunyai kesempatan melihat tulisannya. Tapi aku tahu, itulah hal yang paling ia sukai, dan tidak ada satupun orang yang tahu...”

Kai mendesah pelan, matanya menerawang ke langit-langit, teringat kejadian lama itu. “terkadang dia juga hanya duduk di meja belajarnya atau berbaring terjaga di tempat tidurnya, sesekali menangis karena teringat anda. Keinginan seorang gadis kecil yang sangat ingin bertemu ayahnya...”

“pasti anda akan bertanya padaku kenapa aku tidak pernah menceritakan ini saat aku melaporkan hasil pengamatanku kepada anda dulu.” Kai berkata yakin. “itu karena aku juga tahu... anda juga melakukan hal sama sepertinya.”

“di balik sosok pria sempurna itu adalah sosok pria biasa yang merindukan putri semata wayangnya. Dunia sudah berada di genggamannya, tapi dia tidak bisa mendapatkan apa yang menjadi pusat dari dunianya sendiri.” Kai mengutip kata-kata Hiroshi-sama yang pernah beliau katakan di depannya. “dan anda berpesan padaku, meminta supaya Emily tidak seperti anda. Anda tidak ingin Emily mengalami kehampaan yang sama seperti anda alami.”

Kai mendengus pelan. Dia benar-benar mengekspresikan apa yang dia rasakan selama 10 tahun terakhir. Perasaan-perasaan yang tidak pernah benar-benar dia bisa ungkapkan. Dia marah, namun dia tidak menumpahkan kemarahannya baik pada Hiroshi-sama, Emily, atau lainnya. Kalau ada yang bisa disalahkan, Kai sendirilah orangnya. Dia merasa dirinya pengecut, karena tidak pernah mengatakan ini secara langsung.

“anda harus tahu...” Kai meremas kedua tangannya. “saat Nara-san pergi meninggalkan anda dengan membawa Emily... itu bukanlah kesalahan anda. Menurutku, anda hanya berusaha mengatasi kekeliruan yang terjadi pada saat itu. Saat itu, dunia sedang dilanda kehancuran. Dan anda berusaha mengatasi semua itu sendirian padahal anda tahu itu tidak akan bisa.”

“kita memang abadi, kita memang tidak terkalahkan, kita memang terlihat sangat kuat. Tapi kenyataannya tidak sesempurna itu. aku yakin Emily pasti akan menyadari itu sebelum dia dilantik menjadi pemimpin kami. Aku juga yakin kalau itulah yang menjadi kunci anda agar tidak menjadi pemimpin sombong dan sewenang-wenang seperti yang lain.”

Setelah ia selesai, dia tiba-tiba merasa kalau di suatu sudut ruangan ini, seseorang sedang menertawakannya. Kai paham artinya. Dia lalu tersenyum pasrah, “haha... kurasa anda tahu kalau semua yang kukatakan barusan bukanlah alasan sebenarnya kenapa aku datang kemari, bertingkah seperti orang gila dengan berbicara pada kursi kosong...”

Kai menarik nafasnya dalam-dalam. Kali ini dia lebih serius dan mulai menceritakan alasan sebenarnya, “ada satu lagi yang belum kuceritakan pada anda saat aku melaporkan hasil pengamatan Emily...”

“awalnya, aku mengawasinya untuk anda. Aku menjaga keselamatannya demi anda yang tidak ingin kehilangannya. Demi anda juga, aku melakukan apapun. Tapi seiring berjalannya waktu, semua motif itu berubah...”

“sekarang, aku mengawasinya untuk diriku sendiri. Aku melindunginya agar aku tidak kehilangan orang yang sangat berharga di dalam hidup abadiku. Siapapun yang berani menorehkan goresan sedikitpun di tubuhnya, aku akan mengangkat senjataku dan memburu orang yang melakukannya, lalu menghabisinya tanpa ampun. Bila dia adalah putri dan pusat dunia anda, dia juga mempunyai peran yang sama di duniaku...”

