Quotes

Writing is not like dancing or modeling; it’s not something where – if you missed it by age 19 – you’re finished. It’s never too late. Your writing will only get better as you get older and wiser - Elizabeth Gilbert

If you write something beautiful and important, and the right person somehow discovers it, they will clear room for you on the bookshelves of the world – at any age. At least try - Elizabeth Gilbert

I never promised the universe that I would write brilliantly; I only promised the universe that I would write. So I put my head down and sweated through it, as per my vows - Elizabeth Gilbert

I believe that – if you are serious about a life of writing, or indeed about any creative form of expression – that you should take on this work like a holy calling - Elizabeth Gilbert

The most beautiful things are those that madness prompts and reason writes - Andre Gide

I always start writing with a clean piece of paper and a dirty mind - Patrick Dennis

It is for this, partly, that I write. How can I know what I think unless I see what I write? - Erica Jong

When I say "work" I only mean writing. everything else is just odd jobs - Margaret Laurence

Writing is a way of talking without being interrupted - Jules Renard

When writing a novel a writer should create living people; people not characters. A character is a caricature - Ernest Hemingway

If writing is honest it cannot be separated from the man who wrote it - Tennessee Williams

I can shake off everything if I write; my sorrows disappear, my courage is reborn - Anne Frank

Anybody can write three-volume novel. it merely requires a complete ignorance of both life and literature - Oscar Wilde

Friday, December 2, 2011

New World (4)

4

“Yuki! Ayo cepat! Nanti kita bisa terlambat!” seru ibu Yuki dari lantai bawah. Yuki masih di dalam kamarnya, berusaha mencari pakaian yang bagus yang pantas untuk dikenakan ke pemotretan ibunya. Apalagi ibunya meminta Yuki untuk berpakaian sedikit formal.

“sebentar lagi, ibu!” balas Yuki. Setelah setengah jam mengacak-acak lemarinya, akhirnya dia memutuskan untuk memakai onepiece sederhana tanpa lengan berwarna hitam polos yang di bawahnya dilapisi kaus lengan panjang berwarna putih. Dia mengambil kaos kaki hitam motif tengkorak dari laci lemari yang panjangnya selutut yang ia pakai bersama high heels merk Nara hitam polos yang belum pernah dia pakai.

Saat ibunya melihat Yuki berpenampilan seperti itu ketika Yuki turun dari kamarnya, ibunya berkomentar, “boleh juga pilihanmu, Yuki. Atau mungkin karena ibu tidak terlalu suka gaya gothic...”

“ibu, ini sudah yang terbaik yang bisa kuambil dari lemariku...” Yuki cemberut. Mata seorang desainer memang jeli. Yah, walaupun Yuki sendiri merasa agak aneh dengan penampilan barunya.

“kau bisa bersikap lebih percaya diri, Yuki...” dari saran yang diberikan ibunya, seakan Nara bisa membaca lagi pikiran anaknya.

Yuki hanya mengangkat bahunya dan mengikuti langkah ibunya keluar dari rumah.

 ---

Pemotretan yang diadakan di sebuah studio milik fotografer yang disewa oleh Nara untuk pemotretan rancangan terbaru Nara yang berupa rancangan terbaru yang akan keluar musim berikutnya. Sesampainya mereka di lokasi pemotretan, ibu Yuki langsung diserbu oleh para karyawan dan orang-orang yang bekerja untuknya. Seperti salah satu pria yang penampilannya metroseksual menurut Yuki yang memperlihatkan salah satu sketsa sebagai setting foto untuk digunakan. Dengan sikap yang biasa saja, Nara menunjuk salah satu sketsa itu. Dan pria itu langsung pergi meninggalkannya dengan terburu-buru, tidak lupa memberikan ucapan terima kasih dan pujian selangit untuk Nara.

Dan sebelum Nara tenggelam dengan kesibukannya, ia berbisik pada Yuki yang mengekor di belakangnya, “kau bisa menunggu di ruang tunggu. Disana ada banyak kue dan majalah untukmu. Ruang tunggunya ada di ujung koridor ini.”

Yuki yang sadar kalau ibunya akan sangat sibuk hari ini pun berbalik meninggalkan ibunya di tengah-tengah kerumunan orang-orang yang menyiapkan pemotretan itu. Entah sudah berapa kali Yuki melihat banyak orang berlalu-lalang dengan membawa rak yang membawa mantel-mantel yang menjadi bahan pemotretan di sepanjang koridor yang untungnya luas sehingga tidak membuat Yuki menjadi sesak nafas karena terlalu ramai itu.  Koridor ini dindingnya terdapat banyak sekali poster-poster yang menampilkan foto-foto hasil karya fotografer pemilik studio ini. Dari pandangan sekilas Yuki, dia menganggap hasil karyanya sangat luar biasa. Pasti membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk menyewa studio bernuansa putih dan krem sederhana tapi terlihat mewah ini.