Berbagai perasaan berkecamuk di dalam batinnya, menyesal karena terlambat mengatakannya, merasa seperti seorang pecundang, dia bahkan mengejek dirinya sendiri karena tidak bisa mengakui ini secara jantan. Tapi dengan tegar dan tanpa ragu dia mengatakannya, “aku berharap anda benar-benar berada disini, agar aku bisa mengakui ini secara jantan. Sebagai pria biasa dan tidak berdaya...”

“aku mencintai Emily. Aku sangat mencintainya. Dan jika anda berkenan, aku ingin memilikinya. Walau itu berarti aku harus melepaskan seluruh kehormatan dan harga diri yang kumiliki...”

 ---

Garasi markas PF kini dipenuhi oleh para staf markas yang baru saja menerima kedatangan jasad Nara Akibara yang dibawa oleh mobil ambulans. Akito melihat ibu Emily ada di dalam peti mati berbahan kayu jati yang dipernis.

Upacara penghormatan diadakan sejenak. Semua orang melepas topi mereka dan menundukkan kepala saat jasad wanita terkenal itu menuruni mobil ambulans. Sesuai perintah Akito, beberapa petugas bersenjata lengkap berjaga di depan pintu garasi dalam keadaan siap. Akito ingin mencegah hal buruk terjadi saat acara penerimaan ini berlangsung.

Akito menoleh ke sampingnya, dimana Emily berdiri. Gadis itu terlihat sedang menahan air matanya, nanar matanya berusaha menyembunyikan kepedihan yang dirasakannya. Kedua tangannya mengepal erat dan bergetar. Sebagai tanda bahwa Emily tidak sendirian, Akito meraih tangannya. Hanya dengan senyuman dan tatapan mata lembut, getaran di tubuh Emily mulai berkurang. Emily memberikan sebuah senyum simpul ke Akito sebagai tanda terima kasih.

Jasad Nara dibawa ke ruang medis untuk diperiksa oleh Shou dan Nao. Seluruh benda termasuk pakaian yang melekat di tubuh Nara dilepaskan saat dia ditaruh di atas meja autopsi. Tubuh pucat dan dingin itu ditutupi oleh selimut sebatas dadanya.

Emily memerhatikan bagaimana kedua dokter ahli itu memerlakukan ibunya dari balik kaca ruang lab sebelah dengan sangat lembut. Emily bisa melihat gerak bibir Shou yang sedang berbicara pada Nara, dimana Nao sesekali menimpali apa yang sahabatnya katakan untuk ibunya.

“Shou berkata dia sangat senang bisa bertemu Nara-san. Tapi sangat disayangkan mereka bertemu dalam kondisi seperti ini...” Akito yang berdiri di samping Emily menjelaskan.

“kau bisa membaca gerak bibir orang?” Emily melihat Akito. Akito hanya memberikan senyum sebagai jawaban.

“apa Shou biasa seperti itu kepada mayat-mayat yang dia periksa? Berbicara pada mereka?” tanya Emily.

“ya. Tapi hanya kepada jasad-jasad yang menurutnya spesial. Salah satunya adalah Nara-san...”

“kau bisa melihatnya kan, Akito?” Emily meminta Akito memerhatikan Nara baik-baik. “ibuku cantik sekali, bukan? Bahkan ketika sudah tiada sekalipun.”

“dia mirip kau, Emily” Akito memberikan pendapat dari apa yang ia lihat. “kau memiliki sebagian wajahnya”

Emily menghela nafas. Dia mundur dari kaca dan duduk di kursi dekat mikroskop. Akito ikut mendampingi Emily. Akito mengambil sebagian rambut panjang yang menutupi wajah Emily yang menunduk kemudian menaruhnya di belakang telinganya agar dia bisa melihat wajah cantik namun lesu itu.

“kau terlihat pucat” kata Akito. “kau tidak apa-apa?”

“ya, aku tidak apa-apa. Aku hanya... tidak sempat sarapan atau mengonsumsi darah pagi ini.” jawab Emily.

“apa? Mengonsumsi darah?” Akito mengernyitkan dahi. “kau sudah bisa meminumnya secara langsung?”

Emily mengangguk pelan. “semalam Kai memberikan bloodwinenya padaku. Dan aku menghabiskannya sekaligus.”

“Shou dan Nao sudah tahu soal ini?”

“belum. Aku tidak ingin mengganggu kesibukan mereka mengurus ibuku”

Mereka mendengar ketukan pintu yang membatasi ruang medis dan lab. Pandangan Shou yang ada di balik pintu itu terlihat sangat mendesak bagi Emily dan Akito. Dengan isyarat jarinya, Shou meminta mereka berdua masuk, ikut bergabung ke dalam ruang medis.

“aku sangat penasaran dan kesal kenapa mereka yang menangani jasad Nara-san sebelum kami tidak memberitahuku soal ini.” kata Shou marah. Dia memperlihatkan sesuatu yang tersembunyi di leher Nara yang terbaring di meja autopsi.

Nao memfokuskan cahaya lampu yang ada di atas mereka agar mereka bisa melihat baik-baik. “luka itu kecil dan tersembunyi di balik rambut Nara-san.”

Emily mencondongkan diri ke tubuh ibunya dan terpekur ketika sudah mengetahui apa yang Shou dan Nao maksudkan. Wajahnya berubah menjadi kaku dan matanya terasa tidak sanggup berkedip lagi. “ibuku... digigit oleh vampir?”

“ya, tapi racun yang disebarkan tidak cukup untuk membuat beliau menjadi salah satu seperti kita.” Jawab Nao. “dilihat dari letak lukanya, sepertinya beliau diserang dari belakang...”

“dia ingin mengisap darah Nara-san, bukannya ingin mengubah beliau menjadi vampir.” Shou menambahkan. “benar-benar pembunuh licik.”

“kurasa karena dendam” timpal Akito. Dia ikut mengamati luka itu dengan caranya sendiri dan mendapatkan sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh ketiga pasang mata lainnya. “lihat, pola lukanya teratur, itu berarti Nara-san tidak sempat melawan atau dia tahu siapa yang menggigitnya namun dia tetap membiarkannya. Seseorang yang bernafsu atau lapar akan darah tidak mungkin selembut itu dalam mengisap”

“dari perubahan warna kulit di sekitar leher dan dengan tidak ditemukannya kerusakan urat dan syaraf, dia mengisapnya dengan tenang. Tapi dia tidak bisa mengisapnya lebih banyak lagi karena dia menyimpan dendam pada Nara-san”

“kenapa pembunuh itu mengisap darah ibuku padahal dia ingin membunuhnya?” Emily bertanya dengan suara pelan namun dapat didengar oleh ketiga vampir yang bersamanya.

“kita harus memeriksa latar belakang Nara-san, terlepas dari perannya untuk kejadian perang darah 20 tahun lalu. Kaitkan juga dengan peristiwa yang dialami oleh Ruki.” Kata Akito.

“tampaknya ada seseorang yang tahu hal itu, makanya dia membunuh beliau dan mengincar Emily karena dia adalah keturunannya” Shou menyampaikan opininya. “kurasa dia mungkin seseorang yang terinfeksi virus stirpes dan tidak rela dirinya berubah menjadi vampir”

“bukankah peran ibuku dalam perang darah sudah disembunyikan rapat-rapat dari publik? Kenapa bisa ada yang tahu?”

“kalau begitu, dia bukan vampir biasa, Em...”

 ---

Seluruh anggota inti PF berkumpul di ruang rapat, membicarakan dan merencanakan strategi untuk menangani kasus sulit ini. Emily duduk di kursi ujung meja melihat seluruh bawahannya hadir mengisi kursi lainnya di sisi meja yang lain.