Beberapa mata lagi-lagi memandang ke arahnya. Pertama-tama dari editor fotografi yang kebetulan berpapasan dengannya, dari tatapan matanya berkata kalau penampilan Yuki sedikit aneh dan mungkin dia sama sekali tidak membayangkan kalau putri dari seorang perancang terkenal gaya pakaiannya bisa berbeda jauh dari rancangan ibunya sendiri.

Lalu orang-orang yang menyiapkan tata cahaya dan persiapan untuk pemotretan lainnya juga memperhatikannya. Mereka sangat mengagumi kecantikan yang tersembunyi di dalam diri Yuki, yang bahkan Yuki tidak menyadarinya. Mereka sangat menyayangkan kenapa tidak Yuki saja yang menjadi model mereka.

Dan beberapa model yang kebetulan berada di studio untuk pemotretan lainnya langsung berbisik pada satu sama lain setelah melihat Yuki. Yuki tidak menyukai mereka sama sekali. Karena menurut Yuki, wajah para model itu ‘sama’. Yuki yakin semua itu adalah hasil dari operasi plastik yang menelan biaya yang tidak sedikit dan merubah sekitar 80% wajah mereka. Rambut seperti benang rambut pada boneka yang pasti hasil extension dan perawatan rambut berjam-jam di salon, wajah-wajah seperti manekin menakutkan yang bersikap terlalu kawaii tapi menjijikkan. Mereka bahkan mengenakan dress tebal berkerah tinggi padahal leher mereka pendek dan muka mereka sangat bulat, benar-benar tidak pantas. Yuki bisa tahu itu karena dulu ibunya sering jadi penasihat gayanya, sebelum Yuki mempunyai gaya sendiri.

Rasanya perjalanan menuju ruang tunggu yang dimaksud sangat lama karena tatapan-tatapan yang membuat Yuki tidak nyaman itu. Begitu dia sampai di depan pintu ruang tunggu, Yuki berharap semoga tidak ada yang aneh-aneh menantinya disana. Contohnya seperti tatapan itu.

Dia membuka pintu perlahan-lahan, mengintip siapa yang ada di dalam. Ruang tunggu itu cukup sepi karena ruang tunggu itu khusus untuk orang-orang tertentu saja. Semua orang disini tampaknya sadar betul kalau tidak sembarang orang bisa duduk di sofa atau hanya menikmati secangkir kopi di ruangan ini.

Karena disini adalah ruang tunggu untuk para supermodel agar mereka bisa menenangkan diri atau beristirahat sejenak sebelum sesi pemotretan dimulai. Dengan ragu dia mengucapkan permisi, bertanya-tanya dalam hati apakah dia perlu melakukan itu.

Ruang tunggu ini memiliki sofa yang desain dan kualitasnya sama seperti sofa yang ada di butik Nara, sofa itu ditaruh di tengah-tengah ruangan dengan sebuah meja kaca transparan yang sangat bersih di depannya. Sekitarnya hanyalah rak buku yang diisi buku-buku tentang fotografi, desain, dan tentunya fashion. Di sebelah rak buku terdapat rak yang berisi majalah-majalah dari dalam dan luar negeri seperti Vogue, Elle, Runway, Kera, Vivi, Can Can dan sebagainya  yang diatur sesuai tanggal terbitnya. Khusus untuk majalah dari luar negeri, rak itu mempunyai edisi bahasa Jepang dan edisi bahasa Inggrisnya.

Di seberang rak buku ada mesin pembuat kopi dan termos kecil untuk membuat air panas dengan listrik. Di sebelah mesin itu ada nampan cokelat tempat ditaruhnya bungkus kecil untuk cangkir-cangkir keramik putih dengan piringnya, kopi, teh, krim, dan gula. Di sebelahnya lagi terdapat 5 toples kue-kue kering yang isinya masih penuh. Tentu saja, karena model-model disini pasti hampir tidak makan apapun.

Tapi toples itu dalam sekejap mata hanya tinggal 3 buah saat seorang model yang sedari tadi Yuki lihat namun tidak dia pedulikan karena dia terlalu memperhatikan suasana ruangan ini mengambilnya.

Yuki kini melihat ada 2 orang model yang sangat cantik duduk di sofa. Mereka benar-benar cantik, bukan cantik karena hasil operasi plastik atau cantik terlalu kawaii dan bermuka sama seperti para model yang Yuki lihat sebelumnya. Mereka cantik karena diri mereka memang begitu apa adanya.