Ketika Emily melihat mereka masuk ke ruangan, Emily mencari satu orang lagi yang belum hadir. Kalau orang itu tidak hadir, Emily akan merasa rapat yang akan dilaksanakan seperti tidak ada yang hadir saja.

Tapi vampir yang menarik perhatian Emily itu datang. Ekspresi wajahnya selalu sama. Angkuh, memiliki harga diri tinggi, namun kuat dan tidak terkalahkan. Entah ini hanyalah khayalan Emily atau bukan, dia tadi sempat melihat mata orang itu berkilat misterius saat pandangan mata mereka bertemu.

Emily menahan orang itu sebelum dia mencapai kursinya. “Kai...”

Kai menengok ke arahnya, bertanya kenapa Emily memanggilnya.

“kemana saja kau? Kenapa kau tidak menemaniku menerima jasad ibuku?” tanya Emily datar dengan pandangan mata lurus ke depan. Dia tidak ingin menatap mata kuning keemasan itu. Membuat tubuhnya bergetar tanpa sebab.

“maaf, Em. Kupikir rasanya sudah cukup jika Akito yang menemanimu...” ada sedikit nada penyesalan dari jawaban Kai.

Seandainya aku bisa memberitahumu, Em...

Mata Emily terbelalak kaget. Tidak salah lagi, dia mendengar suara itu! Suara yang berasal dari lubuk hati Kai yang terdalam. Emily bisa mendengarnya! Tapi kenapa baru sekarang? Kalau dia memang memiliki bakat membaca pikiran atau semacamnya, kenapa baru muncul sekarang? Dan kenapa hanya pada Kai saja?

“kumaafkan. Lain kali, jangan berpisah dariku, Kai. Kau mengerti?” permintaan itu lebih terdengar seperti sebuah perintah.

“baik, Emily...” Kai memberi hormat sebelum dia pergi ke kursinya, tepat di sebelah Emily.

“perkembangan baru. Nara-san ternyata juga salah satu korban pengisapan vampir tidak dikenal, yang menjadi tersangka utama kita.” Akito langsung memulai rapat tanpa berbasa-basi.

“tunggu...” Aoi nampaknya tidak percaya pada apa yang telah ia dengar barusan. “beliau... menjadi korban pengisapan? Kalau begitu, untuk apa dia melakukannya kalau niat awalnya adalah membunuh beliau?”

“vampir itu memiliki hubungan masa lalu dengan Nara-san. Benar begitu?” Andy mencoba menebak.

“benar. Sepertinya dia tahu peran Nara-san dalam perang darah 20 tahun lalu.” Jawab Akito.

“kenapa dia bisa tahu? Bukankah semuanya sudah ditutupi rapat-rapat?” Andy bertanya.

“serapat apapun sebuah rahasia disimpan, suatu ketika nanti akan terbuka juga, apapun caranya...” Caz menimpali. “aku takut jika vampir kita ini benar-benar tahu kemudian menyebarkannya ke publik. Kalian tahu kan Nara-san orang terkenal. Emily bisa benar-benar dalam bahaya bila masyarakat tahu.”

Kemudian bayang-bayang horor menghantui seluruh pikiran mereka termasuk Emily. Jika apa yang dikatakan Caz benar-benar terjadi, salah-salah para manusia akan mengamuk dan bukan tidak mungkin perang darah akan terjadi lagi.

“tapi dia cukup bodoh meninggalkan jejak racunnya di kedua korban dan Nara-san. Kita kan bisa melacak melalui itu.” Ruki tertawa.

Namun tawa Ruki yang meremehkan itu dipotong oleh Kai, “kelihatannya memang cukup bodoh. Tapi aku mempunyai firasat tidak enak soal itu. Untuk kepastiannya, kita tunggu saja hasil tes racun dari Shou...”

“Emily, apa kau memiliki sesuatu untuk disampaikan?” Akito hampir lupa pemimpin sebenarnya ada disini, hadir bersama mereka untuk pertama kalinya di rapat ini. Posisinya sebagai pemimpin rapat bergeser sudah. Sang puteri mahkota sebentar lagi akan siap menggeser semuanya.

Emily diam saja. Dia masih memikirkan ibunya yang ada di ruang medis sana. Belum lagi tentang perasaan aneh yang selalu muncul setiap kali dia melihat Kai, belum termasuk juga bagian dia bisa membaca potongan dari pikiran-pikiran yang ada di dalam kepala vampir tampan itu. Oh tidak, jangan sampai dia menjadi tergila-gila karena itu. Belum saatnya.

“aku...” Emily terdengar ragu. “kupikir salah seorang dari kita harus menyelidiki teman-teman ibuku, seperti yang pernah kukatakan sebelumnya saat rapat dengan Kai dan anak-anak buahnya. Rena dan Saki bisa membantu. Lalu...”

“Emily...” Akito menaruh tangannya di pundak Emily. “tidak usah ragu. Katakan saja pendapatmu.”

Bukannya ragu, Emily hanya takut salah langkah. Dia tidak ingin pikiran jernih diselimuti oleh kabut rasa penasaran dan rasa sedih yang dia rasakan. Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah.  Dia belum siap menjadi pusat dari segalanya. Dia juga belum sanggup jika melihat orang lain menumpahkan darahnya hanya demi dirinya.

“anak buahku sudah berkoordinasi bersama Rena dan Saki. Mereka akan menyusup ke dunia hiburan tidak lama lagi untuk menyelidiki.” Kai memberikan kabar baru.

“kurasa salah satu dari kalian harus datang ke butik ibuku...” Emily memberi perintah pertamanya. “aku ingin tahu bagaimana kabarnya dan bagaimana pandangan orang-orang mengenai aku dan ibuku. Bisa jadi mereka tahu sesuatu. Caz, Aoi, kalian bisa menjalankan tugas itu, kan?”

Pasangan itu langsung menyanggupi. “tentu saja. kami siap.”

Konsentrasi penyelidikan ini sedikit bercabang karena mereka juga harus melindungi Emily. Emily masih baru. Meskipun dia memiliki kekuatan di atas mereka, dia masih harus berlatih keras untuk menggunakan kekuatan itu sebaik-baiknya.

“aku sudah menyelidiki manifestasi daftar pria misterius yang membeli senjataku. Dia tidak bisa dilacak. Dia sudah menghapus jejaknya setelah dia mencuri seluruh senjata itu dariku. Vampir ini seperti hantu.” Ruki turut memberikan laporannya.

“tunggu...” Emily menegakkan posisi duduknya. “kalau dia memiliki akses untuk menghapus identitas dan jejaknya, itu berarti dia seperti kita, bukan?”

“ya, tapi masalahnya, siapa?” Kai memberitahu rintangannya. “di Jepang, ada ratusan klan vampir, baik klan kecil maupun besar.”

“tapi tidak semua dari mereka tahu tentangku, bukan? Tidak semua tahu Damian mempunyai anak. Tentu saja, kelahiranku sangat dirahasiakan oleh kalian, bukan?”

“bagaimana kita bisa melacak setiap klan jika vampir yang kita cari seperti tidak ada di dunia nyata ini? dan ya, yang tahu mengenai kelahiran dan peranmu disini hanyalah kami. Tapi seperti yang Caz katakan tadi, sebuah rahasia yang tertutup rapat pasti akan terungkap juga.” Kai membantah lagi.

“vampir ini tidak mungkin bekerja sendirian...” Aoi angkat bicara. “kalau dia sama seperti kita, apalagi seperti Damian dan Emily, dia pasti memiliki anak buah untuk diperintah. Yah, seperti menculik korban atau semacamnya.”

“dan anak buah itu tentu saja bukan sembarang anak buah karena dia tidak terlihat...” Akito tersenyum optimis. “karena atasan mereka tidak terlihat, bisa jadi mereka juga sedang menyamar...”