Model pertama yang dia lihat sedang duduk menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil mendengarkan musik dengan iPod itu memiliki rambut panjang sepunggung yang sangat bagus dan subur secara alami. Rambut merah itu tergerai begitu saja dan sama sekali tidak berantakan. Penampilannya feminin dan mencirikan jati dirinya yang lembut tapi misterius. Kedua matanya yang sipit tapi indah dan dibingkai dengan eyeliner yang dipulas dengan sangat cantik menatap Yuki dengan ramah. Dan saat Yuki bisa melihat dengan jelas wajahnya, kini dia bisa menilai kulit putih pucatnya semakin menambah kecantikannya itu.

“kau pasti Yuki...” model itu tersenyum dengan bibirnya yang diberi lipstik merah dan membuatnya terlihat seksi tapi tidak murahan.

“ya...” jawab Yuki dengan penuh rasa canggung. Benar dugaan Yuki, dia pasti akan sangat sangat merasa minder kalau bersama wanita ini. Bukan karena dia model atau penampilannya yang berbeda jauh dari Yuki, tapi karena Yuki takut kalau dia tidak pantas berdiri sejajar di sebelah kedua model ini karena kecantikan mereka yang luar biasa itu.

“senang sekali rasanya bisa bertemu denganmu!” model kedua yang tadi mengambil toples kue langsung menaruh kedua toples itu di atas meja dan meloncat dengan girang dan berlari kecil ke arah Yuki.

Model kedua yang Yuki perhatikan sama cantiknya seperti model yang pertama. Yuki berasumsi mereka adalah kakak adik karena Yuki bisa menemukan beberapa kesamaan pada wajah mereka seperti hidung yang sempurna dan mata sipit yang sama. Model kedua ini sama sekali tidak memakai make up, tapi wajahnya yang sangat cantik dan manis itu terpancar karena hatinya yang selalu ceria. Rambutnya yang brunette dan panjangnya sedada itu ia catok ikal. Dan penampilannya... sedikit mirip dengan Yuki, kemeja putih polos dengan rok gothic hitam selutut dengan kaos kaki hitam dan sneakersnya.

“hai...” sapa Yuki dengan ramah juga.

“maaf kalau aku kurang sopan. Aku terlalu gembira untuk bertemu denganmu. Aku Satsuki Haru dan dia kakakku, Hiroko Haru.” Satsuki menunjuk model pertama yang dia perhatikan tadi.

Hiroko menyapanya dengan suara yang sangat lembut dan merdu, “hai, Yuki-chan... senang bisa bertemu denganmu...”

Ya ampun, tutur katanya sopan sekali... komentar Yuki dalam hati. Karena tidak bisa berkata apa-apa lagi, Yuki hanya menurut saja saat Satsuki menariknya duduk di sofa yang sama tempat mereka duduk.

“kami disini untuk menunggu pemotretan yang akan dimulai setengah jam lagi. Kami tahu kami harus pergi ke ruang ganti untuk bersiap-siap, tapi kami sengaja menunggu disini aga bisa bertemu denganmu!” Satsuki menjelaskan situasi mereka dengan penuh semangat.

“kalian berdua benar-benar cantik...” puji Yuki dengan tulus pada mereka. Dan mereka berdua tersipu dan sangat menghargai pujian Yuki, seolah pujian Yuki adalah hal yang sangat penting bagi mereka.

“kau juga sangat cantik, Yuki-chan...” Hiroko memuji Yuki. “aku mengatakan ini bukan karena kau telah memuji kami, tapi memang begitu adanya...”

“tidak, aku tidak secantik dan selangsing kalian...” Yuki merendah. “bicara soal langsing, apa kalian akan memakan semua kue itu?” Yuki  menunjuk biskuit cokelat yang tadi Satsuki ambil.

“tentu saja. kau mau? Kau pasti lapar.” Satsuki mengambil salah satu toples dan menawarkannya ke Yuki. Tentu saja Yuki tidak bisa menolak. Walaupun dia sangat ingin sekali melahap seluruh isi toples itu sekaligus, dia tetap menjaga sikapnya dengan hanya mengambil sekeping saja.

“kupikir model tidak pernah makan makanan seperti ini...” kata Yuki sambil mengunyah biskuitnya.

“kami tidak pernah menjaga pola makan kami. Kami makan saat kami lapar, dan makan apapun yang kami inginkan.” Jawab Satsuki.

“aku percaya. Kalian berdua sungguh berbeda dari model-model yang kulihat di luar ruang tunggu ini. Tidak heran ibuku menginginkan kalian berdua untuk menjadi modelnya...” ujar Yuki.

“dia wanita yang baik...” kata Hiroko. “kami sudah bekerja untuknya selama 5 tahun, dan baru sekarang kami mendapat kesempatan untuk bertemu denganmu...”

“maaf, aku sebenarnya baru pertama kali ini ke tempat seperti pemotretan ini. Jujur saja, aku tidak terlalu menyukai fashion. Selama 5 tahun itu aku hanya di rumah saja, menjadi orang aneh...” Yuki jadi tidak enak karena selama ini ada 2 orang baik yang ingin sekali bertemu dengannya. Ternyata tidak semua orang di dunia fashion menyebalkan seperti perkiraan Yuki.

Satsuki yang duduk di sebelah Yuki hanya tersenyum manis dan menepuk pundak Yuki dengan pelan, “tidak apa. Bagaimana kalau kau ceritakan tentang dirimu? Aku ingin mendengarnya...” pinta Satsuki.

“aku saat ini sedang kuliah di jurusan komunikasi Meiji University. Aku ikut klub karate dan memenangkan kejuaraan nasional tahun lalu. Dan rencananya, pelatihku akan menurunkanku lagi ke kejuaraan tahun ini bersama beberapa junior yang lain...” Yuki bercerita.

“oh, ya, ya... aku pernah mendengar berita tentangmu. Aku melihat wajahmu ada di koran pagi halaman 5. Foto di koran adalah saat kau menerima medali. Kau hebat sekali, Yuki-chan. Kau pasti membuat ibumu bangga.” Satsuki bertepuk tangan kecil.

Yuki tertawa dengan sikap Satsuki yang seperti anak kecil itu. Entah kenapa dia merasa sangat nyaman sekali dengan kedua model ini. Semua rasa canggung itu lenyap begitu saja dengan keramahtamahan mereka. Hiroko yang tidak banyak bicara dengan mulutnya namun dari tatapan mata dan bahasa tubuhnya dia sangat antusias mendengarkan cerita-cerita Yuki tentang kejadian lucu antara ibunya yang modis dan diri Yuki yang sangat berlawanan. Satsuki yang ceria dan selalu mengisi suasana dengan penuh canda dan tawa. Kedua kakak adik ini saling melengkapi.

Di sisi lain, kakak beradik Haru ini berlatar belakang Jepang dan Denmark. Ayah mereka berasal dari Copenhagen dan ibunya dari Fukuoka. Mereka menggunakan nama keluarga ibunya karena ayah mereka meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Makanya Yuki bisa tahu bagaimana mereka mendapatkan wajah yang sempurna dan tidak bisa dilupakan itu. Mereka juga model yang pintar ternyata. Hiroko baru mendapatkan gelar pasca sarjananya di bidang ekonomi Harvard University dan Satsuki sedang menjalani pendidikannya di bidang kedokteran Tokyo University. Yuki tidak bisa membayangkan kalau wanita secantik dan seseksi Satsuki membedah mayat seorang manusia di ruang autopsi.

“dan sekarang adalah hal yang pertanyaan yang paling penting dari kami...” Satsuki tersenyum misterius. “tapi tenang saja, kau tidak harus menjawabnya kalau kau malu atau tidak ingin.”

“oke. Apa?” Yuki bahkan tidak yakin apakah dia tidak ingin menjawab pertanyaan dari wanita yang usianya hanya 3 tahun lebih tua darinya ini.

“apa kau... sudah punya pacar? Karena sedaritadi aku hanya mendengar kehidupanmu di bidang akademik saja. kau hanya menyebutkan beberapa teman dekatmu saja di kampus dan sama sekali tidak menyebutkan seorang nama cowok pun... ya kan, Hiroko?” Satsuki menoleh ke arah kakak perempuannya yang terus memperhatikan mereka itu.

“ya. Apa kau punya pacar, Yuki-chan?” Hiroko juga turut penasaran.

Yuki menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “tidak, aku tidak punya pacar. Seumur hidupku aku tidak pernah memilikinya...”

“eh... hontou?” Satsuki sekilas terlihat kecewa dan tidak percaya dengan jawaban Yuki barusan.

“aku hanya... tidak ingin saja. aku mungkin terlalu sibuk dengan duniaku sendiri sampai-sampai aku tidak sadar kalau aku harus punya pacar. Menurut kalian, apa sebaiknya aku harus mencari pacar?” Yuki meminta pendapat.

“kalau kau merasa belum membutuhkan seseorang untuk mendampingimu, kurasa lebih baik tidak usah. Kalau hatimu belum siap, lebih baik jangan lakukan. Nanti kau bisa sakit hati...” jawab Satsuki.