“tunggu, tunggu...” Caz sangat mengerti bagaimana semangat para pria di ruangan ini jika mereka mendapatkan sebuah tantangan baru. “kalian tidak mengerti bahayanya. Jika mereka menyamar, bisa jadi mereka juga salah satu anggota klan ini untuk menyelidiki Emily.”

“pasti ada. Dia menjadi mata dan telinga vampir brengsek itu.” Kai memejamkan matanya, membayangkan bagaimana rupa mata-mata itu. “dia tidak mungkin mengisi jabatan tinggi disini karena akan sangat mencolok. Mungkin dia salah satu di antara anak-anak buah divisi kita. Apa yang dia lakukan pasti telah membuatnya tahu Emily ada disini. Dia sengaja tidak bergerak karena yang diperbolehkan menghabisi Emily hanyalah atasannya.”

“dia menunggu Emily lengah dan keluar dari sarangnya...” ujar Ruki.

“kalau begitu, kita berikan saja apa yang dia mau?” tiba-tiba suara Emily memecahkan keseriusan mereka.

“maksudmu, Em?” Andy bingung. “jangan bilang kau ingin terjun ke dalam bahaya.”

“iya, Em. Tidak aman. Kita tidak tahu bagaimana tindakan vampir itu selanjutnya!” timpal Caz.

“dia menantangku, itu berarti kekuatannya sama sepertiku. Aku membutuhkan lawan setara sama sepertinya yang putus asa karena tidak menemukan lawan yang bisa diajaknya bertarung. Jika dia cukup lama mengintaiku, dia pasti tahu kekuatanku, bahkan mungkin kekuatan yang belum kuketahui sekalipun.” Emily menaruh kedua tangannya di meja. Dia mulai menjelaskan alasannya kenapa dia harus maju.

“sekarang yang kita perlu lakukan adalah berpura-pura tidak tahu kita tahu ada salah satu anak buahnya ada disini. Tapi kita tetap waspada. Jika kalian menginginkanku berada di markas, aku akan berlatih untuk bisa seperti kalian. Tapi selama aku berlatih itu, aku ingin melakukan satu hal yang bisa memancingnya keluar...” Emily berpikir. “kalian ada ide?”

“oh ya! Minggu depan Tora-kun mengajak kita bermain di casinonya! Bagaimana kalau kita semua pergi kesana sekaligus memerkenalkan Emily ke seluruh tamu? Siapa tahu tikus-tikus kita akan bergerak disana?” Ruki memberikan usul dengan semangat.

“bilang saja kau masih ingin menantangnya bermain black jack lagi...” Aoi memasang wajah datar. “sudahlah, kau tidak akan bisa menang melawan orang Inggris itu.”

“Tora?” Emily baru mendengar nama itu.

“dia dan adiknya, Saga, adalah penghubung kita dari klan yang ada di Inggris. Ayah mereka, sang ketua klan itu, adalah sepupu Damian.” Kai berbisik di telinga Emily.

“oh...” Emily baru tahu dia mempunyai saudara jauh yang kaya dan gemar berjudi. Belum termasuk bagian memiliki casino.

“casino yang mereka bangun hanya untuk klan kita dan para anggota klan vampir besar dan memiliki pengaruh.” Akito turut berbisik di telinga kanan Emily. “Ruki benar. Kita bisa memancing tikus itu disana.”

“kalau begitu, kita persiapkan saja...” Emily tersenyum manis. Emily tidak tahu, senyumannya yang sempurna itu baru saja menyihir 2 vampir di kiri-kanannya. Emily sebenarnya nyaris sempurna dari segalanya. Tinggal waktu saja yang akan mengungkapkan seluruh kesempurnaan itu satu per satu.

Kai yang terpaku dan tidak bisa berhenti memandangi Emily yang sedang bertanya pada yang lain bagaimana asyiknya casino milik Tora dan Saga akhirnya kembali ke dunia nyata saat dia merasakan handphonenya bergetar.