“mungkin ini terdengar kuno untuk kalian, atau terlalu tua untuk gadis seusiaku untuk dipikirkan, bahkan mungkin naif. Tapi sebenarnya aku ingin menikah dengan pria yang paling kucintai, pria yang aku tidak bisa hidup tanpanya, pria yang mampu membuatku melakukan hal-hal tergila yang orang bisa bayangkan. Dan aku... belum menemukannya...” Yuki mengucapkan harapannya. Sebuah harapan yang belum pernah dia ceritakan pada seorang pun di dunia ini termasuk ibunya sendiri, dan sekarang dia percaya kepada 2 model ini kalau mereka tidak akan menertawakannya.

“itu manis sekali, Yuki-chan... aku yakin pria seperti itu jarang sekali untuk ditemukan.” Satsuki setuju.

“yah... mungkin karena ibu dan ayahku tidak pernah menikah, dan lebih parahnya lagi aku tidak pernah bertemu dengan ayahku, makanya aku berharap seperti itu.” Yuki menduga-duga.

“kau ikut karate, Yuki-chan. Dan aku tidak meragukan prestasimu dan seluruh kekuatanmu yang dibicarakan orang-orang. Bahkan mungkin, sekarang kau bisa saja membanting kami ke tanah hanya dengan satu tangan. Apa itu tidak berpengaruh pada kriteriamu untuk mencari pacar?” tanya Hiroko.

Yuki bingung dan tidak mengerti maksud Hiroko. “maksudnya?”

“ini hanya perkiraanku saja. apa kau ingin mencari lawan yang sepadan denganmu? Karena biasanya, gadis yang seorang jagoan pasti akan luluh ketika melihat seorang laki-laki bisa menyamai dirinya bahkan mengalahkannya.” Hiroko menjelaskan lagi.

“Hiroko memang ahlinya dalam soal cinta. Makanya dia tahu banyak dan bisa menebak.” Timpal Satsuki. “dan apa yang dikatakan Hiroko itu adalah benar?”

Yuki mengangguk pelan seraya menatap Hiroko dalam-dalam. Yuki merasa ada sesuatu yang ada di dalam diri Hiroko yang membuat Yuki merasa bergetar, begitu juga dengan Satsuki, di balik sikapnya yang sangat periang itu. “mungkin itu benar...”

Karena Yuki ingin melupakan rasa penasarannya itu, dia membalas pertanyaan Satsuki dengan bertanya, “bagaimana denganmu? Kau sudah punya pacar?”

Yuki bisa melihat pipi Satsuki memerah ketika ia menjawab, “ya... dia seniorku di kampus. Sekarang dia menjadi seorang dokter di sebuah rumah sakit. Oh Tuhan, dia tampan sekali... dulu kami sering belajar bersama dan akhirnya kami jadian juga...”

“dan kau, Hiroko?” Yuki bertanya pada Hiroko yang sekarang meraih tas tangannya di sebelah kanannya untuk mengeluarkan sebatang rokok merk Dunhill yang kini menempel di antara bibirnya yang indah itu. “kau tadi berbicara padaku seperti kau pernah mengalaminya... apa kau sudah menemukan seseorang yang telah meluluhkan dirimu?”

Hiroko diam saja dan menyulut rokoknya dengan korek zippo yang tersedia di meja. Yuki baru tahu kalau wanita ini ternyata merokok juga. “ya, begitulah. Dan dia sekarang hanyalah masa lalu yang ingin kukubur dalam-dalam”

Kata-kata itu terlontar bersamaan dengan memori-memori yang hanya Hiroko yang ingat dan ia kenang sendirian, yang ingin sekali ia buat menghilang dengan mudah seperti layaknya asap rokok yang mudah menghilang di udara.

Tapi seperti asap rokok yang walaupun menghilang namun aromanya masih tersisa di udara, memori itu tetap saja meninggalkan wangi yang tidak bisa menghilang, walaupun dia sudah membuatnya menghilang seakan-akan hal itu tidak pernah ada...

 ---

Sesi pertama pemotretan yang tadi berlangsung dengan sangat lancar dan sukses adalah pemotretan untuk dress terbaru, yaitu sebuah ruffle dress selutut yang sekarang dikenakan oleh Hiroko. Ruffle dress itu sangat manis menurut Yuki. Berlengan panjang, berkerah V dan mempunyai kerutan di sepanjang kerah itu, dan detail pita di bagian pinggangnya.

Yuki tidak akan bisa melupakan pose Hiroko yang seperti menggoda kamera. Dengan latar belakang putih polos dan pencahayaan yang bagus, Hiroko terlihat sempurna dengan dress itu di kamera. Tapi Yuki merasa tanpa semua efek cahaya itu, Hiroko tetap pantas memakainya. Semua orang pasti nanti akan merasa kalau bukan dressnya yang membuat Hiroko terlihat cantik, tetapi Hiroko sendiri yang membuat dress itu terlihat semakin mewah.

Setelah beberapa kali pengambilan foto dibantu oleh para pengarah gaya yang sedikit cerewet, Hiroko selesai dan kembali ke ruang ganti untuk mengganti dressnya itu dengan rancangan yang lain. Selagi Hiroko bersiap-siap, kini giliran Satsuki yang difoto.

Satsuki membawakan rancangan trench coat cokelat selutut berbahan katun. Bahannya berupa katun sehingga yang memakainya tidak terlihat ‘tenggelam’ dengan mantel itu. Mantel itu mempunyai 2 saku tersembunyi di kedua sisinya. Dengan tambahan legging hitam dan sepatu boot kulit milik Satsuki sendiri, Satsuki terlihat semakin mempesona. Atas saran Yuki, Satsuki menambahkan sebuah topi baret berwarna hitam yang sangat cocok dengan rambut layernya yang ikal itu.

Dan hasilnya, setiap pose yang ditangkap oleh kamera, semuanya sempurna.

Yuki yang berdiri di belakang fotografer tersenyum senang saat Satsuki memberikan sebuah kedipan mata ke arahnya. Nara yang tepat berada di sebelah Yuki penasaran dengan maksud dari kedipan mata itu. “kalian melakukan apa?”

“oh, tidak. Hanya itu saja...” Yuki menunjuk topi baret Satsuki. “itu saranku... lagipula, topi baret itu kan juga salah satu rancangan ibu untuk musim gugur tahun lalu, kan?”

Nara menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Dia tidak menyangka anaknya juga ikut antusias dengan pemotretan ini. “kupikir kau akan mati kebosanan disini...”

“oh tidak. Aku baru saja melahap 5 toples kue kering di ruang tunggu tadi.” Yuki tertawa renyah.

Nara menyuruh Yuki mengecilkan suaranya karena pasti akan sangat memalukan sekali kalau orang-orang di sekitar mereka mendengar tentang Yuki yang menghabiskan kue-kue itu secara tidak wajar. “maksud ibu, selain dari kue-kuenya, kau mungkin akan bosan disini...”

“tidak, kok. Hiroko-san dan Satsuki-san adalah wanita yang baik. Aku menyukai mereka.” Kata Yuki sambil terus menonton Satsuki berganti-ganti pose sesuai dengan arahan sang pengarah gaya, seorang wanita berusia sama seperti Nara yang penampilannya sangat casual.

“sudah kubilang, kan?” Nara berkata dengan nada penuh kemenangan. “mereka adalah orang-orang yang baik. Makanya ibu percaya dengan mereka sepenuhnya dalam pemotretan ini. Mereka benar-benar membuat rancangan ibu terlihat semakin hebat.”

“rancangan ibu memang sudah sangat hebat, kok...” kata Yuki. Ibunya yang tadi juga ikut memperhatikan jalannya pemotretan sampai melihat ke wajah Yuki untuk mencari sebuah kejujuran dari pujian tersebut.

“aku tidak bohong, ibu. Apa aku terlihat seperti hanya memberikan kata-kata manis saja untuk ibu?”

Nara tersenyum dan menggenggam tangan Yuki dengan erat. “terima kasih, sayang...” bagi Nara, seluruh pujian dari siapapun bahkan dari seorang perancang terhebat di dunia sekalipun tidak akan mampu menandingi pujian sederhana dari putrinya sendiri. Yang dimana membuat Nara menyadari satu hal, seluruh usahanya ini tidak akan berarti kalau dia tidak mendengar restu dari Yuki.

“ngg... apa aku boleh request sesuatu, Nara-san?” Satsuki yang sudah selesai pemotretannya berjalan ke arah Nara.

“tentu saja, Satsuki-san.” Nara bersedia.

“aku ingin di pengambilan foto selanjutnya putri anda, Yuki-chan ikut serta denganku dan Hiroko, kalau Yuki-chan tidak keberatan...” Satsuki tersenyum lebar ke arah Yuki yang terlihat sangat kaget dan salah tingkah ketika mendengar permintaan Satsuki yang mendadak itu.

“ya, tentu saja. biar aku panggil para penata rias untuk mendandani Yuki terlebih dulu.” Nara langsung menyetujui permintaan yang lucu itu.

“ibu, ibu! Jangan! Aku tidak bisa!” Yuki dengan cepat mencoba untuk menolak. Tapi Yuki langsung dibujuk oleh Satsuki.