“ya, Shou. Ada apa?” kata Kai begitu dia mengangkat teleponnya.

Emily langsung mengalihkan perhatiannya ke Kai saat vampir itu menyebutkan nama Shou di telepon. Kai tidak berbicara banyak di telepon, tapi wajahnya berubah mengerikan. Sepertinya berita yang disampaikan Shou tidak bagus.

“Emily, Aoi. Kalian harus ikut aku. Ada perkembangan baru dari Shou.” Perintah Kai setelah dia menutup telepon.

“ada apa, Kai?” Aoi ingin tahu kenapa dia turut diajak.

“sudahlah, ikut saja. kau akan tahu alasannya setelah sampai di lab.” Jawab Kai sambil menarik tangan Emily keluar dari ruang rapat.

 ---

Damian selalu waspada jika dia sedang berhadapan dengan orang ini. tinggal menghitung hari saja sampai dia kehilangan nyawanya. Bukan karena Damian tidak selemah seperti orang ini pikir, tapi karena orang ini memegang kartu asnya.

“kau tidak harus melibatkan dia dalam masalah kita, Delaney...” Damian tidak boleh memerlihatkan ketakutannya di depan orang ini. tidak boleh.

Namun sepertinya Delaney bisa melihat sekilas ketakutan itu di mata hitam Damian. “haha... ya, sama sepertimu yang tidak melibatkan seluruh anak buahmu ke dalam masalah kita...” tawa Delaney terdengar mengejek dan angkuh di telinga Damian.

“tolong...” Damian tidak pernah mengucapkan kata itu dengan nada putus asa seperti ini. “biarkan mereka hidup tenang seperti keinginan mereka.”

“keinginan mereka atau keinginanmu?” pertanyaan Delaney bagaikan pisau tajam yang menyayat hatinya.

Dengan tenang Damian menjawab, “keinginan kami berdua...”

“hoo... romantis sekali...” Delaney berdiri di hadapan Damian yang sedang duduk. Ingin sekali Delaney tertawa karena melihat keputus asaan penguasa ini di depannya. Delaney bangga, hanya di depan dialah Damian memerlihatkan kelemahannya.

“tapi aku sangat ingin sekali menyentuh putrimu. Dengan mata pisau, di jantungnya...” dengan cepat Delaney berbisik di belakang Damian. Hanya Damian yang tahu kekuatan Delaney, kekuatan yang sama besarnya seperti dia dan putrinya yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa.

“kau tahu betul dia tidak akan mati semudah itu...”

“aku tahu. Tapi aku yakin suatu hari nanti dia pasti akan mendatangiku. Sang putri half-blood, jenis haram yang tidak diinginkan oleh 2 ras, manusia dan vampir.”

“itu berarti kau lupa siapa dirimu sebenarnya.” Damian memeringatkan. “jangan lupa, kita dulunya pernah menjadi seperti mereka.”

“mendatangiku dengan penuh amarah, menantangku untuk bertarung, seakan dia yakin dia pasti bisa menghabisiku seorang diri...” Delaney tidak memedulikan peringatan Damian dan kembali tertawa mengejek.

“tapi pada akhirnya dialah yang akan membakar tubuhmu dan membuangmu seperti binatang. Aku yakin itu.” balas Damian. “dia memang belum mengetahui kekuatannya, tapi seluruh kekuatan yang dimilikinya melebihi kekuatanmu, termasuk kekuatan yang mungkin tidak dia ketahui sekalipun...”

 Demi memberikan kesempatan untuk sang half-blood menggunakan kekuatannya yang tidak terbatas, Damian rela mengorbankan nyawanya. Hanya dengan membayangkan Delaney tertawa kesakitan di tengah api yang melalap tubuhnya sendiri, itu sudah membuatnya puas.

Dan demi sang half-blood yang akan meneruskan kejayaannya, nyawanya tidak ada artinya lagi bagi Damian...

Kematiannya hanyalah sebuah awal.

No comments:

Post a Comment