“ayolah, Yuki-chan. Tidak usah memakai make up tidak apa-apa, kok. Kau sudah cantik.” Satsuki menarik-narik kedua tangan Yuki dan memasang ekspresi memelas.

“tapi... fotografer kita belum tentu setuju dengan usul ini, kan?” Yuki menunjuk fotografer yang bertanggung jawab dan memotret Hiroko dan Satsuki tadi. Fotografer pria yang bernama Kazuma Tanaka, seorang fotografer profesional yang karyanya sudah terkenal di dunia dan studio fotonya ada di 5 negara itu sedang melihat-lihat hasil jepretannya yang masih tersimpan di kameranya.

“oh, aku tidak masalah. Lagipula benar apa kata Satsuki-san. Yuki-san memang sangat cantik dan aku ingin sekali memotretnya. Bisa menjadi rebutan untuk media karena Yuki-san akan muncul di publik untuk pertama kali, bukan?” sang fotografer itu tidak keberatan.

“iya, ayo, Yuki-chan!” bujuk Satsuki lagi.

“memangnya dia tidak akan kenapa-kenapa kalau difoto?” Hiroko tahu-tahu muncul di antara mereka. Dia mengenakan gaun longgar yang panjangnya hampir menyentuh tanah itu berbahan kain sutera tipis tanpa lengan berpotongan V di bagian lehernya. Gaun yang memiliki sedikit detail kerutan di seluruh bagiannya itu bermotif polos berwarna putih gading. Gaun itu semakin terlihat mewah karena cocok sekali dengan kulit Hiroko yang kuning langsat dan rambutnya yang merah terurai panjang itu. Dia terlihat seperti seorang puteri yang sangat misterius.

“tenang saja, dia akan baik-baik saja...” Satsuki mengibaskan tangannya pelan. “tunggu sebentar, ya... aku berganti pakaian untuk selanjutnya...” Satsuki pamit sebentar.

Begitu Satsuki kembali, dia mengenakan gaun yang berpotongan sama dengan yang dikenakan Hiroko. Tapi warnanya berbeda, yang dikenakan Satsuki berwarna hitam polos dengan detail payet di pinggiran potongan V lehernya. Mereka berdua terlihat seperti malaikat kembar yang memiliki 2 sisi yang berbeda. Satu dari cahaya dan satu lagi dari kegelapan.

“tapi memangnya apa yang aku kenakan akan cocok dengan yang mereka kenakan?” Yuki semakin minder saja ketika melihat gaun mereka yang sangat indah itu.

“tidak apa-apa. Kau tinggal mengenakan ini saja...” Satsuki mengambil sebuah aksesoris mahkota imitasi perak dari ruang make upnya. Mahkota yang disematkan di rambut Yuki itu membuat Yuki terlihat misterius sama seperti kakak beradik itu.

“kau sudah cantik, tidak ada yang harus diubah, Yuki-chan...” Satsuki merapikan rambut Yuki dengan jari-jarinya dengan pelan agar rambutnya tidak tertarik. Rambutnya yang panjang dan ikal itu Satsuki atur dengan sedemikian rupa.

“nah, selesai. Sekarang kau duduk di kursi singgasana yang sudah disediakan...” Satsuki meminta Kazuma Tanaka untuk membimbing Yuki ke kursi singgasana yang bernuansa Eropa di abad pertengahan yang ditaruh di tengah-tengah tempat untuk foto.

“sekarang, rapatkan kedua lututmu dan buka sedikit...” Tanaka membuka sedikit kaki Yuki dari lutut bawah beberapa centi saja. “angkat dagumu...” jari Tanaka menyentuh dagu Yuki tanpa perlakuan kasar atau kencang sedikit pun. “nah, selesai. Untuk Hiroko dan Satsuki, kalian ikuti instruksiku!”

Atas instruksi dari Tanaka, Hiroko dan Satsuki berpindah dan mengatur posisi mereka. Hiroko menaruh tangan kirinya di kepala kursi, sedangkan Satsuki berlutut di depan Yuki dengan menggenggam telapak tangan Yuki, seolah sang malaikat dari kegelapan meminta pertolongan pada Yuki dan malaikat dari cahaya terang membayangi mereka. Benar-benar sebuah kebalikan dari yang seharusnya.

“sempurna!” puji Tanaka dari balik kameranya.

“aku harus memasang ekspresi apa?” tanya Yuki yang suaranya hanya bisa didengar oleh kedua supermodel itu.

“angkuh, Yuki. Tapi disaat yang sama, kau juga memberikan belas kasih dan pengampunan...” jawab Satsuki. “kau pasti bisa melakukannya...”

“huh... tentu saja dia bisa melakukannya, dia memang pantas bersikap seperti itu...” ujar Hiroko.

Sebelum Yuki bisa menoleh ke arah Hiroko untuk menanyakan maksud dari perkataannya, Tanaka lebih dulu menyuruh mereka untuk bersiap-siap. Dan beberapa detik kemudian, sebuah kilatan flash dari kamera mengabadikan pemotretan terakhir yang settingnya terasa sangat nyata itu...

 ---

Pemotretan berakhir pada pukul 5 sore. Seluruh staff berberes-beres sebelum mereka berpisah dan pergi. Tanaka pergi dengan mobil sport mewah miliknya, para staff kelas bawah pergi ke stasiun kereta di dekat studio, dan editor, penata gaya, penata rias, dan asisten mereka pergi menuju bar yang ada di depan studio untuk minum.

Nara dan Yuki juga sudah pulang ke rumah mereka dengan mobil Maserati milik Nara. Tadinya mereka sempat mengajak kakak beradik Haru untuk ikut dan mengantarkan mereka pulang. Tapi Hiroko dan Satsuki menolak karena mereka ingin pergi dulu ke suatu tempat.

Hiroko dan Satsuki masih berada di ruang tunggu untuk membereskan peralatan-peralatan yang dibawa mereka. Mereka berberes sambil berbincang-bincang seputar pemotretan tadi.

“Yuki ternyata gadis yang lucu, ya...” kata Satsuki seraya memasukkan peralatan make upnya ke dalam tas ransel hitam miliknya.

“ya... tidak kusangka...” Hiroko tertawa kecil. “kau lihat tidak hasil foto kita bersamanya tadi?”

“aku sudah lihat. Pasti akan sangat bagus kalau kita cetak seukuran 2 kali lipat dari aslinya dan memasangnya di dinding kamar kita...” Satsuki memiliki ide lagi.

“aku melihat ekspresi wajahnya di foto itu. Sudah kuduga, dia benar-benar pantas sekali dengan ekspresi angkuhnya itu...”

“kau benar, Hiroko...” Satsuki menyeringai dan memperlihatkan gigi taring tajam yang sedari tadi dia sembunyikan. “dia memang benar-benar darah campuran yang hebat...”

“hanya tinggal masalah waktu saja, Satsuki...” Hiroko sudah selesai membereskan barang bawaannya ke dalam tote bagnya. “sebelum dia meminum darah sama seperti kita...”

“bicara soal darah, bagaimana kalau setelah ini kita mampir ke coffee shop langganan kita? Aku ingin menikmati segelas green tea hangat dengan campuran darah golongan A. Itu favoritku.” Ajak Satsuki.

“kau tidak pernah bosan dengan golongan darah A, ya?” Hiroko heran dengan selera adiknya ini. “aku malah ingin mencoba golongan darah O. Kudengar rasanya akan sangat enak kalau dipadu dengan banana split coffee shop itu. Bayangkan saja, gumpalan whipping cream yang sangat manis itu di atas es krim dengan campuran sirup darah dan ceri sebagai pemanisnya...”

“bagaimana kalau kita ajak Yuki-chan menikmati banana split enak itu suatu hari nanti?” usul Satsuki.

“Satsuki, saat kau sudah berhasil mengajaknya bergabung dengan kita di kafe kau tidak akan memanggilnya Yuki-chan lagi...”

“kalau begitu apa?” tanya Satsuki.

“entahlah...” Hiroko tersenyum manis namun berbahaya karena kedua taringnya yang sangat tajam itu terlihat. “mungkin ‘Yang Mulia’?”

 ---

27 Juli 2026

Hari ini bertambah lagi satu korban. Seorang wanita yang kelihatannya tidak berbeda jauh dari korban pertama. Wanita ini tidak memiliki identitas, dan polisi berpikir kalau wanita ini adalah seorang tunawisma yang tinggal di sebuah pertokoan kosong yang terbengkalai.
Jasad ditemukan dalam keadaan kehabisan darah, seolah-olah wanita itu sama sekali tidak mempunyai daya kehidupan di dalam tubuhnya, yang tersisa hanyalah organ-organ tubuh di dalamnya yang mengering dan kulitnya yang mengerut bagaikan kertas kusut.
Kali ini tidak hanya anggota organisasi PF di bidang investigasi saja yang terlibat. Bagian koroner mereka mengambil alih proses autopsi dan membawa mayat itu ke markas mereka yang sangat rahasia tersebut.
Dengan bertambahnya satu korban ini, situasi menjadi semakin rumit. Dan membuat kami semua yang terlibat dalam penyelidikan ini sadar,
Kalau bangsa manusia dan vampir sedang dalam marabahaya...

Fujita Akane

No comments:

Post a Comment